KABUL, KOMPAS.com - Ratusan orang melakukan protes di kota Kandahar, Afghanistan, selatan setelah Taliban memerintah warga meninggalkan rumah mereka pada musim dingin.
Para pengunjuk rasa berdemo di depan kantor gubernur di kota itu setelah 3.500 orang yang tinggal di daerah perumahan milik pemerintah diberi waktu tiga hari untuk pergi, menurut dua pengunjuk rasa kepada koresponden lokal CNN .
Baca juga: Diplomat Afghanistan Serukan Dunia Jangan Akui Pemerintah Bentukan Taliban
Para pengunjuk rasa, yang juga penduduk daerah itu, mengatakan bahwa mereka tidak diberi alasan atas perintah pengusiran itu.
"Saya tidak punya tempat lain untuk pergi," kata seorang pengunjuk rasa, yang tidak mau menyebutkan namanya karena takut akan pembalasan melansir CNN pada Rabu (15/9/2021).
Dia mengaku menderita kemiskinan setelah kehilangan banyak anggota keluarganya dalam konflik baru-baru ini.
“Semua keluarga di daerah itu membangun rumah mereka dengan sedikit uang yang mereka miliki, dan tidak mampu untuk pindah,” kata wanita itu.
Menurut saksi mata, sejumlah wanita diganggu oleh Taliban, ketika ikut dalam protes dan membawa bendera nasional Afghanistan merah hitam dan hijau.
Tayangan televisi lokal menunjukkan pengunjuk rasa, termasuk perempuan dan anak-anak, menghalangi jalan saat mereka berbaris di jalan itu.
Baca juga: Pakistan Minta Dunia Terlibat dengan Afghanistan yang Dipimpin Taliban
Mohammad Ibrahim, seorang aktivis sipil di Kandahar, mengatakan, daerah Ferqa-e Kohna, di pinggir ibu kota provinsi, adalah daerah milik pemerintah dan tanahnya dibagikan kepada pegawai pemerintah di bawah pemerintahan sebelumnya.
Ibrahim mengatakan, kemungkinan ada penyimpangan dan korupsi yang terlibat dalam pengalihan properti. Akibatnya, ada penjualan properti secara ilegal kepada penduduk.
“Beberapa keluarga telah tinggal di Ferqa-e Kohna selama lebih dari 20 tahun,” katanya.
Juru bicara Taliban tidak dapat dihubungi untuk memberikan komentar mengenai penggusuran tersebut.
People from Old Qul-e Urdu area in #Kandahar took to streets after the Taliban gave them 3 days to leave their houses.
People asked the Taliban to stop enforced evacuation and stop dragging people out of homes in suspicious of being former government workers.#Afghanistan pic.twitter.com/OrtEtWBIWY
— Malali Bashir (@MalaliBashir) September 15, 2021
Ada laporan bahwa Taliban menghentikan seorang jurnalis lokal yang melakukan pekerjaannya, dan memukuli yang lain ketika dia meliput demonstrasi, menurut stasiun berita lokal, Radio Millat Zagh. CNN tidak dapat memverifikasi insiden secara independen.
Protes terhadap pemerintahan Taliban telah di beberapa bagian Afghanistan sejak kelompok militan itu menguasai negara itu bulan lalu, menyusul penarikan pasukan AS.
Taliban menindak protes, sering kali dengan kekerasan, dengan laporan wartawan dan aktivis ditahan dan dilecehkan.
Pekan lalu, wartawan dari outlet berita online Afghanistan EtilaatRoz mengatakan kepada CNN bahwa mereka ditahan, saat meliput protes terhadap keterlibatan Pakistan di Afghanistan dan menuntut persamaan hak di ibu kota Kabul yang dilakukan oleh perempuan Afghanistan.
Protes itu berada di luar kantor polisi dan kedua pria itu mengatakan, mereka dibawa ke dalam dan dipukuli dengan kejam.
Selama protes lain pekan lalu, anggota Taliban menggunakan cambuk dan tongkat terhadap sekelompok wanita yang memprotes di Kabul, menyusul pengumuman pemerintah sementara garis keras, khusus laki-laki.
Para pemimpin Taliban di Twitter membantah video yang dibagikan secara online tentang kekerasan pada protes perempuan Afghanistan.
Kepala Komisi Kebudayaan, Muhammad Jalal, mengatakan, demonstrasi ini adalah "upaya yang disengaja untuk menimbulkan masalah" dan menambahkan bahwa "orang-orang ini bahkan tidak mewakili 0,1 persen dari Afghanistan."
Taliban juga berusaha mengurangi protes. Sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh kementerian dalam negeri Taliban pekan lalu menetapkan persyaratan ketat untuk demonstrasi di masa depan, termasuk persetujuan sebelumnya dari Kementerian Kehakiman.
Baca juga: POPULER GLOBAL: Taliban Kuasai Afghanistan Genap Sebulan | Pria Dipenjara 25 Tahun padahal Tak Salah
PBB pekan lalu meminta Taliban segera menghentikan penggunaan kekuatan dan penahanan sewenang-wenang. Terutama kepada mereka yang menggunakan hak untuk berkumpul secara damai, serta wartawan yang meliput protes.
Tanggapan Taliban terhadap pawai damai di Afghanistan "semakin keras" dan termasuk penggunaan peluru tajam, pentungan dan cambuk, yang menyebabkan kematian sedikitnya empat orang, menurut juru bicara Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Ravina Shamdasani pada Jumat (10/9/2021) selama konferensi pers di Jenewa.
Bahkan, sebelum Taliban kembali berkuasa, konflik yang berlarut-larut, kemiskinan, kekeringan berturut-turut, penurunan ekonomi, dan pandemi virus corona telah memperburuk situasi. Sebanyak 18 juta warga Afghanistan, hampir setengah dari populasi, membutuhkan bantuan, menurut badan-badan PBB.
Dengan musim dingin yang mendekat, banyak orang bisa kehabisan makanan pada akhir bulan.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan awal pekan ini bahwa tingkat kemiskinan telah meningkat sejak Taliban kembali berkuasa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.