COLOMBO, KOMPAS.com - Sri Lanka menderita krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaannya dari Inggris pada 1948.
Pemadaman listrik selama berbulan-bulan, kekurangan makanan, bahan bakar, dan obat-obatan membuat marah publik. Terhadi demo besar menuntut pengunduran diri pemerintah yang berujung kerusuhan Sri Lanka minggu ini.
Ada apa dengan Sri Lanka sebenarnya, kenapa Sri Lanka bangkrut dan penyebab Sri Lanka gagal bayar utang? Berikut ulasannya dikutip dari AFP, Kamis (12/5/2022).
Baca juga: Siapa Dinasti Rajapaksa di Sri Lanka dan Kenapa Dituduh Tak Becus Pimpin Negara
Di distrik Hambantota, sebuah pelabuhan besar sudah menjadi beban keuangan sejak mulai beroperasi, dengan total kerugian kini mencapai 300 juta dollar AS (Rp 4,4 triliun) dalam enam tahun.
Di dekatnya terdapat proyek mewah lain yang didukung China, yaitu pusat konferensi besar yang jarang dipakai sejak dibuka, dan bandara senilai 200 juta dollar AS (Rp 3 triliun) yang sempat kekurangan dana untuk membayar tagihan listriknya.
Proyek-proyek tersebut dibuat oleh keluarga Rajapaksa yang berkuasa, yang telah mendominasi politik Sri Lanka selama hampir 20 tahun terakhir.
Adik laki-lakinya, Gotabaya Rajapaksa, menggantikannya empat tahun kemudian dan menjanjikan bantuan ekonomi serta tindakan keras terhadap terorisme setelah serangan Minggu Paskah 2019 yang mematikan di Sri Lanka.
Beberapa hari setelah menjabat, Gotabaya menunjuk Mahinda sebagai perdana menteri dan mengumumkan pemotongan pajak terbesar dalam sejarah Sri Lanka, sehingga memperburuk defisit anggaran kronis.
Lembaga pemeringkat langsung menurunkan peringkat negara itu karena khawatir utang publik semakin tidak terkendali, sehingga mempersulit pemerintah untuk mendapatkan pinjaman baru.
Baca juga: Memahami Alasan Serius di Balik Bangkrutnya Sri Lanka
Kedatangan turis internasional turun menjadi nol dan pengiriman uang dari warga Sri Lanka yang bekerja di luar negeri mengering. Parahnya, dua hal itu adalah pilar ekonomi yang diandalkan pemerintah untuk membayar utangnya.
Tanpa sumber-sumber uang tunai luar negeri ini, pemerintahan Rajapaksa mulai menggunakan cadangan devisanya untuk membayar pinjaman.