Setelah berita kenaikan diumumkan minggu lalu, ribuan orang menggelar protes di pompa bensin di seluruh negeri, dalam adegan yang mengingatkan pada krisis Sri Lanka, menyerukan agar kenaikan itu dibatalkan.
Baca juga: Jutaan Korban Banjir Mematikan di Bangladesh dan India Menanti Bantuan
Protes di Bangladesh terjadi secara sporadis, tetapi kemarahan dan kebencian semakin meningkat.
Meski demikian, Menteri Energi Bangladesh yakin negaranya akan terhindar dari nasib Sri Lanka, meski cadangan devisanya turun.
Pada Juli, Bangladesh - yang ekonominya sempat dipuji sebagai salah satu yang tumbuh paling cepat di dunia - menjadi negara Asia Selatan ketiga yang mencari pinjaman dari Dana Moneter Internasional (IMF), setelah Sri Lanka dan Pakistan.
Namun bagi Mossammad Zakia Sultana, yang hampir tidak mampu membayar ongkos bus untuk mengantar anaknya berobat karena sakit, bantuan apa pun akan terlambat.
Tarif angkutan umum naik karena melonjaknya biaya bahan bakar. Akibatnya dia hanya mampu melakukan perjalanan yang paling penting.
Berbicara kepada BBC di bus dalam perjalanan ke rumah sakit bersama putri remajanya, dia mengatakan bahwa kenaikan harga pangan baru-baru ini telah memukulnya dengan keras.
“Tidak hanya tarif bus yang naik, harga semua barang di pasar juga meningkat, sehingga saya kesulitan membiayai pengeluaran keluarga saya,” katanya.
Baca juga: Rohingya di Bangladesh Minta Dipulangkan: Pengungsi seperti Hidup di Neraka
"Bukan hanya tarif bus. Becak dan angkutan lainnya sudah naik, jadi keluar rumah saja sudah susah."
Di daerah yang lebih terpencil di Dinajpur, ceritanya serupa. Sheuli Hazda bekerja di sawah di distrik penghasil beras di Phulbari.
Dia mengaku bahkan hampir tidak mampu membeli makanan yang dia tanam.
“Dengan kenaikan harga BBM yang tiba-tiba, biaya bertani menjadi sangat mahal,” katanya.
"Gaji kami hampir tidak menutupi biaya hidup kami. Semuanya sangat mahal, kami tidak dapat membeli jatah yang cukup untuk memberi makan anak-anak kami."
Ketika biaya hidup meningkat di Bangladesh, orang-orang seperti Sheuli mengatakan penghasilan mereka menjadi tidak berharga.
"Jika pemerintah tidak segera menurunkan harga BBM, kami akan mati kelaparan."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.