Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pria Dipenjara 16 Tahun, Dinyatakan Tak Bersalah Setelah Kasusnya Digarap Netflix

Kompas.com - 01/12/2021, 12:00 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber Daily Mail

NEW YORK, KOMPAS.com - Seorang pria, yang dihukum karena memperkosa penulis pemenang penghargaan Alice Sebold 40 tahun yang lalu, dinyatakan tidak bersalah setelah kasusnya diangkat menjadi adaptasi Netflix.

Produser Netflix itu melihat inkonsistensi dalam cerita Alice Sebold, penulis ternama penerima penghargaan atas karyanya The Lovely Bones. Dia lalu menyewa penyelidik swasta untuk memeriksa lagi kasus itu hingga mengirimnya kembali ke pengadilan.

Baca juga: Pria Anggota ISIS Pingsan di Pengadilan Usai Divonis Penjara Seumur Hidup

Anthony Broadwater, 61 tahun, menghabiskan 16 tahun di balik jeruji besi untuk pemerkosaan 1981, yang merupakan inti dari memoar Alice Sebold “Lucky” (1999), buku yang terjual lebih dari 1 juta eksemplar dan meluncurkan karirnya.

Dalam memoarnya, Alice Sebold mengaku diperkosa di terowongan oleh seorang pria kulit hitam ketika dia masih berusia 19 tahun pada 1981. Saat itu dia masih sebagai mahasiswa tahun pertama di Universitas Syracuse.

Broadwater dihukum pada 1982, setelah Sebold (sekarang 59 tahun) mengidentifikasinya sebagai pemerkosa di pengadilan. Padahal dia gagal mengidentifikasi Broadwater, ketika polisi menempatkannya di barisan pria lain yang diduga sebagai pelaku.

Bukti lain yang menghukumnya adalah analisis rambut. Tetapi metode sejenis teknik forensik ini telah lama dianggap tidak dapat diandalkan oleh Kementerian Kehakiman Amerika Serikat.

Baca juga: Polisi China Berhasil Tangkap Pelarian Korea Utara yang Kabur dari Penjara

Hidup dengan stigma

Broadwater dibebaskan dari penjara pada 1999, ketika buku itu diterbitkan. Broadwater bekerja sebagai pengangkut sampah dan tukang selama bertahun-tahun sejak dibebaskan dari penjara.

Kepada AP, dia mengatakan hukuman pemerkosaan merusak prospek pekerjaannya dan hubungannya dengan teman dan anggota keluarga.

Bahkan setelah dia menikahi seorang wanita yang percaya bahwa dia tidak bersalah, Broadwater tidak pernah ingin memiliki anak.

"Kadang-kadang kami bertengkar hebat tentang anak-anak, dan saya mengatakan kepadanya bahwa saya tidak akan pernah bisa membiarkan anak-anak datang ke dunia ini dengan stigma di punggung saya," katanya.

Karier Alice Sebold, sementara itu, melonjak. Pada 2002, ia menerbitkan The Lovely Bones, cerita lain yang didasarkan pada penculikan dan pemerkosaan anak.

Novel itu terjual lebih dari 5 juta kopi di Amerika saja, menghasilkan 60 juta dollar AS (Rp 857 miliar) dari penjualan. Buku ini juga diubah menjadi film Hollywood blockbuster pada 2009, yang dibintangi Saoirse Ronan, Stanley Tucci dan Mark Wahlberg.

Baca juga: Dituduh Berhubungan Seks dengan Kambing, Pria Malaysia Terancam Hukuman Cambuk dan Penjara

Terungkap gara-gara Netflix

Proses untuk membebaskan Broadwater dimulai pada 2019, setelah Alice Sebold menandatangani kesepakatan untuk mengubah Lucky, memoar tentang kasus pemerkosaannya, menjadi film untuk Netflix.

Tim Mucciante, seorang penulis naskah yang menandatangani proyek tersebut, melihat 'ketidakkonsistenan' dengan cerita Alice Sebold dan menyewa seorang detektif swasta.

Tidak jelas apa yang terjadi selanjutnya, tetapi kasus itu melenggang kembali ke pengadilan di New York pada Senin (22/11/2021).

