Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irvan Maulana
Direktur Center of Economic and Social Innovation Studies (CESIS)

Peneliti dan Penulis

COP27 dan Geopolitik Mineral Kritis

Kompas.com - 11/11/2022, 12:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PARA pemimpin dunia sedang berembuk di Sharm El Sheikh, Mesir, dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim PBB (COP27). Konferensi tahun ini membawa beban tantangan iklim yang menjadi ancaman besar yang dihadapi umat manusia.

Ancaman tersebut menjadi determinan meningkatnya volatilitas pasar energi global, kenaikan harga energi, krisis ketahanan pangan, dan perang yang tak kunjung berakhir.

Distorsi tersebut menyebabkan masalah rantai pasok energi dan mineral kritis (mineral yang jumlahnya terbatas yang digunakan untuk teknologi berbasis energi bersih dan terbarukan) sehingga menghambat percepatan transisi ke energi bersih. Karena itu, dunia perlu fokus memperluas pasokan mineral kritis seperti grafit, nikel, kobalt, litium, dan semua mineral turunannya.

Baca juga: Krisis Energi Global, Kementerian ESDM Ingin Percepatan Transisi Energi Jadi Komitmen KTT G20

Masalahnya, kontestasi geopolitik atas akses mineral kritis semakin sengit, sebab mendapatkan pasokan mineral kritis yang memadai merupakan hambatan utama yang dihadapi, baik dekarbonisasi global maupun keamanan internasional.

Bukan mustahil suhu geopolitik dunia suatu saat akan dipengaruhi politik mineral kritis yang diperebutkan, menggantikan geopolitik energi fosil. Kontestasi mineral kritis akan semakin ketat sebab ekspektasi permintaan mineral kritis akan meningkat seiring transisi dunia dari bahan bakar fosil.

Kendaraan listrik (EV), misalnya, tumbuh pesat dengan pangsa pasar otomotif secara keseluruhan mencapai 17 persen dari total penjualan mobil di Eropa pada 2021 dan 35 persen di China pada 2022. Hampir setiap produsen mobil besar bahkan berencana hanya memproduksi EV pada akhir dekade ini.

Tentu saja, ambisi itu akan membutuhkan jutaan ton lithium, grafit, nikel, dan mineral lain yang saat ini belum dieksploitasi dan akan dieksploitasi secara besar-besaran di tahun-tahun mendatang.

Kita lihat saja permintaan baterai untuk EV yang menyebabkan permintaan lithium global naik 75 persen. Menurut laporan mineral kritis terbaru dari Badan Energi Internasional (IEA), akan semakin banyak mineral yang relatif langka (kritis) yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan dunia akan energi bersih.

Pada tahun 2040, sektor energi bersih akan membutuhkan lebih dari 60 persen kobalt dan nikel dunia, 40 persen tembaganya, dan 80 persen lithiumnya. Dalam skenario pertumbuhan tinggi, permintaan mineral akan meningkat 400 persen pada tahun 2040.

Intinya, untuk mengurangi emisi, mengurangi perubahan iklim, dan mencapai transisi energi yang cepat, dunia akan membutuhkan jumlah besar mineral kritis baru. Itu berarti tantangan baru untuk membangun rantai pasokan yang transparan, pasar yang diatur dengan baik, serta mengubah pola ketegangan dan aliansi geopolitik.

Saat ini, China bisa dibilang negara paling penting dalam rantai pasokan mineral kritis, menguasai 68 persen nikel dunia dan 59 persen lithiumnya. China juga mempertahankan 78 persen kapasitas baterai lithium dunia dan 84 persen kapasitas manufaktur panel surya global.

Posisi Indonesia

Ironisnya, meski Indonesia “mengandung” cadangan nikel terbesar di dunia, namun nilai tambah pemurnian nikel masih dikuasai investor asing. Padahal Indonesia merupakan produsen nikel terbesar di dunia, menghasilkan 38 persen dari total pasokan global. Ini memegang seperempat dari cadangan logam dunia.

