KABUL, KOMPAS.com - Lebih dari 160 orang tewas akibat cuaca dingin ekstrem yang terjadi di Afghanistan sepanjang bulan Januari ini.
Musim dingin kali ini dirasakan warga menjadi yang terburuk dalam lebih dari satu dekade terakhir.
Sebab, penduduk kini kesulitan juga membeli bahan bakar untuk menghangatkan rumah saat suhu berada di bawah titik beku.
Baca juga: Cara Penjual Afghanistan Akali Larangan Manekin Taliban
“Sejumlah 162 orang meninggal akibat cuaca dingin sejak 10 Januari hingga sekarang,” kata Juru Bicara Menteri Penanggulangan Bencana Afghanistan Shafiullah Rahimi pada Kamis (27/1/2023), dikutip dari Reuters.
Menurut dia, sekitar 84 kematian baru terjadi pada minggu lalu.
Afghanistan dilaporkan baru-baru ini telah menghadapi suhu turun serendah -34 derajat Celcius atau terdingin dalam 15 tahun terakhir.
Cuaca dingin ekstrem ini nyatanya terjadi saat Afghanistan dihantam juga krisis ekonomi yang parah.
Banyak kelompok bantuan telah menangguhkan sebagian operasinya dalam beberapa pekan terakhir karena Pemerintahan Taliban melarang sebagian besar staf LSM perempuan untuk bekerja.
Kebijakan ini membuat lembaga-lembaga tersebut tidak dapat menjalankan banyak program di negara konservatif itu.
Di ladang bersalju di sebelah barat ibu kota Afghanistan, anak-anak tampak mengobrak-abrik sampah untuk mencari plastik.
Baca juga: Dubes AS untuk PBB Puji Kontribusi Indonesia bagi Perempuan Afghanistan
Sampah itu dikumpulkan untuk dibakar guna membantu keluarga mereka tetap hangat karena tidak mampu membeli kayu atau batu bara.
Di dekatnya, penjaga toko berusia 30 tahun, Ashour Ali, tinggal bersama keluarganya di ruang bawah tanah beton, tempat kelima anaknya menggigil kedinginan.
“Tahun ini, cuacanya sangat dingin dan kami tidak bisa membeli batu bara untuk diri kami sendiri,” kata dia.
Ali mengaku, uang pendapatan dari tokonya tidak lagi cukup untuk membeli bahan bakar.
"Anak-anak bangun dari kedinginan dan menangis di malam hari sampai pagi. Mereka semua sakit. Sejauh ini, kami belum menerima bantuan apa pun dan sebagian besar waktu kami tidak memiliki cukup roti untuk dimakan," ucap dia.
Dalam kunjungan ke Kabul pekan ini, kepala bantuan PBB Martin Griffiths mengatakan, PBB sedang berupaya agar para pekerja bantuan perempuan bisa tetap beroperasi Afghanistan untuk membantu penduduk yang membutuhkan.
"Musim dingin di Afghanistan seperti yang diketahui semua orang di Afghanistan adalah pembawa pesan malapetaka bagi begitu banyak keluarga di Afghanistan saat kami melewati bertahun-tahun kebutuhan kemanusiaan ini.. Kita melihat beberapa konsekuensi hilangnya nyawa," kata Griffiths kepada Reuters.
Baca juga: Tim Kriket Australia Tolak Tanding Lawan Afghanistan karena Taliban Kian Batasi Hak Perempuan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.