Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terungkap Syarat AS ke Iran untuk Bisa Kembali Patuh ke Kesepakatan Nuklir 2015

Kompas.com - 24/01/2022, 15:01 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

WINA, KOMPAS.com - Amerika Serikat (AS) tidak mungkin mencapai konsensus dengan Iran untuk menyelamatkan kesepakatan nuklir 2015, kecuali jika Teheran membebaskan empat warga AS yang menurut Washington disandera.

Hal itu disampaikan pemimpin perunding nuklir AS dan utusan Khusus AS untuk Iran Robert Malley kepada kantor berita Reuters, Minggu (23/1/2022).

Baca juga: Menteri Iran Klaim Pembicaraan Nuklir Mendekati Kesepakatan yang Bagus

Dia mengulangi posisi lama AS bahwa masalah empat orang yang ditahan di Iran terpisah dari negosiasi nuklir, namun mengatakan pembebasan mereka menjadi pertimbangan untuk perjanjian nuklir.

“Mereka terpisah (kesepakatan nuklir dan sandera) dan kami mengejar keduanya. Tetapi saya akan mengatakan sangat sulit bagi kita untuk membayangkan kembali ke kesepakatan nuklir sementara empat orang Amerika yang tidak bersalah disandera oleh Iran,” kata Malley melansir Al Jazeera.

“Jadi, bahkan saat kami melakukan pembicaraan dengan Iran secara tidak langsung mengenai nuklir yang kami ajukan, sekali lagi secara tidak langsung, (ada) diskusi dengan mereka untuk memastikan pembebasan sandera kami,” ujarnya.

Wawancara itu dilakukan Malley dengan Reuters di Wina, di mana pembicaraan sedang berlangsung untuk membawa Washington dan Teheran kembali ke kepatuhan penuh dengan kesepakatan nuklir 2015.

Dalam beberapa tahun terakhir, Pengawal Revolusi elit Iran telah menangkap puluhan warga negara ganda dan orang asing, sebagian besar atas tuduhan spionase dan terkait keamanan.

Baca juga: 20 Januari 1981: Berakhirnya Krisis Penyanderaan Iran

Kelompok-kelompok hak asasi manusia menuduh Iran mengambil tahanan untuk mendapatkan pengaruh diplomatik. Sementara kekuatan Barat telah lama menuntut agar Teheran membebaskan warganya, yang mereka katakan adalah tahanan politik.

Teheran membantah menahan orang karena alasan politik.

Tuntutan disampaikan

Malley berbicara dalam wawancara bersama dengan Barry Rosen, mantan diplomat AS berusia 77 tahun yang melakukan mogok makan di Wina, untuk menuntut pembebasan tahanan AS, Inggris, Perancis, Jerman, Austria, dan Swedia di Iran, dan bahwa tidak ada kesepakatan nuklir yang dapat dicapai tanpa pembebasan mereka.

Rosen adalah salah satu dari lebih dari 50 diplomat AS yang ditahan selama krisis penyanderaan Iran 1979-1981.

"Saya telah berbicara dengan sejumlah keluarga sandera yang sangat berterima kasih atas apa yang dilakukan Rosen, tetapi mereka juga memintanya untuk menghentikan mogok makan, seperti saya, karena pesan telah dikirim," kata Malley.

Rosen mengatakan bahwa setelah lima hari tidak makan dia merasa lemah dan akan mengindahkan panggilan itu.

“Dengan permintaan dari Utusan Khusus Malley dan dokter saya dan yang lainnya, kami telah sepakat (bahwa) setelah pertemuan ini saya akan menghentikan mogok makan saya. Tetapi ini tidak berarti bahwa orang lain tidak akan mengambil alih tongkat estafet,” kata Rosen.

Baca juga: Video Animasi Serangan Drone untuk Membunuh Donald Trump Dirilis Pemimpin Tertinggi Iran

Pembicaraan tidak langsung antara Iran dan AS tentang membawa kedua negara kembali ke kepatuhan penuh dengan kesepakatan nuklir penting 2015 berada di putaran kedelapan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Saat Ratusan Ribu Orang Antar Presiden Iran Ebrahim Raisi ke Tempat Peristirahatan Terakhirnya...

Saat Ratusan Ribu Orang Antar Presiden Iran Ebrahim Raisi ke Tempat Peristirahatan Terakhirnya...

Global
Arab Saudi Setop Keluarkan Izin Umrah untuk Berlaku Sebulan

Arab Saudi Setop Keluarkan Izin Umrah untuk Berlaku Sebulan

Global
Kerusuhan dan Kekerasan Terjadi di Kaledonia Baru, Apa yang Terjadi?

Kerusuhan dan Kekerasan Terjadi di Kaledonia Baru, Apa yang Terjadi?

Global
[POPULER GLOBAL] 20 Penumpang Singapore Airlines di ICU | Israel Kian Dikucilkan

[POPULER GLOBAL] 20 Penumpang Singapore Airlines di ICU | Israel Kian Dikucilkan

Global
 Pertama Kali, Korea Utara Tampilkan Foto Kim Jong Un Beserta Ayah dan Kakeknya

Pertama Kali, Korea Utara Tampilkan Foto Kim Jong Un Beserta Ayah dan Kakeknya

Global
Penumpang Singapore Airlines Dirawat Intensif, 22 Cedera Tulang Belakang, 6 Cedera Tengkorak

Penumpang Singapore Airlines Dirawat Intensif, 22 Cedera Tulang Belakang, 6 Cedera Tengkorak

Global
Krisis Kemanusiaan Gaza Kian Memburuk, Operasi Kemanusiaan Hampir Gagal

Krisis Kemanusiaan Gaza Kian Memburuk, Operasi Kemanusiaan Hampir Gagal

Global
Nikki Haley, Saingan Paling Keras Trump Berbalik Arah Dukung Trump

Nikki Haley, Saingan Paling Keras Trump Berbalik Arah Dukung Trump

Global
Rusia Serang Kharkiv, Ukraina Evakuasi 10.980 Orang

Rusia Serang Kharkiv, Ukraina Evakuasi 10.980 Orang

Global
Menerka Masa Depan Politik Iran Setelah Kematian Presiden Raisi

Menerka Masa Depan Politik Iran Setelah Kematian Presiden Raisi

Global
Ongkos Perang Ukraina Mulai Bebani Negara Barat

Ongkos Perang Ukraina Mulai Bebani Negara Barat

Global
Israel Mulai Dikucilkan Negara-negara Eropa, Bisakah Perang Segera Berakhir?

Israel Mulai Dikucilkan Negara-negara Eropa, Bisakah Perang Segera Berakhir?

Global
Rangkuman Hari Ke-819 Serangan Rusia ke Ukraina: Pemulangan 6 Anak | Perebutan Desa Klischiivka

Rangkuman Hari Ke-819 Serangan Rusia ke Ukraina: Pemulangan 6 Anak | Perebutan Desa Klischiivka

Global
China 'Hukum' Taiwan yang Lantik Presiden Baru dengan Latihan Militer

China "Hukum" Taiwan yang Lantik Presiden Baru dengan Latihan Militer

Global
UPDATE Singapore Airlines Alami Turbulensi, 20 Orang Masuk ICU di RS Thailand

UPDATE Singapore Airlines Alami Turbulensi, 20 Orang Masuk ICU di RS Thailand

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com