Di bawah hukum internasional, genosida didefinisikan sebagai satu tindakan atau lebih dengan tujuan menghancurkan, secara keseluruhan atau sebagian, sebuah bangsa, etnis, ras, atau kelompok agama.
Baca juga: 9 Contoh Genosida di Dunia dan Dugaan Kasusnya
Berbeda dengan Mahkamah Pidana Internasional (ICC), ICJ tidak bisa menuntut individu-individu kriminal seperti pelaku genosida. Meski begitu, opini-opini ICJ memiliki signifikansi di PBB dan lembaga-lembaga internasional lainnya.
Pada Rabu (10/1/2024), Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa menyatakan, “Penolakan kami terhadap pembantaian yang berlangsung terhadap orang-orang di Gaza menggerakkan kami untuk melakukan pendekatan ke ICJ.”
Presiden Israel Isaac Herzog mendeskripsikan tuduhan terhadap negaranya sebagai “kejam dan konyol”.
“Kami akan hadir di Mahkamah Internasional dan dengan bangga mempresentasikan pembelaan diri kami... di bawah hukum humaniter,” ujarnya.
Dia menambahkan, pasukan Israel “telah melakukan yang terbaik di bawah situasi-situasi ekstrem di lapangan untuk memastikan tidak ada konsekuensi tak terduga dan kematian orang sipil”.
Caroline Glick, mantan penasihat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan, gugatan Afrika Selatan adalah “pembangkangan terhadap prinsip-prinsip dasar moral dan kewajaran”.
Dangor juga mengecam serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, tetapi menurutnya tidak ada “yang bisa menjustifikasi level pembunuhan” yang terjadi di Gaza saat ini.
ICJ dapat dengan cepat memutus permintaan Afrika Selatan agar Israel menangguhkan kampanye militernya, tetapi putusan final tentang apakah Israel melakukan genosida bisa jadi baru tercapai bertahun-tahun kemudian.
Baca juga: PM Netanyahu Bantah Israel Telah Lakukan Genosida di Gaza
Konvensi tentang Pencegahan dan Hukuman Kejahatan Genosida disahkan PBB pada 9 Desember 1948.
Ahli hukum Rafael Lemkin, yang berkebangsaan Polandia-Yahudi, merancang isi Konvensi dan dia juga yang menemukan kata “genosida”.
Genosida sendiri adalah tindakan yang bertujuan menghancurkan suatu bangsa, kelompok etnis, ras, atau komunitas penganut agama secara keseluruhan atau sebagian.
Genosida adalah salah satu kejahatan internasional yang paling sulit dibuktikan.
Konvensi Genosida PBB secara efektif dilaksanakan pada 12 Januari 1951. Per April 2022, ada 153 negara yang menjadi negara pihak. Negara Pihak adalah negara yang setuju untuk terikat perjanjian internasional berkekuatan hukum.
Gugatan Afrika Selatan diajukan melalui ICJ di Den Haag, Belanda, pada 29 Desember tahun lalu dan Mahkamah dijadwalkan menggelar sidang perdana pada 11 dan 12 Januari.
Afrika Selatan menyusun berkas gugatan setebal 84 halaman yang menyebut aksi-aksi Israel "merupakan sebuah genosida karena mereka berniat menghancurkan" orang-orang Palestina di Gaza "secara substansial".
Afrika Selatan mengatakan, aksi-aksi genosida ini meliputi pembunuhan, penganiayaan yang berdampak serius terhadap kejiwaan dan fisik, dan secara sengaja membuat kondisi-kondisi yang "menghancurkan (orang-orang Palestina) secara komunitas".
Afrika Selatan sudah sangat mengkritisi operasi bersenjata Israel di Gaza. Sejarah juga mencatat Kongres Nasional Afrika yang memimpin pemerintahan Afrika Selatan memiliki solidaritas dengan Palestina.
Afrika Selatan melihat kesamaan antara Palestina dan perjuangan mereka melawan apartheid, kebijakan segregasi dan diskriminasi rasial oleh pemerintahan kulit putih minoritas terhadap mayoritas kulit hitam di Afrika. Pemilu demokratis pertama Afrika Selatan pada 1994 menghentikannya.
