Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

6 Bulan Pasca-banjir, Nasib Warga Miskin Pakistan Kian Terpuruk

Kompas.com - 09/02/2023, 11:45 WIB
Tito Hilmawan Reditya

Penulis

Sumber Guardian

ISLAMABAD, KOMPAS.com - Setiap satu kali seminggu, Manzoor Ali bangun dengan harapan samar di hatinya dan berjalan dari kamp di pinggiran Dadu, tempat dia dan keluarganya tinggal sejak September, ke Noorang Chandio, desanya yang berjarak satu jam perjalanan.

Setiap itulah, dia melihat apakah air banjir sudah surut. Dan, setiap kali pulalah, dia kembali dengan kecewa.

Ini sudah menjadi rutinitas Ali sejak bencana banjir melanda Pakistan tahun lalu.

Baca juga: [KABAR DUNIA SEPEKAN] Ledakan Bom Masjid Pakistan Tewaskan 100 Orang | Balon Mata-mata China Terbang di AS

"Kami kehilangan segalanya,” kata ayah 10 anak ini.

“Kami tidak bisa kembali sekarang karena rumah kami masih kebanjiran dan desa-desa terendam. Pejabat menuliskan nama kami tetapi mereka tidak pernah kembali dengan bantuan apa pun," tambahnya, seperti dikutip dari Guardian.

Pakistan mengalami banjir terparah tahun lalu ketika hujan lebat selama tiga bulan menenggelamkan sekitar sepersepuluh wilayah negara itu.

PBB menyebutnya sebagai bencana iklim. Setidaknya 33 juta orang terkena dampaknya, kata pemerintah. Lebih dari 1.700 orang meninggal.

Di sebagian besar wilayah, air telah surut dan meninggalkan banyak kerusakan.

Tetapi di daerah yang paling parah terkena dampak yakni Sindh, di mana Dadu berada, dan provinsi Balochistan, air banjir tetap tergenang di petak-petak tanah yang luas.

Setidaknya 4 juta hektar lahan pertanian hancur, menyebabkan 15 juta orang kekurangan pangan dan kerugian finansial diperkirakan antara 30 hingga 35 miliar dollar AS.

Baca juga: Mantan Presiden Pakistan Pervez Musharraf Meninggal di Dubai

Bank dan donor internasional telah menjanjikan lebih dari 9 miliar dollar AS untuk membantu membangun kembali negara tersebut.

Ketika Noorang Chandio dilanda banjir pada bulan Agustus, Ali bergabung dengan keluarga lain berlindung di tanggul Superio sepanjang 50 km di Dadu.

Selama berminggu-minggu, sekitar 2.000 orang bertengger di sana di tempat penampungan darurat di sebidang tanah yang ditinggikan, yang saat itu hanya dapat diakses dengan perahu.

Jalan-jalan terdekat sekarang telah muncul kembali, tetapi berwarna hijau keruh, dengan sisa-sisa air yang menyengat, menutupi beberapa hektar ladang kapas.

Sebagian besar korban selamat, termasuk keluarga Ali, kini tinggal di tenda-tenda di sebuah kamp yang didirikan oleh otoritas Sindh.

Baca juga: Pakistan Blokir Wikipedia, Anggap Muat Konten yang Menghujat

“Kemarin hujan, dan air mengalir ke kamp. Kami menggigil kedinginan sepanjang malam. Ketika kita melihat hujan, kita berdoa kepada Tuhan agar berhenti. Kami lelah dengan kehidupan ini,” kata Badal Chandio, teman Ali, yang tendanya bersebelahan.

Kedua pria itu sekarang menjual kotoran kerbau untuk memenuhi kebutuhan. Satu-satunya dukungan keuangan yang mereka terima adalah pembayaran tunai satu kali sebesar 7.000 rupee dari Program Dukungan Pendapatan Benazir pemerintah federal.

Selama sebulan terakhir, Ali dan Chandio mengatakan belum ada distribusi makanan dari para pekerja kemanusiaan atau LSM.

“Kami tidak bisa meninggalkan istri kami di kamp dan pergi bekerja di kota besar lainnya, seperti Karachi. Kami mengkhawatirkan keselamatan mereka di kamp,” kata Chandio.

