Pergeseran kekuasaan telah membuat New Delhi berada dalam posisi "negara strategis yang sulit," menurut Kugelman dari Wilson Center kepada CNBC.
“Tidak hanya Taliban, yang secara tradisional merupakan kelompok anti-India, merebut kekuasaan, tetapi saingan India, China dan Pakistan sekarang siap untuk memperdalam jejak mereka di Afghanistan,” katanya.
Analis Eurasia Group menunjukkan bahwa India telah melakukan upaya untuk terlibat dengan Taliban. Tetapi, negara terbesar di Asia Selatan itu telah secara efektif menutup sebagian besar operasi diplomatiknya di Afghanistan.
"India sangat khawatir karena terakhir kali Taliban berkuasa, mereka melindungi gerilyawan pro-Pakistan," kata para analis.
New Delhi khawatir bahwa "Pakistan yang berani akan menggunakan ini sebagai kesempatan untuk menyerang India; hal itu akan meningkatkan potensi konflik India-Pakistan yang lebih luas."
Kementerian luar negeri India dalam sebuah pernyataan mengatakan menyarankan warga negara India di Afghanistan untuk segera kembali ke India.
Ia juga mengatakan Selasa (17/8/2021) bahwa duta besar untuk Kabul dan staf India-nya akan segera kembali ke India.
Baca juga: Taliban Kuasai Afghanistan, Trump: Biden Mempermalukan AS
Jika negara-negara seperti AS, Inggris dan India bergegas mengevakuasi diplomat dan warga negara dari Afghanistan, China memutuskan tetap membuka kedutaannya di Kabul.
Tapi, Beijing menyarankan warga China untuk tinggal di dalam rumah.
Juru bicara kementerian luar negeri China Hua Chunying mengatakan Beijing mengharapkan transfer kekuasaan yang lancar, dan menyerukan agar kejahatan dan terorisme dibendung.
Menteri Luar Negeri China Wang Yi bertemu dengan para pemimpin senior Taliban bulan lalu.
Kugelman mengatakan China akan berada dalam posisi yang kuat untuk mencari kerja sama Taliban untuk dua kepentingan utamanya di Afghanistan. Yaitu untuk lingkungan yang aman untuk proyek infrastruktur China, dan isolasi gerilyawan Uighur.
Beijing telah secara luas dituduh menahan lebih dari 1 juta Muslim Uighur di kamp-kamp pendidikan ulang di wilayah barat laut Xinjiang.
China diduga melakukan pengawasan invasif terhadap orang-orang di sana dan menggunakan kerja paksa. Beijing berulang kali membantah perlakuan buruk terhadap etnis minoritas dan menyebut upayanya di Xinjiang sebagai "kontra-terorisme dan deradikalisasi."
Tetapi beberapa analis menuduh perlakuan terhadap minoritas Muslim di China telah memperkuat tangan militan Uighur, yang memandang China sebagai penindas.