Baca juga: Menteri ESDM: Pengolahan dan Pemurnian Mineral Kritis Wajib Dilakukan

Rusia memasok seperlima dari nikel dengan kemurnian tinggi yang digunakan dalam baterai, sementara Kanada dan Australia juga merupakan produsen nikel besar.

Indonesia diperkirakan tetap akan menjadi sumber pertumbuhan terbesar di tahun-tahun mendatang. Namun, Indonesia saat ini masih bergantung pada dominasi perusahaan asing seperti Tsingshan dari China, produsen baja nirkarat terbesar di dunia, dan Vale Brasil untuk mengekstraksi nikel.

Selain itu, dominasi mineral kritis China juga menjadi elemen ketegangan geopolitik dengan Amerika Serikat (AS). Tak tanggung-tangung, Strategi Keamanan Nasional (NSS) dan Strategi Pertahanan Nasional (NDS) terbaru Amerika Serikat sedang diformat ulang dengan sumber daya energi sebagai titik fokus utamanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Majikan Ditemukan Meninggal, PRT Ini Sebut karena Bunuh Diri dan Diwarisi Rp 43,5 Miliar

Majikan Ditemukan Meninggal, PRT Ini Sebut karena Bunuh Diri dan Diwarisi Rp 43,5 Miliar

Global
Membaca Arah Kepemimpinan Korea Utara dari Lagu Propaganda Terbaru

Membaca Arah Kepemimpinan Korea Utara dari Lagu Propaganda Terbaru

Internasional
Apa Saja yang Perlu Diketahui dari Serangan Israel di Rafah?

Apa Saja yang Perlu Diketahui dari Serangan Israel di Rafah?

Global
AS Disebut Hentikan Pengiriman 3.500 Bom ke Israel karena Kekhawatiran akan Serangan ke Rafah

AS Disebut Hentikan Pengiriman 3.500 Bom ke Israel karena Kekhawatiran akan Serangan ke Rafah

Global
Rangkuman Hari Ke-804 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Dilantik untuk Periode Ke-5 | Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky

Rangkuman Hari Ke-804 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Dilantik untuk Periode Ke-5 | Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky

Global
Jepang Dinilai Joe Biden Xenofobia, Benarkah?

Jepang Dinilai Joe Biden Xenofobia, Benarkah?

Internasional
AS Optimistis Usulan Hamas Direvisi Lancarkan Gencatan Senjata di Gaza

AS Optimistis Usulan Hamas Direvisi Lancarkan Gencatan Senjata di Gaza

Global
6 Bulan Jelang Pilpres AS, Siapa Bakal Cawapres Trump?

6 Bulan Jelang Pilpres AS, Siapa Bakal Cawapres Trump?

Global
Kabinet Perang Israel Putuskan Lanjutkan Operasi di Rafah Gaza meski Dikecam Internasional

Kabinet Perang Israel Putuskan Lanjutkan Operasi di Rafah Gaza meski Dikecam Internasional

Global
Saat Protes Pro-Palestina oleh Mahasiswa Menyebar di Belanda, Jerman, Perancis, Swiss, dan Austria...

Saat Protes Pro-Palestina oleh Mahasiswa Menyebar di Belanda, Jerman, Perancis, Swiss, dan Austria...

Global
Israel Didesak Buka Kembali Penyeberangan Rafah Gaza, AS Ikut Bersuara

Israel Didesak Buka Kembali Penyeberangan Rafah Gaza, AS Ikut Bersuara

Global
[POPULER GLOBAL] Hamas Setujui Usulan Gencatan Senjata | Pielieshenko Tewas Bela Ukraina

[POPULER GLOBAL] Hamas Setujui Usulan Gencatan Senjata | Pielieshenko Tewas Bela Ukraina

Global
Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky yang Dirancang Rusia

Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky yang Dirancang Rusia

Global
Polisi Bubarkan Demo Mahasiswa Pro-Palestina di Amsterdam dan Berlin

Polisi Bubarkan Demo Mahasiswa Pro-Palestina di Amsterdam dan Berlin

Global
OPCW: Tuduhan Penggunaan Senjata Kimia di Ukraina Tidak Cukup Bukti

OPCW: Tuduhan Penggunaan Senjata Kimia di Ukraina Tidak Cukup Bukti

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com