Menurut data Kementerian Kesehatan Hamas, lebih dari 23.350 orang–sebagian besar perempuan dan anak-anak–tewas terbunuh di Gaza, sejak pecahnya peperangan pada 7 Oktober 2023.
Pada 7 Oktober, Hamas menyerang kawasan selatan Israel yang menewaskan 1.300 orang - sebagian besar warga sipil dan menculik sekitar 240 lainnya sebagai sandera.
"Susunan berkas ini merespon semua argumen yang mungkin disebutkan Israel... dan juga mengantisipasi klaim-klaim bahwa mahkamah tidak memiliki kewenangan," ujar McIntyre kepada BBC.
Teuku Rezasyah, dosen Hubungan Internasional dari Universitas Padjajaran, Bandung, menyoroti kesamaan pandangan antara Afrika Selatan dan Indonesia dalam konteks dukungan terhadap Palestina.
“Tampaknya terdapat pembagian tanggung jawab di Mahkamah Internasional bagi Indonesia dan Afrika Selatan, yakni dalam kerangka kerja sama Selatan-Selatan dan Dasasila Bandung,” ujar Rezasyah kepada BBC Indonesia.
Baca juga: Israel Akan Lawan Klaim Genosida Gaza di Pengadilan Internasional
Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, dalam siaran pers pada Selasa (9/1/2024) mengatakan, Komnas HAM Palestina mengimbau mereka untuk mendukung upaya hukum Afrika Selatan di Mahkamah Internasional.
“(Komnas HAM RI) mendorong Pemerintah Indonesia untuk melakukan intervensi di ICJ dengan mendukung upaya hukum Afrika Selatan di ICJ atas dugaan genosida yang dilakukan oleh Israel di Gaza Palestina,” tutur Atnike dalam pernyataan tertulisnya.
Menanggapi rilis Komnas HAM tersebut, Kementerian Luar Negeri mengatakan, Indonesia “secara moral dan politis” mendukung sepenuhnya upaya hukum Afrika Selatan atas dugaan genosida Israel di Gaza.
“Namun secara hukum Indonesia tidak bisa ikut menggugat karena dasar gugatan adalah Konvensi Genosida di mana Indonesia bukan Negara Pihak,” ujar juru bicara Kemenlu Lalu Muhammad Iqbal melalui pesan teks yang diterima BBC Indonesia.
“Di sisi lain (...) Majelis Umum PBB telah meminta saran dan pendapat Mahkamah Internasional mengenai “status dan konsekuensi hukum” pendudukan Israel terhadap Palestina,” terangnya.
Dalam kaitan ini, kata Iqbal, pada 19 Februari 2024 mendatang Menlu Retno Marsudi dijadwalkan hadir untuk menyampaikan pendapat lisan di depan Mahkamah Internasional guna mendorong Mahkamah memberikan pendapat lisan seperti yang diminta oleh Majelis Umum PBB.
Indonesia adalah satu dari beberapa anggota PBB yang tidak menjadi Negara Pihak dalam Konvensi Genosida.
Dosen senior untuk Kajian Indonesia dari Universitas Queensland, Annie Pohlman, mengatakan dalam makalahnya bahwa Indonesia sepertinya tidak akan meratifikasi Konvensi Genosida-juga instrumen HAM kuat lainnya seperti Statuta Roma-dalam waktu dekat mengingat sejarah panjang dan kelamnya seperti pelanggaran HAM 1995-1996.
“Retorika ritualisme hak asasi manusia Indonesia hanya akan bisa menjadi janji-janji kosong,” tulis Pohlman dalam esai bertajuk Indonesia and the UN Genocide Convention: The Empty Promises of Human Rights Ritualism (Indonesia dan Konvensi Genosida PBB: Janji-Janji Kosong Ritualisme Hak Asasi Manusia).
BBC Indonesia telah memperoleh izin dari Pohlman untuk mengutip makalahnya.