Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Guru India Dipecat dan Dipenjara akibat Rayakan Kemenangan Pakistan di Piala Dunia Kriket

Kompas.com - 06/11/2021, 22:48 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

Komentarnya itu merasuk ke dalam permusuhan mendalam yang dirasakan banyak orang di India dan Pakistan terhadap satu sama lain, sejak kedua negara itu berdiri setelah berakhirnya pemerintahan kolonial Inggris pada tahun 1947.

Hubungan sangat tegang masih terjadi di Kashmir yang dikelola India, di mana pemberontakan melawan pemerintahan India telah berlangsung sejak akhir 1980-an.

Sekelompok mahasiswa kedokteran di Kashmir juga telah didakwa di bawah undang-undang antiterorisme yang ketat karena diduga membela tim kriket Pakistan.

Dalam sebuah rekaman video yang sudah beredar daring (online), seorang pria yang diduga adalah mantan anggota parlemen dari BJP, Vikram Randhawa, terdengar mengatakan para mahasiswa itu harus "dikuliti hidup-hidup" dan gelar akademik serta kewarganegaraan mereka harus dicabut karena melontarkan slogan-slogan pro-Pakistan di wilayah India.

Randhawa telah didakwa polisi atas ujaran kebencian dan telah ditegur BJP, yang meminta dia minta maaf dalam waktu 48 jam atas perkataannya itu.

Walau BJP menjauhkan diri dari ujaran-ujaran seperti itu, para politikus senior partai itu telah mengecam warga India yang mendukung Pakistan, dan beberapa mengatakan itu harus dianggap sebagai kejahatan.

Mantan pemain kriket yang kini jadi politikus BJP, Gautam Gambhir, mengatakan bahwa siapapun yang merayakan kemenangan Pakistan adalah tindakan "memalukan."

"Yang gembira atas kemenangan Pakistan tidak mungkin orang India! Kami mendukung putra-putra kita," cuitnya di Twitter.

Baca juga: Ada yang Berhubungan Seks saat Rapat Zoom, Peserta Konferensi Guru Berteriak

Yogi Adiyanath, sekutu dekat Perdana Menteri Narendera Modi dan Menteri Utama di negara bagian terbesar India, Uttar Pradesh, kepada harian lokal mengatakan bahwa warga India yang merayakan kemenangan Pakistan itu harus didakwa dengan pasal penghasutan.

Peninggalan era kolonial, pasal penghasutan dikenakan bagi warga yang mengritik pemerintah. Banyak kalangan menilai aturan itu kian sering digunakan untuk mengekang kebebasan berpendapat.

Aksi unjuk rasa mendesak dibebaskan para mahasiswa di Kashmir yang diduga merayakan kemenangan tim kriket Pakistan.EPA via BBC INDONESIA Aksi unjuk rasa mendesak dibebaskan para mahasiswa di Kashmir yang diduga merayakan kemenangan tim kriket Pakistan.
"Apa yang kita saksikan ini adalah bagian dari proses politik BJP dalam menghimpun dukungan warga Hindu dengan 'mengesampingkan' kaum Muslim," kata Amit Varma, pengasuh siaran podcast The Seen and the Unseen.

"Mereka menggunakan isu-isu yang telah membekas dalam perpolitikan kita selama puluhan tahun: pembantaian sapi, pernikahan Hindu-Muslim, dan bahkan warga India yang mendukung Pakistan."

"Isu-isu itu tidak ada substansinya. Mereka hanya isu-isu yang digunakan untuk melecut sentimen anti-Muslim yang, sayangnya, tampak meluas," katanya.

Namun seorang juru bicara senior pemerintah India mengatakan bahwa "tidak masuk akal" bagi siapa pun untuk mengatakan bahwa mengambil tindakan terhadap sejumlah kecil orang Muslim sama dengan menghukum jutaan orang yang menganut agama itu di negara tersebut.

"Mereka (yang ditahan) merayakan kekalahan India...setiap tindakan demikian berpotensi menggerakkan 'situasi hukum dan ketertiban', sehingga harus dicegah dengan segala cara," Kanchan Gupta, penasihat senior kementerian informasi. dan penyiaran, mengatakan kepada BBC saat dia membela penangkapan tersebut.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Israel Kirim 200.000 Liter Bahan Bakar ke Gaza Sesuai Permintaan

Israel Kirim 200.000 Liter Bahan Bakar ke Gaza Sesuai Permintaan

Global
China Buntuti Kapal AS di Laut China Selatan lalu Keluarkan Peringatan

China Buntuti Kapal AS di Laut China Selatan lalu Keluarkan Peringatan

Global
AS Kecam Israel karena Pakai Senjatanya untuk Serang Gaza

AS Kecam Israel karena Pakai Senjatanya untuk Serang Gaza

Global
9 Negara yang Tolak Dukung Palestina Jadi Anggota PBB di Sidang Majelis Umum PBB

9 Negara yang Tolak Dukung Palestina Jadi Anggota PBB di Sidang Majelis Umum PBB

Global
Jumlah Korban Tewas di Gaza Dekati 35.000 Orang, Afrika Selatan Desak IJC Perintahkan Israel Angkat Kaki dari Rafah

Jumlah Korban Tewas di Gaza Dekati 35.000 Orang, Afrika Selatan Desak IJC Perintahkan Israel Angkat Kaki dari Rafah

Global
Rangkuman Hari Ke-807 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Angkat Lagi Mikhail Mishustin | AS Pasok Ukraina Rp 6,4 Triliun

Rangkuman Hari Ke-807 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Angkat Lagi Mikhail Mishustin | AS Pasok Ukraina Rp 6,4 Triliun

Global
ICC Didesak Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu

ICC Didesak Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu

Global
143 Negara Dukung Palestina Jadi Anggota PBB, AS dan Israel Menolak

143 Negara Dukung Palestina Jadi Anggota PBB, AS dan Israel Menolak

Global
AS Akui Penggunaan Senjata oleh Israel di Gaza Telah Langgar Hukum Internasional

AS Akui Penggunaan Senjata oleh Israel di Gaza Telah Langgar Hukum Internasional

Global
[POPULER GLOBAL] Netanyahu Tanggapi Ancaman Biden | Pembicaraan Gencatan Senjata Gaza Gagal

[POPULER GLOBAL] Netanyahu Tanggapi Ancaman Biden | Pembicaraan Gencatan Senjata Gaza Gagal

Global
Saat Dokter Jantung Ladeni Warganet yang Sebut Non-Perokok sebagai Pecundang...

Saat Dokter Jantung Ladeni Warganet yang Sebut Non-Perokok sebagai Pecundang...

Global
Agungkan Budaya Gila Kerja, Petinggi Mesin Pencari Terbesar China Malah Blunder

Agungkan Budaya Gila Kerja, Petinggi Mesin Pencari Terbesar China Malah Blunder

Global
Karyawan Ini Nekat Terbang Sebentar ke Italia demi Makan Pizza, Padahal Besok Kerja

Karyawan Ini Nekat Terbang Sebentar ke Italia demi Makan Pizza, Padahal Besok Kerja

Global
Warga Israel Bakar Kompleks Gedung UNRWA di Yerusalem Timur

Warga Israel Bakar Kompleks Gedung UNRWA di Yerusalem Timur

Global
100.000 Orang Terpaksa Tinggalkan Rafah Gaza di Bawah Ancaman Serangan Darat Israel

100.000 Orang Terpaksa Tinggalkan Rafah Gaza di Bawah Ancaman Serangan Darat Israel

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com