Direktur Eksekutif Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES) Ryantori mengatakan, situasi saat ini "mengkhawatirkan" bagi dunia mengingat banyaknya korban jiwa yang jatuh.
Israel, menurut dia, telah "kecolongan" dengan serangan Hamas yang mampu menembus garis perbatasan mereka dengan Gaza yang selama ini dijaga ketat. Selain itu, ribuan roket juga ditembakkan dari Gaza ke Israel.
Israel selama ini dikenal memiliki kemampuan pertahanan dan intelijen yang kuat. Perbatasan Gaza dengan Israel dipasang kamera, sensor gerak tanah, hingga patroli tentara rutin.
Terdapat juga pagar kawat berduri, namun ternyata milisi Hamas mampu menembus perbatasan dengan memotong kawat pagar pembatas, menggunakan paragliding, hingga menyusup melalui jalur laut.
Tembakan roket Hamas juga menembus sistem pertahanan udara Israel, yang dikenal sebagai Iron Dome.
"Dengan adanya kejadian ini tentu saja Israel tidak akan diam. Dalam hari-hari ke depan tentu saja eskalasinya akan cukup mengkhawatirkan," kata Ryantori.
Itu terlihat dari pernyataan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengatakan Israel sedang "berperang" dan bersumpah bahwa Hamas akan "membayar harga yang belum pernah diketahui".
Di sisi lain, Ryantori mengatakan, perlawanan Hamas itu tidak bisa dilepaskan dari konteks pendudukan Israel di wilayah Palestina.
Dia berharap negara-negara berpengaruh di Timur Tengah seperti Arab Saudi dan Iran dapat berperan meredam situasi dan meminta kedua belah pihak gencatan senjata demi mencegah jatuhnya korban sipil.
Namun sejauh ini, Hamas justru mengakui kepada BBC News bahwa serangan itu didukung oleh Iran.
Pengamat politik Timur Tengah dari Universitas Indonesia, Muhammad Lutfi Zuhdi juga mengatakan bahwa situasi ini bukan cuma tidak terduga, namun berdampak paling serius bagi Israel.
"Baru sekarang ini Hamas berhasil menyerang masuk ke wilayah Israel. Tentu bisa melewati perbatasan Israel adalah sesuatu yang tidak mudah, tapi ternyata bisa diterobos oleh Hamas," ujar Lutfi.
Aksi balasan dari Israel, sambung Lutfi, sangat mungkin mengarah melakukan operasi besar-besaran untuk memburu para milisi Hamas dan mencari titik-titik sumber serangan awal.
Namun Lutfi berpendapat, eskalasi konflik yang sangat besar antara Israel dan Hamas kemungkinan besar tidak terjadi.
"Eskalasi besar baru bisa terjadi jika ada negara lain yang membantu Hamas, tapi dalam situasi ini negara-negara lain di sekitarnya sudah 'lumpuh' karena punya perjanjian diplomatik dengan Israel, jadi tidak mungkin memberi dukungan langsung terhadap Hamas," jelas Lutfi.
Baca juga: Kenapa Iron Dome Israel Gagal Cegah Serangan Roket Hamas?
Lutfi juga menilai respons Pemerintah Indonesia yang menyatakan "prihatin" atas eskalasi Israel-Palestina sejauh ini tergolong "normatif".
Namun reaksi yang lebih keras kemungkinan akan muncul dari kalangan masyarakat atau organisasi masyarakat.
"Mungkin akan terjadi demonstrasi mendesak pemerintah untuk memberi sikap yang lebih keras," kata dia.
Dalam hal ini, Lutfi menilai Indonesia semestinya bisa menggalang kekuatan diplomatik bersama negara-negara Islam agar mendorong Dewan Keamanan PBB mengadakan rapat darurat terkait situasi di Palestina-Israel.