Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AS Bentrok dengan China dan Rusia di Dewan Keamanan PBB Soal Korea Utara

Kompas.com - 12/05/2022, 10:00 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

GENEWA, KOMPAS.com - Amerika Serikat (AS) mengkritik China dan Rusia yang menentang tindakan lebih lanjut dari PBB untuk Korea Utara, sambil memperingatkan bahwa Dewan Keamanan "tidak bisa tinggal diam lagi" saat Pyongyang mempersiapkan uji coba nuklir ketujuh.

China dan Rusia mengambil sikap berlawanan dari AS di Dewan Keamanan PBB pada Rabu (12/5/2022), tentang bagaimana mengurangi ketegangan dengan Korea Utara.

Baca juga: Korea Utara Konfirmasi Kasus Covid-19 untuk Pertama Kalinya

Delegasi Washington memperdebatkan lebih banyak sanksi seharusnya dijatuhkan terhadap Pyongyang, sementara Beijing dan Rusia menyerukan pelonggaran.

Pertemuan darurat badan PBB, yang bertanggung jawab atas perdamaian dan keamanan global, terjadi di tengah kekhawatiran bahwa Korea Utara akan melanjutkan uji coba nuklir dalam beberapa minggu mendatang.

"Sudah waktunya untuk berhenti memberikan izin diam-diam dan mulai mengambil tindakan," kata duta besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield sebagaimana dilansir AFP pada Kamis (12/5/2022).

"Kita harus cepat bergerak untuk memperkuat... rezim sanksi, tidak mempertimbangkan keringanan sanksi."

Thomas-Greenfield menolak rancangan resolusi dari China dan Rusia, yang bertujuan untuk meringankan sanksi yang dikenakan pada 2017. Dua anggota tetap DK PBB itu sama-sama memiliki hak veto anggota dewan seperti AS.

Baca juga: Resmi Dilantik, Presiden Baru Korea Selatan Tawarkan Imbalan Denuklirisasi ke Korea Utara

Dia mengatakan delegasi Beijing dan Moskwa justru mendekati akhir negosiasi pada teks terpisah dari AS terpisah yang bermaksud memperbarui sanksi.

"Kita tidak bisa menunggu sampai (Korea Utara) melakukan tindakan provokatif, ilegal, berbahaya tambahan seperti uji coba nuklir. Kita perlu angkat bicara sekarang," katanya.

Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun menyebut kemungkinan eskalasi "mengkhawatirkan" dan menyerukan agar "menahan diri". Sanksi yang diperketat dalam suasana ketidakpercayaan menurutnya "tidak konstruktif."

"Apa yang ingin dihindari China adalah uji coba nuklir baru," katanya kepada AFP setelah pertemuan itu.

“Makanya kami tidak ingin ada sanksi tambahan yang bisa memaksa salah satu pihak mengambil tindakan lebih proaktif.

"Perundingan lebih baik daripada tindakan pemaksaan. Kami telah melihat begitu banyak tindakan pemaksaan di dunia, di Suriah, di Irak dan Afghanistan. Pernahkah Anda melihat hasil yang baik? Apa yang kami lihat hanyalah penderitaan kemanusiaan."

Baca juga: Jepang Gelar Simulasi Evakuasi di Tengah Kekhawatiran Rentetan Uji Coba Rudal Korea Utara

"Sayangnya, AS telah menutup mata terhadap proposal yang masuk akal dari China dan anggota dewan terkait lainnya, dan tetap terpikat takhayul kekuatan magis sanksi," kata Zhang kepada dewan.

Wakil Duta Besar Rusia Anna Yevstigneeva juga menganjurkan resolusi yang diusulkan dengan China dan menyerukan dimulainya kembali dialog.

Pyongyang telah secara dramatis meningkatkan peluncuran rudal dan mengabaikan sanksi. Lebih dari selusin uji coba senjata dilakukan sejak Januari, termasuk menembakkan rudal balistik antarbenua pada jarak penuh untuk pertama kalinya sejak 2017.

Pertemuan Dewan Keamanan Rabu (11/5/2022) terjadi satu hari setelah pelantikan presiden baru Korea Selatan Yoon Suk-yeol, yang telah bersumpah untuk bersikap keras terhadap Pyongyang.

Sementara itu, citra satelit menunjukkan Korea Utara mungkin juga bersiap melanjutkan uji coba nuklir Kore Utara.

Departemen Luar Negeri AS pekan lalu memperingatkan bahwa uji coba bisa dilakukan "pada awal bulan ini."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Global
143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

Global
Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Global
Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Global
Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Global
PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

Global
Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Global
4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

Global
Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Global
Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com