Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Berry Manurung
Penulis

Hobi nulis di berbagai media daring nasional dan lokal. Penulis dua buah buku yaitu Nulis Aja Kok Repot dan Daya Ungkit Bonus Demografi Indonesia. 

Memupus Perang dan Renungan Perdamaian Dunia

Kompas.com - 17/03/2022, 14:54 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Jika hal tersebut diyakini, maka jelas perang akan terjadi di berbagai belahan dunia lain dengan alasan tidak masuk akal tersebut.

Karena itu, sudah saatnya kita penuhi ruang diskusi lebih positif tanpa keberpihakan. Semakin progresif dengan turut serta mendorong pihak-pihak lembaga internasional agar perdamaian ke-2 negara lekas terlaksana.

Jika terus berlanjut, maka goncangan ekonomi di seluruh dunia akan mengakibatkan bencana sosial.

Kita melihat sekarang, bagaimana perlahan-lahan harga minyak dunia naik akibat dampak perang tersebut.

Jika ini dibiarkan berlarut-larut, sudah pasti memengaruhi postur anggaran setiap negara. Mudah kita tebak, negara kita dan negara berkembang lainnya akan menjadi korban.

Kita akan miris nantinya melihat kebutuhan pokok melonjak tajam. Kemiskinan membludak di depan mata.

Jika perang tersebut dibiarkan, sudah pasti akan merembet ke banyak sektor. UMKM yang saat ini masih terseok-seok bangkit akibat pandemi akan kian terjerembab.

Kita akan melihat kesehatan anak-anak menjadi rentan karena kekurangan asupan gizi akibat kesulitan makanan layak.

Dunia kerja akan minim. Kaum muda akan terbengkalai tanpa pekerjaan dan PHK sulit dihindari.

Pemerintah saat ini sudah memberikan warning kepada masyarakat akan lonjakan minyak dunia yang sudah menembus di atas 110 dollar AS per barel.

Ini tentu saja bukan situasi gampang bagi negara manapun dalam mengendalikan anggaran negara karena kebutuhan energi sebagian besar masih disubsidi.

Apalagi kita tahu, kedua negara tersebut merupakan bagian penyuplai energi terbesar dunia.

Banyak efek domino jika perang tersebut terus berlanjut. Kita tentu berharap ada langkah-langkah strategis dan bijaksana dari pemerintah Indonesia untuk segera mendorong negara-negara Asia bersatu mendorong perdamaian dan PBB khususnya agar mengambil keputusan terbaik bagi kedua negara.

Dibutuhkan kepercayaan dan sinergi kolektif lintas pemimpin benua untuk segera mewujudkan hal tersebut.

Sebagai penutup, pesan Nelson Mandela dan puisi ini rasanya layak direnungkan kembali: Orang harus belajar untuk membenci dan jika mereka bisa belajar membenci, mereka juga bisa diajarkan untuk mencintai orang lain, karena cinta lebih natural di hati manusia daripada kebencian.

Bagaimana mungkin?

Bagaimana mungkin kau mendukung perang,
Jika merasakan sakit perihnya luka tercabik pada dagingmu yang berdarah belum pernah kau alami
Bagaimana mungkin kau tahu rasanya sakitnya kematian akibat perang,
Jika hanya kehilangan binatang kesayanganmu saja, kau menangis tersedu-sedu.
Bagaimana mungkin kau tahu rasanya sendirian dan menggigil dalam kedinginan pekat malam di tengah perang
Jika hanya mendengar petir menghentak saja kau sudah terkejut dan takutnya alang kepalang
Bagaimana mungkin kau tahu, dirimu adalah manusia
Jika doamu hanya mengemis kesehatan, harta dan kebahagiaan
Sampai kau lupa, kedamaiaan sesamulah yang membuatmu mengalami hidup utuh sesungguhnya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com