Pemerintah berdalih kebijakan ini sebagai bagian dari upaya Sri Lanka untuk menjadi negara pertanian organik pertama di dunia, tetapi dampaknya sangat buruk.
Sebanyak sepertiga dari ladang pertanian negara itu ditinggalkan para petani dan penurunan hasil yang diakibatkannya memukul produksi teh, padahal merupakan komoditas ekspor yang vital.
Kebijakan itu akhirnya dicabut pada akhir 2021 setelah protes dari pekerja pertanian dan melonjaknya harga pangan.
Baca juga: Negara Bangkrut, Sri Lanka Minta Perantau Kirim Uang untuk Dibelikan Makanan
Pada akhir 2021, cadangan devisa Sri Lanka menyusut dari 7,5 miliar dollar AS (Rp 109,95 triliun) menjadi 2,7 miliar dollar AS (Rp 39,58 triliun).
Para pedagang mulai kesulitan mencari sumber mata uang asing untuk membeli barang-barang impor.
Bahan makanan pokok seperti beras, lentil, gula, dan susu bubuk mulai menghilang dari rak-rak toko, dan supermarket terpaksa menjatahnya.
Kemudian SPBU mulai kehabisan bensin dan minyak tanah, yang berdampak pada utilitas tidak dapat membeli cukup minyak untuk memenuhi permintaan listrik.
Antrean panjang sekarang terlihat setiap hari di penjuru Sri Lanka. Orang-orang menunggu berjam-jam untuk membeli sedikit persediaan bahan bakar, sementara pemadaman listrik membuat sebagian besar ibu kota Colombo dalam kegelapan setiap malam.
Baca juga: Awal Mula Krisis Sri Lanka: Gagal Bayar Utang, Bangkrut, hingga Darurat Nasional
Akan tetapi, kebijakan tersebut gagal menopang keuangan Sri Lanka yang memburuk dan hanya memiliki sekitar 50 juta dollar AS (Rp 733 miliar) dalam valuta asing yang dapat digunakan pada awal Mei.
Sri Lanka sekarang dalam negosiasi untuk dana talangan dari IMF (Dana Moneter Internasional).
Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa mengundurkan diri pada Senin (9/5/2022) dalam upaya menenangkan publik setelah berminggu-minggu protes atas salah urus pemerintah.
Namun, kepala bank sentral Nandalal Weerasinghe pada Rabu (11/5/2022) mengatakan, jika pemerintahan baru tidak segera mengambil alih, Sri Lanka menghadapi keruntuhan ekonomi yang akan segera terjadi.
"Tidak ada yang bisa menyelamatkan Sri Lanka pada tahap itu," katanya.
Baca juga: Sri Lanka Bangkrut, Pembelian BBM Dibatasi, Motor 4 Liter, Mobil 19,5 Liter