Jaksa Wilayah Onondaga William Fitzpatrick mengakui: “Ini (hukuman yang salah) seharusnya tidak pernah terjadi.”

Broadwater menangis saat hukuman itu dihapuskan. Dia sekarang meminta permintaan maaf dari Sebold, yang belum berkomentar.

“Saya hanya berharap dan berdoa semoga Sebold akan maju dan berkata, 'Hei, saya membuat kesalahan besar,' dan memberi saya permintaan maaf. Saya bersimpati padanya, tapi dia salah,” ujar Broadwater melansir Daily Mail pada Rabu (24/11/2021).

"Saya mulai mengaduk-aduk dan mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini," kata Produser Mucciante kepada awal pekan ini.

Baca juga: Buntut 68 Napi Tewas dalam Kerusuhan Penjara Ekuador, Panglima Militer dan Kepala Penjara Mundur

Cerita dalam buku Alice Sebold

Di Lucky, Alice Sebold menulis tentang pemerkosaan yang dialaminya saat menjadi mahasiswa tahun pertama di Syracuse pada Mei 1981.

Dia menggambarkan pemerkosaan itu dalam detail grafis. Termasuk bagaimana dia harus berbicara dengan pemerkosa untuk mendorongnya, dan mengatakan kepadanya bahwa dia adalah 'pria yang baik' dan bagaimana dia berharap itu akan berakhir.

Dia menulis bagaimana pelaku kemudian meminta maaf sambil menangis setelah serangan itu berakhir, dan mengatakan kepadanya bahwa dia adalah “gadis yang baik”.

Kemudian menurut tulisan Sebold, dia kembali ke asramanya dan menceritakan kepada teman-temannya bahwa dia baru saja 'dipukuli dan diperkosa' di taman.

“Wajahku penuh luka, goresan di hidung dan bibirku, air mata di pipiku. Rambut saya kusut dengan daun. Pakaian saya terbalik dan berlumuran darah. Mata saya berkaca-kaca,'' tulisnya.

Baca juga: Teroris Berbahaya Kabur dari Penjara Kenya, Saat Jalani Hukuman 41 Tahun akibat Tewaskan 148 Orang

Beberapa bulan kemudian, dia melihat seorang pria kulit hitam di jalan dan mengira itu pelakunya. Sebold lalu pergi ke polisi, tetapi dia tidak tahu nama pria itu dan pemeriksaan awal di daerah itu gagal menemukannya.

Seorang petugas memiliki prasangka bahwa pria di jalan itu pasti Broadwater, yang diduga terlihat di daerah itu. Sebold memberi Broadwater nama samaran Gregory Madison dalam bukunya.

Namun, setelah Broadwater ditangkap, Sebold gagal mengidentifikasi dia dalam barisan polisi. Dia memilih pria lain sebagai penyerangnya.

Dalam bukunya Sebold menulis kesalahan itu terjadi karena “ekspresi di matanya memberitahu saya bahwa jika kami sendirian, jika tidak ada dinding di antara kami, dia akan menelepon dan memanggil nama saya dan kemudian membunuh saya.”

Sebold juga menulis dalam memoarnya bahwa Broadwater dan pria di sebelahnya tampak serupa. Lalu beberapa saat setelah dia membuat pilihan, dia sadar telah memilih pria yang salah.

Sebold kemudian mengidentifikasi Broadwater di pengadilan.

Baca juga: Wabah Covid-19 Merebak di Penjara Singapura, 200 Orang Positif Termasuk Staf dan Terpidana Mati

Hukum yang dijatuhkan kepada Broadwater pada 1982 sebagian besar hanya didasarkan pada identifikasi salah Sebold, dan karena bukti yang diberikan oleh seorang ahli dalam analisis rambut mikroskopis yang kuno.

“Taburkan beberapa ilmu sampah ke identifikasi yang salah, dan itu adalah resep sempurna untuk tuduhan yang salah,” ujar pengacara Broadwater, David Hammond, kepada Post-Standard.

Mereka juga mengatakan bahwa kesalahan penuntutan juga terjadi pada selama proses identifikasi barisan terduga pelaku.

