Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Barat vs Rusia dan Risiko Penggunaan Senjata Nuklir Saat Ini

Kompas.com - 03/04/2022, 20:29 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber AP

 

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Serangan Rusia ke Ukraina dan ancaman terselubungnya untuk menggunakan senjata nuklir, membuat pembuat kebijakan berpikir soal bagaimana seharusnya Barat harus merespons jika bom atom benar-benar dijatuhkan?

Mengacu pada ketentuan manual kebijakan Amerika Serikat (AS), beberapa arsitek tatanan nuklir pasca-Perang Dingin menilai penindakan dan pengekangan harus dilakukan.

Baca juga: Turunkan Ketegangan Nuklir dengan Rusia, AS Batalkan Uji Coba Rudal Balistik Antarbenua

Wakil sekretaris jenderal NATO dari 2016 hingga 2019 Rose Gottemoeller mengatakan, jika nuklir digunakan maka sanksi dan isolasi bagi Presiden Rusia Vladimir Putin harus ditingkatkan.

Tetapi yang menjadi kekhawatiran bersama adalah tidak ada yang bisa mengandalkan akal yang tenang untuk menangani situasi seperti itu, dan kehidupan nyata jarang berjalan sesuai rencana.

Para pemimpin dunia akan marah, tersinggung, takut. Miskomunikasi dan kebingungan bisa merajalela. Sedangkan adanya peretas bisa menambah kekacauan.

Risiko terburuk

Jika sudah demikian, dorongan untuk melakukan pembalasan yang keras diyakini akan muncul. Artinya, pembalasan mungkin dilakukan dengan rudal bermuatan nuklir yang mampu bergerak lebih cepat daripada kecepatan suara.

Baca juga: Rusia Singgung Lagi Soal Kemungkinan Penggunaan Nuklir

Direktur program untuk Eropa dan Asia Tengah di International Crisis Group Olga Oliker mengakui besarnya risiko itu terjadi, melihat sejumlah latihan perang Rusia-AS di masa lalu.

“Ketika pejabat dan ahli militer dan sipil melakukan ‘permainan perang Rusia-AS’ akibat ketegangan nuklir di masa lalu, latihan di atas meja terkadang berakhir dengan peluru kendali nuklir melintasi benua dan lautan, menyerang ibu kota Eropa dan Amerika Utara, menewaskan jutaan orang dalam beberapa jam, katanya.

“Dan, Anda tahu segera, Anda baru saja memulai perang termonuklir global (dalam latihan itu),” kata Oliker.

Hal itu menurutnya adalah skenario yang ingin dihindari para pejabat, bahkan jika Rusia menargetkan Ukraina dengan bom nuklir.

Kebijakan nuklir AS

Gottemoeller, kepala negosiator nuklir AS dengan Rusia untuk pemerintahan Obama, mengatakan bahwa garis besar kebijakan nuklir Presiden AS Joe Biden sejauh ini tetap dengan kebijakan pemerintahan sebelumnya. Yakni senjata atom hanya digunakan dalam "keadaan ekstrim."

“Dan satu demonstrasi penggunaan nuklir Rusia, atau – kondisi terburuk – penggunaan nuklir di Ukraina, saya pikir tidak akan naik ke tingkat itu”, sampai menuntut tanggapan nuklir AS, kata Gottemoeller, yang sekarang menjadi dosen di Universitas Stanford sebagaimana dilansir AP.

Baca juga: Tolak Ditekan, Kim Jong Un Nyatakan Korea Utara Akan Terus Kembangkan Kekuatan Nuklir yang Tangguh

Sementara itu mantan Senator Sam Nunn, seorang Demokrat Georgia, yang selama hampir seperempat abad di Kongres membantu membentuk kebijakan nuklir global, menilai pilihan penggunaan nuklir Barat harus tetap di atas meja.

“Itulah doktrin penghancuran bersama yang sudah ada sejak lama,” kata Nunn, sekarang penasihat strategis organisasi keamanan Prakarsa Ancaman Nuklir, yang ia dirikan bersama rekan lainnya.

Menurutnya, dunia berada dalam risiko tinggi perang nuklir dan pertukaran nuklir, jika Presiden Putin atau negara lain menggunakan senjata nuklir terlebih dahulu bukan sebagai tanggapan atas serangan nuklir atau atas ancaman eksistensial terhadap negara mereka sendiri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com