Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenya Umumkan Perang terhadap Jutaan Burung Hama

Kompas.com - 17/01/2023, 19:00 WIB
Tito Hilmawan Reditya

Penulis

Sumber Guardian

NAIROBI, KOMPAS.com - Pemerintah Kenya umumkan perang terhadap burung hama, tepatnya memerintahkan membunuh hingga 6 juta burung quelea berparuh merah.

Para ahli memperingatkan bahwa burung yang biasanya menyerang peternakan ini akan memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan bagi raptor dan spesies liar lainnya,

Dilansir dari Guardian, kekeringan yang terus berlanjut di Tanduk Afrika telah mengurangi jumlah rumput asli, yang bijinya merupakan sumber makanan utama burung quelea.

Baca juga: Peru Musnahkan 37.000 Unggas karena Flu Burung

Hal ini menyebabkan burung kian aktif menyerbu ladang biji-bijian, membuat 2.000 acre (800 hektar) padi terancam.

Sekitar 300 hektar sawah telah dihancurkan oleh burung.

Satu burung quelea bisa makan hingga 10 gram biji-bijian sehari, menurut Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO).

Petani di Kenya barat akan kehilangan hampir 60 ton biji-bijian karena burung-burung itu.

Pada tahun 2021, FAO memperkirakan kerugian panen yang disebabkan oleh burung mencapai 50 juta dollar AS per tahun.

Penyemprotan fenthion dan pestisida organofosfat, telah menjadi metode pilihan dalam memerangi hama di Afrika.

Meski begitu, bahan kimia tersebut oleh para peneliti dianggap beracun bagi manusia dan organisme non-target lainnya.

Baca juga: Pesawat yang Ditumpangi Permaisuri Inggris Alami Kerusakan Besar di Moncongnya Diduga Menabrak Burung

“Fenthion dapat melukai atau membunuh tanpa pandang bulu, dengan konsekuensi merugikan pada organisme non-target,” para peneliti menyimpulkan.

Paul Gacheru, pengelola spesies dan lokasi di Nature Kenya, afiliasi lokal BirdLife International, mengatakan metode yang digunakan untuk mengendalikan quelea harus diinformasikan dengan baik.

“Penggunaan avicida spesies non-target secara luas dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan dan kematian massal hewan lain. burung dan binatang," ujarnya.

“Seringkali, ada manajemen lokasi pasca-penyemprotan yang buruk, sehingga meningkatkan risiko kematian satwa liar terkait racun, terutama di antara hewan lain. Oleh karena itu perlu meningkatkan pendidikan dan kesadaran tentang pengendalian quelea,” katanya.

Baca juga: Twit Pertama Elon Musk sebagai Pemilik Twitter: Sang Burung Dilepaskan

Dengan perkiraan populasi berkembang biak di Afrika sebesar 1,5 miliar burung, ahli burung mengatakan tidak ada cukup burung pemangsa untuk memusnahkan koloni quelea yang luas maupun solusi yang efektif dan ramah lingkungan.

Simon Thomsett, seorang direktur di Kenya Bird of Prey Trust, mengatakan budaya menjamin keamanan pangan manusia di atas segalanya akan diperkuat, tentu dengan cara yang tepat.

Di bagian penghasil gandum di Kenya, tambah Thomsett, para petani telah menyemprot spesies burung apa pun yang dianggap mengancam pertanian.

Baca juga: Inggris Raya Umumkan Zona Pencegahan Flu Burung untuk Seluruh Wilayah

"Padahal, beberapa burung ada di sana untuk memakan serangga yang memakan gandum mereka," tambahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Polandia Minta Barat Izinkan Ukraina Pakai Senjata Pasokan untuk Serang Wilayah Rusia

Polandia Minta Barat Izinkan Ukraina Pakai Senjata Pasokan untuk Serang Wilayah Rusia

Global
Ikuti Rusia, Belarus Tangguhkan Partisipasi di Perjanjian Pasukan Konvensional Eropa

Ikuti Rusia, Belarus Tangguhkan Partisipasi di Perjanjian Pasukan Konvensional Eropa

Global
 Temuan Terbaru Penyelidikan Insiden Turbulensi Parah Singapore Airlines

Temuan Terbaru Penyelidikan Insiden Turbulensi Parah Singapore Airlines

Global
Rusia Bergeser ke Arah Ekonomi Perang, AS Mulai Siapkan Sanksi Khusus

Rusia Bergeser ke Arah Ekonomi Perang, AS Mulai Siapkan Sanksi Khusus

Global
WHO Beri Peringatan Keras, Serangan Israel ke Rafah Bisa Hancurkan Rumah Sakit Terakhir

WHO Beri Peringatan Keras, Serangan Israel ke Rafah Bisa Hancurkan Rumah Sakit Terakhir

Global
Korsel Sebut Korea Utara Terbangkan Balon Isi Sampah dan Kotoran ke Perbatasan

Korsel Sebut Korea Utara Terbangkan Balon Isi Sampah dan Kotoran ke Perbatasan

Global
Terkait Berita Presiden Lai Dikecam Publik, Berikut Klarifikasi Kantor Perwakilan Taiwan di Indonesia

Terkait Berita Presiden Lai Dikecam Publik, Berikut Klarifikasi Kantor Perwakilan Taiwan di Indonesia

Global
Kredibilitas Biden Dipertanyakan Setelah Serangan Brutal Israel ke Rafah

Kredibilitas Biden Dipertanyakan Setelah Serangan Brutal Israel ke Rafah

Global
Melihat Dampak dari Mengakui Palestina sebagai Negara

Melihat Dampak dari Mengakui Palestina sebagai Negara

Internasional
Israel Klaim Senjatanya Sendiri Tak Mungkin Picu Kebakaran Besar yang Tewaskan 45 Orang di Rafah

Israel Klaim Senjatanya Sendiri Tak Mungkin Picu Kebakaran Besar yang Tewaskan 45 Orang di Rafah

Global
Bagaimana Rencana 'The Day After' Bisa Bantu Mengakhiri Perang di Gaza

Bagaimana Rencana "The Day After" Bisa Bantu Mengakhiri Perang di Gaza

Internasional
Jelang Pemilu, Meksiko Akan Kerahkan 27.000 Tentara dan Garda Nasional

Jelang Pemilu, Meksiko Akan Kerahkan 27.000 Tentara dan Garda Nasional

Global
Saat Politikus AS Nikki Haley Tulis 'Habisi Mereka' di Rudal Israel...

Saat Politikus AS Nikki Haley Tulis "Habisi Mereka" di Rudal Israel...

Global
Rangkuman Hari Ke-825 Serangan Rusia ke Ukraina: Zelensky Minta Dunia Tak Bosan | Putin Wanti-wanti Barat soal Senjata

Rangkuman Hari Ke-825 Serangan Rusia ke Ukraina: Zelensky Minta Dunia Tak Bosan | Putin Wanti-wanti Barat soal Senjata

Global
Tragedi di Desa Yahidne Dinilai Jadi Gambaran Rencana Putin atas Ukraina

Tragedi di Desa Yahidne Dinilai Jadi Gambaran Rencana Putin atas Ukraina

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com