Penulis: Arif Budiman/VOA Indonesia
PASADENA, KOMPAS.com - Seorang mantan pemain sepak bola terkenal Indonesia mengejar mimpi menjadi pemain profesional, tidak hanya di Tanah Air tapi juga di Amerika Serikat.
Namun, nasib berkata lain. Ia malah sukses jadi pengusaha kuliner di "Negeri Paman Sam" dan bahkan mendapat penghargaan bergengsi untuk orang-orang muda berprestasi yang disebut “40 under 40”.
Sekitar 15 tahun lalu, ketika mendengar Cornelius Dipo Alam, orang selalu mengaitkannya dengan pemain sepak bola muda asal Jakarta yang hijrah ke Amerika Serikat untuk bersekolah, meningkatkan keahliannya memainkan si bundar, dan berambisi menjadi anggota tim nasional sepak bola Indonesia yang berlaga di ajang-ajang internasional.
Baca juga: Kenapa Amerika Disebut Negeri Paman Sam dan Siapa Uncle Sam?
Kini, nama Dipo (33), lebih erat kaitannya dengan pebisnis waralaba kuliner asal Indonesia yang sukses di Amerika. Ia memiliki lebih dari 40 gerai kuliner di tujuh negara bagian di Amerika, namun tetap memiliki perhatian khusus pada perkembangan dunia sepak bola.
Jejak Dipo di dunia sepak bola sudah lama mengundang decak kagum. Setelah terpilih mewakili Tim DKI Jakarta di kompetisi Liga Bogasari untuk usia di bawah 15 tahun, ia kembali ditunjuk mewakili kesebelasan DKI Jakarta untuk tampil di Liga Suratin di bawah usia 18 tahun.
Sampai akhirnya ia terpilih masuk ke dalam Indonesian Football Academy, sekolah khusus dengan seleksi ketat yang melatih para pemain sepak bola muda berbakat.
Dipo pun sempat bergabung dengan Chivas USA, Turbo FC, LA Legends, LA Blues, dan Deportivo Knights.
Karena begitu berprestasinya, di usia 23 tahun, pada tahun 2012, ia sempat dipanggil pulang ke Indonesia oleh PSSI (Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia) untuk memperkuat tim nasional.
Karena syarat menjadi anggota timnas adalah bergabung dengan salah satu klub sepak bola, ia pun sempat melakukan trial dengan Persebaya (Surabaya), Sriwijaya (Palembang), Arema (Malang), dan Persijap (Jepara).
Mengapa Dipo meninggalkan dunia sepak bola? Alasannya, sederhana, karena pada 2015 Indonesia mendapat sanksi dari Federasi Sepak Bola Internasioal (FIFA) yang membuat tim nasional Indonesia dan seluruh klub asal Tanah Air tidak bisa berlaga di kompetisi-kompetisi resmi FIFA dan AFC (Konfederasi Sepak Bola Asia).
Atau singkat kata, larangan FIFA yang terlahir karena intervensi Pemerintah Indonesia terhadap sepak bola Indonesia itu, dunia sepak bola profesional Tanah Air menjadi gelap gulita.
Baca juga:
“Pas sepak bola Indonesia di-banned itulah, aku sudah 100 persen bilang aku tidak bisa main bola lagi, dan memutuskan pensiun dan fokus ke bisnis,” jelasnya.