Sebab seorang penuntut telah secara salah mengklaim kepada Sebold bahwa Broadwater dan pria yang berdiri di sebelahnya adalah orang yang mirip, dan sengaja memunculkan mereka bersama untuk mengecohnya.

Pengacara mengatakan klaim palsu ini telah menodai kesaksian Sebold di kemudian hari.

Nasib film adaptasi 'Lucky' di Netflix kini tidak jelas mengingat pembebasan Broadwater. Ini menjadi pertanyaan besar bagi sang produser eksekutif barunya, Jonathan Bronfman dari JoBro Productions yang berbasis di Toronto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Saat Dokter Jantung Ladeni Warganet yang Sebut Non-Perokok Sebagai Pecundang...

Saat Dokter Jantung Ladeni Warganet yang Sebut Non-Perokok Sebagai Pecundang...

Global
Agungkan Budaya Gila Kerja, Petinggi Mesin Pencari Terbesar China Malah Blunder

Agungkan Budaya Gila Kerja, Petinggi Mesin Pencari Terbesar China Malah Blunder

Global
Karyawan Ini Nekat Terbang Sebentar ke Italia Demi Makan Pizza, Padahal Besok Kerja

Karyawan Ini Nekat Terbang Sebentar ke Italia Demi Makan Pizza, Padahal Besok Kerja

Global
Warga Israel Bakar Kompleks Gedung UNRWA di Yerusalem Timur

Warga Israel Bakar Kompleks Gedung UNRWA di Yerusalem Timur

Global
100.000 Orang Terpaksa Tinggalkan Rafah Gaza di Bawah Ancaman Serangan Darat Israel

100.000 Orang Terpaksa Tinggalkan Rafah Gaza di Bawah Ancaman Serangan Darat Israel

Global
Jeda Pengiriman Senjata AS Tak Berdampak, Israel Terus Gempur Rafah

Jeda Pengiriman Senjata AS Tak Berdampak, Israel Terus Gempur Rafah

Global
Kontestan Israel Lolos ke Final Kontes Lagu Eurovision, Tuai Kecaman

Kontestan Israel Lolos ke Final Kontes Lagu Eurovision, Tuai Kecaman

Global
Selama 2024, Heatstroke di Thailand Sebabkan 61 Kematian

Selama 2024, Heatstroke di Thailand Sebabkan 61 Kematian

Global
Mesir Ungkap Kunci Hamas dan Israel jika Ingin Capai Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza

Mesir Ungkap Kunci Hamas dan Israel jika Ingin Capai Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza

Global
Perundingan Gencatan Senjata Gaza di Kairo Berakhir Tanpa Kesepakatan

Perundingan Gencatan Senjata Gaza di Kairo Berakhir Tanpa Kesepakatan

Global
PRT di Thailand Ini Ternyata Belum Pasti Akan Terima Warisan Rp 43,5 Miliar dari Majikan yang Bunuh Diri, Kok Bisa?

PRT di Thailand Ini Ternyata Belum Pasti Akan Terima Warisan Rp 43,5 Miliar dari Majikan yang Bunuh Diri, Kok Bisa?

Global
Rangkuman Hari Ke-806 Serangan Rusia ke Ukraina: Presiden Pecat Pengawalnya | Serangan Drone Terjauh Ukraina

Rangkuman Hari Ke-806 Serangan Rusia ke Ukraina: Presiden Pecat Pengawalnya | Serangan Drone Terjauh Ukraina

Global
Meski Diprotes di Kontes Lagu Eurovision, Kontestan Israel Maju ke Final

Meski Diprotes di Kontes Lagu Eurovision, Kontestan Israel Maju ke Final

Global
Tasbih Antikuman Diproduksi untuk Musim Haji 2024, Bagaimana Cara Kerjanya?

Tasbih Antikuman Diproduksi untuk Musim Haji 2024, Bagaimana Cara Kerjanya?

Global
Kata Netanyahu Usai Biden Ancam Setop Pasok Senjata ke Israel

Kata Netanyahu Usai Biden Ancam Setop Pasok Senjata ke Israel

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com