Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pejabat PBB Ungkap Gaza adalah Krisis Kemanusiaan Terburuk Selama 50 Tahun Karirnya

Kompas.com - 15/02/2024, 18:41 WIB
Albertus Adit

Penulis

Sumber Sky News

KOMPAS.com - Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan Martin Griffiths menyatakan bahwa situasi di Gaza saat ini menjadi krisis kemanusiaan terburuk selama 50 tahun karirnya.

Ia mengungkapkan bahwa selama perang di Gaza Palestina, warga tidak dapat melarikan diri atau keluar dari Gaza.

"Orang tidak dapat melarikan diri. Mereka diblokir, mereka tidak dapat keluar dari Gaza," ujarnya dikutip dari Sky News pada Rabu (14/2/2024).

Baca juga: Bertemu Presiden AS, Raja Yordania Serukan Gencatan Senjata Penuh di Gaza

"Saya pikir ini adalah krisis terburuk dalam 50 tahun pengalaman saya," imbuh dia.

Dikatakan, kejadian ini lebih buruk dari pemandangan mengerikan yang dia saksikan selama perang saudara di Suriah beberapa tahun lalu dan lebih buruk dari kengerian yang terjadi pada masa Khmer Merah di Kamboja pada tahun 1970-an.

Dia membandingkan situasi di Gaza dengan perang saat ini di Sudan di mana penderitaan yang terjadi kemungkinan besar akan sama.

Namun meskipun delapan juta orang telah mengungsi, 1,5 juta orang telah meninggalkan negara di timur laut Afrika.

"Sekarang saya tidak mengatakan itu hal yang luar biasa, tapi ini adalah pilihan yang bisa mereka buat. Tapi ini bukan pilihan yang bisa dibuat di Gaza," ujarnya.

Sejak perang dimulai pada 7 Oktober 2023 ketika Hamas melancarkan serangan mematikan terhadap Israel, sekitar 80 persen dari 2,3 juta penduduk Gaza telah diusir dari rumah mereka karena serangan balasan Israel.

Baca juga: Presiden AS: Tindakan Israel di Gaza Berlebihan, Perang Harus Dihentikan

Sebagian besar wilayah di Gaza utara telah hancur total, sebagian besar orang mengungsi lebih jauh ke selatan, dan krisis kemanusiaan telah menyebabkan seperempat penduduknya kelaparan.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengklaim orang-orang bersenjata Hamas bersembunyi di Rafah, di perbatasan selatan Mesir, dan sedang mempertimbangkan untuk melancarkan serangan darat ke kota tersebut.

Namun, di Rafah ada 1,4 juta orang lebih dari separuh populasi wilayah tersebut dan berdesakan di tenda-tenda, atau apartemen serta tempat penampungan penuh sesak di kota tersebut.

Griffiths memperingatkan bahwa jika ada operasi darat yang dilakukan oleh pasukan Israel maka akibatnya fatal.

"Jangan berpikir bahwa operasi kemanusiaan dapat membantu orang-orang dengan cara yang kita inginkan. Itu tidak akan terjadi," kata dia.

"Dengan semakin banyaknya satu juta orang yang tinggal di wilayah tersebut, di sekitar Rafah, tanpa ada pilihan lain dari mereka yang bisa pergi lebih jauh ke selata, kami sangat khawatir dengan kurangnya bantuan kemanusiaan di situ," ungkapnya.

Akibat perang itu, PBB mengalami kendala masalah akses. Bahkan pengemudi dari pembawa bantuan juga diserang.

Baca juga: Israel Setuju Gencatan Senjata 6 Pekan di Gaza, Bagaimana dengan Hamas?

"Kami tidak berpikir ada tempat yang aman bagi orang-orang untuk pindah ke Gaza. Jadi gagasan untuk mengevakuasi mereka ke tempat yang aman, menurut kami hanyalah ilusi," tegas dia.

Selama karirnya yang panjang, Griffiths telah bernegosiasi dengan teroris dan dia mengatakan Israel perlu melakukan negosiasi untuk mengakhiri perang dengan Hamas.

Jadi, meskipun Netanyahu bersumpah untuk menghancurkan kelompok Hamas, tetapi negosiasi bisa menjadi pilihan yang tepat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com