Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konferensi Iklim COP27 Dimulai, Ini Penjelasan Kerugian dan Kerusakan bagi Negara Berkembang

Kompas.com - 07/11/2022, 12:02 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

Sumber Reuters

SHARM EL-SHEIKH, KOMPAS.com - Konferensi iklim COP27 yang diadakan PBB digelar di Kota Sharm El-Sheikh, Mesir, Minggu (6/11/2022) hingga Jumat (18/11/2022).

Hampir 200 negara yang menghadiri KTT COP27 akan membahas apakah negara-negara kaya harus membayar kompensasi kepada negara-negara rentan yang terkena bencana dipicu iklim.

Pembahasan konferensi COP27 mencakup bencana-bencana alam setahun terakhir, mulai dari banjir yang menewaskan lebih dari 1.700 orang di Pakistan, hingga tanaman yang mengering akibat kekeringan di China, Afrika, serta Amerika Serikat Barat.

Baca juga: Dihantam Banjir, Pakistan Juga Alami Lonjakan Kasus Demam Berdarah dan Malaria

Wacana perjanjian Loss and Damage (Kerugian dan Kerusakan) pun diapungkan kembali. Dikutip dari Reuters pada Senin (7/11/2022), berikut adalah penjelasannya.

1. Apa yang dimaksud Kerugian dan Kerusakan?

Dalam konferensi iklim PBB ini, frasa "Kerugian dan Kerusakan" mengacu pada biaya yang dikeluarkan akibat cuaca ekstrem, atau dampak yang dipicu iklim seperti naiknya permukaan laut.

Pendanaan iklim sejauh ini berfokus pada pengurangan emisi karbon dioksida dalam upaya mengekang perubahan iklim, sedangkan sekitar sepertiganya digunakan untuk proyek-proyek membantu masyarakat beradaptasi dengan dampak di masa depan.

Pendanaan Loss and Damage akan berbeda dalam hal biaya kompensasi yang tidak dapat dihindari atau diadaptasi suatu negara.

Namun, belum ada kesepakatan mengenai apa yang bisa dihitung sebagai kerugian dan kerusakan dalam bencana iklim, yang dapat mencakup infrastruktur serta properti rusak, ekosistem alam, atau aset budaya yang lebih sulit dinilai seperti pemakaman.

Laporan oleh 55 negara rentan pada Juni 2022 memperkirakan, kerugian gabungan terkait iklim selama 20 tahun terakhir berjumlah sekitar 525 miliar dollar AS (Rp 8,23 kuadriliun), atau sekitar 20 persen dari PDB kolektif mereka.

Beberapa penelitian menunjukkan, pada 2030 kerugian tersebut dapat mencapai 580 miliar (Rp 9 kuadriliun) per tahun.

Baca juga: COP26 Rampung, Diwarnai Drama Batu Bara di Menit-menit Terakhir

2. Siapa yang membayar dan dibayar?

Ilustrasi perubahan iklim.SHUTTERSTOCK/PARABOL STUDIO Ilustrasi perubahan iklim.
Inilah pertanyaan yang menjadi kontroversi.

Menurut negara-negara rentan dan para aktivis, negara-negara kaya yang menyebabkan sebagian besar perubahan iklim dengan emisi harus membayar.

Namun, Amerika Serikat dan Uni Eropa menolak argumen tersebut, karena khawatir akan tambahan tanggung jawab.

Jika negara-negara setuju mengucurkan dana, mereka perlu membicarakan perincian seperti dari mana uang itu berasal, berapa banyak negara kaya yang harus membayar, dan negara mana atau bencana macam apa yang bisa dikompensasi.

Baca juga: Perubahan Iklim Dapat Tingkatkan Risiko Penyebaran Virus

Uni Eropa serta AS memblokade proposal tersebut pada COP26 tahun lalu, dan sebaliknya menyetujui dialog tanpa tujuan akhir yang jelas.

Selama sebulan terakhir mereka menunjukkan lebih banyak keterbukaan untuk membahas kompensasi di COP27, tetapi masih berhati-hati dalam memutuskan kucuran dana.

Baru sedikit negara yang membuat komitmen pendanaan simbolis kecil untuk perjanjian Loss and Damage, yaitu Denmark, Skotlandia, ditambah wilayah Wallonia di Belgia.

Beberapa dana PBB dan bank pembangunan yang ada memang membantu negara-negara menghadapi kerugian dan kerusakan, tetapi tidak secara resmi dialokasikan untuk tujuan itu.

Baca juga: 2022 Jadi Tahun yang Mengkhawatirkan bagi Anak-anak akibat Perubahan Iklim

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com