Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

162 Warga Afghanistan Meninggal karena Kedinginan, Suhu Capai -34°C

Kompas.com - 28/01/2023, 21:04 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

Penulis: Reuters/VOA Indonesia

KABUL, KOMPAS.com - Lebih dari 160 warga Afghanistan tewas akibat kedinginan di saat musim dingin terburuk lebih satu dekade terakhir melanda negara tersebut, kata pihak berwenang pada Kamis (26/1/2023).

Warga Afghanistan disebut tidak mampu membeli bahan bakar untuk menghangatkan rumah pada suhu yang berada di bawah titik beku.

“Seratus enam puluh dua orang meninggal akibat cuaca dingin sejak 10 Januari hingga sekarang,” kata Juru Bicara Menteri Penanggulangan Bencana Shafiullah Rahimi. Dari angka tersebut, sekitar 84 kematian di antaranya terjadi pada minggu lalu.

Baca juga: Cuaca Ekstrem di Afghanistan, Anak-anak Menangis Sepanjang Malam, 162 Warga Tewas

Suhu terendah dalam musim dingin terdingin dalam 15 tahun terakhir ini menyentuh angka minus 34 derajat Celsius dan terjadi di saat Afghanistan tengah dihantam krisis ekonomi yang parah.

Sejumlah laki-laki Afghanistan duduk di dekat api unggun di sepanjang jalan, pada musim dingin di Kabul pada 30 Desember 2022.AFP via VOA INDONESIA Sejumlah laki-laki Afghanistan duduk di dekat api unggun di sepanjang jalan, pada musim dingin di Kabul pada 30 Desember 2022.
Banyak kelompok bantuan telah menangguhkan sebagian operasinya dalam beberapa pekan terakhir karena pemerintahan Taliban memutuskan bahwa sebagian besar pekerja LSM perempuan tidak dapat bekerja.

Akibatnya lembaga-lembaga tersebut tidak dapat menjalankan banyak program di negara konservatif itu.

Di ladang bersalju di sebelah barat ibu kota Afghanistan, anak-anak mengobrak-abrik sampah mencari plastik untuk dibakar guna membantu keluarga mereka, karena tidak mampu membeli kayu atau batu bara.

Di dekatnya, penjaga toko berusia 30 tahun, Ashour Ali, tinggal bersama keluarganya di ruang bawah tanah beton, tempat kelima anaknya menggigil kedinginan.

Baca juga:

“Tahun ini, cuacanya sangat dingin dan kami tidak bisa membeli batu bara untuk diri kami sendiri,” katanya. Ia mengatakan ia hanya mendapatkan sedikit uang dari hasil penjualan di tokonya, sehingga tidak cukup untuk membeli bahan bakar.

"Anak-anak bangun dari kedinginan dan menangis di malam hari sampai pagi. Mereka semua sakit. Sejauh ini, kami belum menerima bantuan apa pun dan sebagian besar waktu kami tidak memiliki cukup roti untuk dimakan,” katanya.

Selama kunjungan ke Kabul pada minggu ini, kepala bantuan PBB Martin Griffiths mengatakan badan dunia tersebut sedang mencari dispensasi terhadap larangan bekerja pada sebagian besar sukarelawan perempuan.

Kebijakan tersebut berlaku pada salah satu waktu yang paling rentan bagi banyak warga Afghanistan.

"Musim dingin di Afghanistan ... seperti yang diketahui semua orang di Afghanistan adalah pembawa pesan malapetaka bagi begitu banyak keluarga di Afghanistan karena kami telah bertahun-tahun memenuhi kebutuhan kemanusiaan ini ... kita melihat beberapa konsekuensi hilangnya nyawa," kata Griffiths kepada Reuters.

Baca juga: Tim Kriket Australia Tolak Tanding Lawan Afghanistan karena Taliban Kian Batasi Hak Perempuan

Artikel ini pernah dimuat di VOA Indonesia dengan judul Lebih dari 160 Warga Afghanistan Tewas Kedinginan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Inilah Wombat Tertua di Dunia, Usianya 35 Tahun

Inilah Wombat Tertua di Dunia, Usianya 35 Tahun

Global
Biden Akan Bicara ke Netanyahu Usai Israel Perintahkan Warga Rafah Mengungsi

Biden Akan Bicara ke Netanyahu Usai Israel Perintahkan Warga Rafah Mengungsi

Global
Pejabat UE dan Perancis Kecam Israel Perintahkan Warga Rafah Mengungsi, Ini Alasannya

Pejabat UE dan Perancis Kecam Israel Perintahkan Warga Rafah Mengungsi, Ini Alasannya

Global
Rusia dan Ukraina Dilaporkan Pakai Senjata Terlarang, Apa Saja?

Rusia dan Ukraina Dilaporkan Pakai Senjata Terlarang, Apa Saja?

Internasional
Setelah Perintahkan Warga Mengungsi, Israel Serang Rafah, Hal yang Dikhawatirkan Mulai Terjadi

Setelah Perintahkan Warga Mengungsi, Israel Serang Rafah, Hal yang Dikhawatirkan Mulai Terjadi

Global
Jerman Tarik Duta Besarnya dari Rusia, Ini Alasannya

Jerman Tarik Duta Besarnya dari Rusia, Ini Alasannya

Global
Kebun Binatang di China Warnai 2 Anjing Jadi Mirip Panda, Tarik Banyak Pengunjung tapi Tuai Kritik

Kebun Binatang di China Warnai 2 Anjing Jadi Mirip Panda, Tarik Banyak Pengunjung tapi Tuai Kritik

Global
Meski Rafah Dievakuasi, Hamas Tetap Lanjutkan Perundingan Gencatan Senjata

Meski Rafah Dievakuasi, Hamas Tetap Lanjutkan Perundingan Gencatan Senjata

Global
Rusia Ungkap Tujuan Putin Perintahkan Latihan Senjata Nuklir dalam Waktu Dekat

Rusia Ungkap Tujuan Putin Perintahkan Latihan Senjata Nuklir dalam Waktu Dekat

Global
Pria Ini Menyamar Jadi Wanita agar Terhindar Penangkapan, tapi Gagal

Pria Ini Menyamar Jadi Wanita agar Terhindar Penangkapan, tapi Gagal

Global
Cerita Wartawan BBC Menumpang Kapal Filipina, Dikejar Kapal Patroli China

Cerita Wartawan BBC Menumpang Kapal Filipina, Dikejar Kapal Patroli China

Global
Putin Perintahkan Pasukan Rusia Latihan Senjata Nuklir di Dekat Ukraina

Putin Perintahkan Pasukan Rusia Latihan Senjata Nuklir di Dekat Ukraina

Global
Israel Dorong 100.000 Warga Sipil Palestina Tinggalkan Rafah Timur, Apa Tujuannya?

Israel Dorong 100.000 Warga Sipil Palestina Tinggalkan Rafah Timur, Apa Tujuannya?

Global
Fakta-fakta di Balik Demo Mahasiswa AS Tolak Perang di Gaza

Fakta-fakta di Balik Demo Mahasiswa AS Tolak Perang di Gaza

Global
Hezbollah Tembakkan Puluhan Roket Katyusha ke Pangkalan Israel

Hezbollah Tembakkan Puluhan Roket Katyusha ke Pangkalan Israel

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com