Baca juga: Terungkap, Pengebom Bunuh Diri di Masjid Pakistan Kenakan Seragam Polisi

Hawwa, istri Chandio, mengatakan itu adalah kehidupan yang memalukan.

"Tidak ada makanan atau bantuan. Kami tidak diberi selimut. Kami mengalami musim dingin yang keras, dan tinggal di kamp-kamp tanpa fasilitas apa pun," ujarnya.

"Kami miskin. Kami tidak mampu menyewa rumah lain, kalau tidak kami bisa melakukannya untuk meninggalkan kehidupan yang memalukan ini," tambahnya.

Bagi banyak orang, kembali ke rumah bobrok yang dikelilingi genangan air lebih baik daripada tinggal di pinggir jalan atau di kamp. Yang lain telah mendirikan tenda di tanah yang dulunya adalah rumah mereka.

Baca juga: Dihantam Banjir, Pakistan Juga Alami Lonjakan Kasus Demam Berdarah dan Malaria

Ghulam Rasool, seorang buruh berusia 70-an, kembali ke desanya dari kamp di Dadu pada bulan Desember.

Ia mendapati rumahnya masih tergenang air banjir. Tiang penyangga logam dari atap telah dicuri.

Dia menggunakan kotoran sapi dan plastik yang mengapung di air untuk menambal atap.

Baca juga: Update Banjir Pakistan: Korban Tewas Mendekati 1.500, Ratusan Ribu Orang Tidur di Tempat Terbuka

“Banjir telah mempengaruhi semua orang tetapi dampaknya lebih besar pada orang miskin dan buruh,” kata Rasool.

“Mereka tidak memiliki siapa pun di pemerintahan. Mereka tidak punya suara di sini. Orang kaya dan berkuasa mendapatkan uang dan semua bantuan," tambahnya, bersedih.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

WHO: Penggunaan Alkohol dan Vape di Kalangan Remaja Mengkhawatirkan

WHO: Penggunaan Alkohol dan Vape di Kalangan Remaja Mengkhawatirkan

Global
Kunjungan Blinken ke Beijing, AS Prihatin China Seolah Dukung Perang Rusia

Kunjungan Blinken ke Beijing, AS Prihatin China Seolah Dukung Perang Rusia

Global
Rusia Serang Jalur Kereta Api Ukraina, Ini Tujuannya

Rusia Serang Jalur Kereta Api Ukraina, Ini Tujuannya

Global
AS Berhasil Halau Serangan Rudal dan Drone Houthi di Teluk Aden

AS Berhasil Halau Serangan Rudal dan Drone Houthi di Teluk Aden

Global
Petinggi Hamas Sebut Kelompoknya akan Letakkan Senjata Jika Palestina Merdeka

Petinggi Hamas Sebut Kelompoknya akan Letakkan Senjata Jika Palestina Merdeka

Global
Inggris Beri Ukraina Rudal Tua Canggih, Begini Dampaknya Jika Serang Rusia

Inggris Beri Ukraina Rudal Tua Canggih, Begini Dampaknya Jika Serang Rusia

Global
Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Internasional
Ikut Pendaftaran Wajib Militer, Ratu Kecantikan Transgender Thailand Kejutkan Tentara

Ikut Pendaftaran Wajib Militer, Ratu Kecantikan Transgender Thailand Kejutkan Tentara

Global
Presiden Ukraina Kecam Risiko Nuklir Rusia karena Mengancam Bencana Radiasi

Presiden Ukraina Kecam Risiko Nuklir Rusia karena Mengancam Bencana Radiasi

Global
Jelang Olimpiade 2024, Penjara di Paris Makin Penuh

Jelang Olimpiade 2024, Penjara di Paris Makin Penuh

Global
Polisi Diduga Pakai Peluru Karet Saat Amankan Protes Pro-Palestina Mahasiswa Georgia

Polisi Diduga Pakai Peluru Karet Saat Amankan Protes Pro-Palestina Mahasiswa Georgia

Global
Pemilu India: Pencoblosan Fase Kedua Digelar Hari Ini di Tengah Ancaman Gelombang Panas

Pemilu India: Pencoblosan Fase Kedua Digelar Hari Ini di Tengah Ancaman Gelombang Panas

Global
Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Global
Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Global
Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com