Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banjir Maut di Pakistan Buktikan Kian Parahnya Perubahan Iklim di Negara Miskin

Kompas.com - 07/09/2022, 13:28 WIB
Tito Hilmawan Reditya

Penulis

Sumber Yahoo News

COLOMBO, KOMPAS.com - Serangkaian banjir mematikan di Pakistan menunjukkan bagaimana negara Asia Selatan dan negara berkembang lainnya menanggung beban yang tidak proporsional dari perubahan iklim.

Dilansir Yahoo News, menurut para pakar, karena musim hujan yang sangat intens, sekitar sepertiga daratan Pakistan telah terendam, berukuran lebih dari 95.000 mil persegi, atau kira-kira seukuran Wyoming.

Pemerintah Pakistan telah melaporkan bahwa lebih dari 1.300 orang telah tewas, 1,2 juta rumah telah hancur dan kerusakan properti diperkirakan mencapai 10 miliar dollar AS.

Baca juga: Area Setara Dua Kali Luas Pulau Jawa Terendam di Pakistan, Negara Kaya Dituntut Bayar Reparasi

Dengan PDB per kapita kurang dari 1.600 dollar AS, Pakistan menyumbang kurang dari 1 persen emisi gas rumah kaca global meskipun populasinya besar.

Tetapi Pakistan adalah salah satu negara yang paling berisiko terhadap perubahan iklim karena iklimnya yang hangat dan basah.

Lebih dari 33 juta dari 220 juta penduduk Pakistan berada di daerah yang saat ini terkena banjir.

Hasil panen yang hilang telah menyebabkan harga pangan yang lebih tinggi, berkontribusi pada peningkatan 27 persen dalam indeks harga konsumen negara itu pada bulan Agustus, tingkat bulan-ke-bulan tertinggi dalam 27 tahun.

Baca juga: Wabah Penyakit Serius Ancam Pakistan setelah Dilanda Banjir Besar

Meskipun negara ini selalu mengalami hujan lebat di musim panas, risiko banjir diperburuk oleh perubahan iklim, karena suhu rata-rata yang lebih hangat menyebabkan curah hujan yang lebih ekstrem.

"Curah hujan ekstrem yang kami lihat konsisten dengan apa yang kami harapkan dari perubahan iklim, karena saat Anda menghangatkan atmosfer, udara dapat menahan lebih banyak air sehingga Anda mendapatkan lebih banyak peristiwa curah hujan ekstrem,” kata Kristy Dahl, ilmuwan iklim utama untuk program Iklim dan Energi di Union of Concerned Scientists.

Pakistan juga menderita gelombang panas yang lebih parah, yang mungkin berperan dalam banjir.

Ini ditambah getser yang mencair di pegunungan meningkatkan ketinggian air di sungai yang sekarang meluap.

Baca juga: Citra Satelit Tampilkan Sisi Ekstrem Banjir Pakistan, Daratan Berubah Jadi Danau Seluas 100 Km

Musim semi ini, kota Jacobabad di Pakistan mengalami suhu 51 hari berturut-turut yang menembus 100 derajat Fahrenheit.

Sebuah laporan oleh inisiatif Atribusi Cuaca Dunia menyimpulkan bahwa panas yang luar biasa dibuat 30 kali lebih mungkin oleh perubahan iklim.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Rangkuman Hari Ke-814 Serangan Rusia ke Ukraina: Rusia Serang Kharkiv | Drone Ukraina Tewaskan 2 Orang

Rangkuman Hari Ke-814 Serangan Rusia ke Ukraina: Rusia Serang Kharkiv | Drone Ukraina Tewaskan 2 Orang

Global
Serang Israel, Hezbollah Gunakan Senjata Baru Ini

Serang Israel, Hezbollah Gunakan Senjata Baru Ini

Global
Tanggapi Pertemuan Putin-Xi Jinping, Gedung Putih: Bagus untuk Mereka

Tanggapi Pertemuan Putin-Xi Jinping, Gedung Putih: Bagus untuk Mereka

Global
Pasukan Israel Temukan 3 Jenazah Sandera di Gaza

Pasukan Israel Temukan 3 Jenazah Sandera di Gaza

Global
Penembakan di Afghanistan, 3 Turis Spanyol Tewas, 7 Lainnya Terluka

Penembakan di Afghanistan, 3 Turis Spanyol Tewas, 7 Lainnya Terluka

Global
[POPULER GLOBAL] Spanyol Tolak Kapal Bawa 27 Ton Bahan Peledak | Pasokan Medis Tak Bisa Masuk Gaza

[POPULER GLOBAL] Spanyol Tolak Kapal Bawa 27 Ton Bahan Peledak | Pasokan Medis Tak Bisa Masuk Gaza

Global
WHO: Tak Ada Pasokan Medis Masuk ke Gaza Selama 10 Hari

WHO: Tak Ada Pasokan Medis Masuk ke Gaza Selama 10 Hari

Global
PM Slovakia Jalani Operasi Baru, Kondisinya Masih Cukup Serius

PM Slovakia Jalani Operasi Baru, Kondisinya Masih Cukup Serius

Global
Warga Sipil Israel Kembali Berulah, Truk Bantuan di Tepi Barat Dibakar

Warga Sipil Israel Kembali Berulah, Truk Bantuan di Tepi Barat Dibakar

Global
13 Negara Ini Desak Israel agar Menahan Diri dari Invasinya ke Rafah

13 Negara Ini Desak Israel agar Menahan Diri dari Invasinya ke Rafah

Global
Kera Tergemuk di Thailand Mati karena Sering Diberi Permen dan Minuman Manis

Kera Tergemuk di Thailand Mati karena Sering Diberi Permen dan Minuman Manis

Global
Israel: Kasus Genosida di Pengadilan PBB Tak Sesuai Kenyataan

Israel: Kasus Genosida di Pengadilan PBB Tak Sesuai Kenyataan

Global
Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Internasional
Korut Tembakkan Rudal Balistik Tak Dikenal, Ini Alasannya

Korut Tembakkan Rudal Balistik Tak Dikenal, Ini Alasannya

Global
Siapa 'Si Lalat' Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Siapa "Si Lalat" Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com