Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Berry Manurung
Penulis

Hobi nulis di berbagai media daring nasional dan lokal. Penulis dua buah buku yaitu Nulis Aja Kok Repot dan Daya Ungkit Bonus Demografi Indonesia. 

Memupus Perang dan Renungan Perdamaian Dunia

Kompas.com - 17/03/2022, 14:54 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Mata ganti mata hanya berakhir membuat seluruh dunia buta

Mungkin, susunan huruf demi huruf di atas sepertinya hanya sekadar terkesan pesan nasihat bijak sok filosofis dari seorang pujangga atau maestro puisi.

Tapi, tunggu dulu, bagaimana jika saya beritahu, pribadi yang pernah menuturkan itu adalah seorang manusia peraih Nobel Perdamaian.

Tokoh sentral kemerdekaan India yang saat ini telah berpenduduk lebih 1,4 miliar, lepas dari penjajahan negara Inggris pada tahun 1947 tanpa sepucuk senjata pun?

Anda yang mungkin disebut generasi-Z, boleh jadi terkejut mengetahui hal tersebut. Kok, bisa-bisanya sebuah negara merdeka tanpa bedil?

Mahatma GandhiAP PHOTO Mahatma Gandhi
Mahatma Gandhi adalah tokoh yang sedang kita bicarakan itu.

Seorang anak yang mungkin bisa dikatakan keajaiban terlahir di belahan dunia timur dengan kelembutan dan kekerasan hati bajanya mampu menuntun negeri tiga singa kembali kekandangnya.

Kisah heroik kemerdekaan ini mungkin terlihat tidak gagah karena jauh dari terjangan desingan peluru atau seperti gambaran film-film Hollywood yang selalu berkisah prajurit dengan seragam berlambang bendera negara dan kucuran darah di dahi serta keberanian menyelamatkan rekan dan pada akhirnya dilekatkan atribut penghargaan negara, sekaligus berakhir dengan kemenangan gemilang setelah berbagai perangkat canggih senjata menghujami tubuh manusia lain yang kalah dan dianggap musuh negara.

Tidak, tidak seperti itu. Inilah mungkin yang harus perlu kita sampaikan lebih masif lagi kepada insan setiap negara yang ada di muka bumi, bahwa pilihan jalan Ahimsa yang dipraktikkan Gandhi adalah jalan sebuah kedamaian tanpa kekerasan memang terbukti mampu meluluhkan kekerasan hati dan pikiran manusia. Siapapun itu.

Sebuah upaya yang menyatakan diri bahwa manusia pada dasarnya tidak menginginkan sengketa yang menumpahkan darah sesama.

Karakter yang sebenarnya ada dalam setiap hati dan pikiran manusia. Cara-cara yang sering kita baca pada ajaran kitab suci.

Mendorong empati publik

Kita juga harus mendorong empati publik untuk tidak mendukung salah satu pihak, baik negara Rusia dan Ukraina, karena sesungguhnya kedua negara tersebut adalah bagian dari keluarga besar dunia.

Sudah cukup, kita dengarkan dan baca segala spekulasi para pengamat yang banyak terlihat analisanya lebih mengaitkan dengan posisi negara mana yang seharusnya didukung dan mana yang bukan.

Celakanya lagi, ruang opini pesohor dan diskusi dalam ranah daring dengan alat berbagai platform media sosial justru ramai dengan persetujuan narasi merebut wilayah dengan perang adalah hal lumrah jika sebuah negara merasa terancam!

Tentu saja argumen tersebut sudah usang, dangkal, berbahaya dan melanggar kemanusiaan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com