Para peneliti di balik penemuan ini mengatakan, penggunaan zeolit oleh suku Maya adalah penggunaan mineral tertua yang diketahui untuk pemurnian air di dunia.
Lebih tua dibandingkan sistem penyaringan pasir yang dikembangkan oleh ilmuan Inggris Robert Bacon pada 1627, sekitar 1.800 tahun lalu.
Sistem penyaringan air bertenaga zeolit ditemukan suku Maya, yang menurut para peneliti tampaknya dibangun sekitar 164 SM.
Lebih awal dibandingkan sistem filter kain yang dikenal dengan lengan Hippocrates yang dikembangkan di Yunani kuno sekitar 500 SM.
Walaupun terpisah waktu yang jauh, metode Maya ternyata jauh lebih efektif dalam menghilangkan kontaminan tak terlihat seperti bakteri atau timbal.
Baca juga: 10 Fakta Ritual Tumbal Suku Aztec sampai Jadi Menara Tengkorak
"Saya penduduk asli Amerika dan saya selalu terganggu dengan pandangan arkeolog dan antropolog yang secara tradisional memandang penduduk asli Amerika tidak mengembangkan teknologi yang ditemukan di tempat kuno lain seperti Yunani, Mesir, India atau China," kata Kenneth Tankersley, ahli geologi arkeologi di University of Cincinnati dan penulis utama studi yang mendokumentasikan penggunaan zeolit oleh suku Maya.
"Sistem ini (zeolit) memberikan suku Maya air minum yang aman lebih dari seribu tahun dan sistem penyaringan lain yang dikenal di era itu adalah primitif jika dibandingkan dengannya - seperti metode penyaringan Yunani yang hanyalah kantong kain," sambungnya.
Kota Tikal terletak di di Guatemala bagian utara dan di wilayah ini hanya ada dua musim: sangat hujan atau sangat kering.
Yang lebih menantang, di saat musim hujan, air dengan cepat terserap ke dalam tanah yang merupakan lanskap karst - penuh dengan lubang dan gua.
Air terserap ke dalam kira-kira 200 meter di bawah permukaan tanah, jauh dari jangkauan suku Maya.
Baca juga: Misteri Menara Tengkorak Suku Aztec, Konon Bekas Tumbal dan Seluas Lapangan Basket
Tanpa sumber air tawar di dekatnya, penduduk kota metropolitan kuno di Amerika Tengah itu harus menemukan cara untuk menampung air ketika musim hujan tiba.
Di situlah reservoir masuk - dan karena Tikal berpusat di sekitar bukit, suku Maya dapat memanfaatkan lereng untuk menyalurkan air ke reservoir tersebut.
Bahkan alun-alun pusat yang besar, terletak di antara Kuil Satu dan Dua dan diapit oleh akropolis utama, diaspal dengan batu-batu besar yang semuanya ditempatkan di lereng untuk mengalirkan air ke kanal-kanal lalu bermuara di waduk kuil dan istana di dekatnya.
Baca juga: Paus Fransiskus Diminta Presiden Meksiko Minta Maaf dan Kembalikan Manuskrip Kuno Aztec
Waduk istana diperkirakan pernah menyimpan 31 juta liter air. Sementara, waduk Corriental yang dimurnikan dengan zeolit diperkirakan memiliki kapasitas 58 juta liter pada masa jayanya.
Penemuan sistem filtrasi Corriental muncul dari penelitian lapangan yang dilakukan sekitar tahun 2010, ketika para peneliti mengumpulkan 10 sampel inti sedimen dari empat waduk Tikal.
Inti-inti ini mengungkapkan bahwa tingkat kontaminasi berbahaya dari logam berat merkuri dan tanda-tanda ledakan alga beracun menjangkiti waduk Istana dan Kuil di dekat inti Tikal pada abad ke-9.
Tapi hampir sama mencoloknya dengan kontaminasi itu sendiri adalah fakta bahwa reservoir Corriental tetap murni bahkan ketika waduk Istana dan Kuil menjadi beracun.
Ketika Tankersley melihat lebih dekat pada sampel Corriental, ia menemukan empat lapisan pasir terpisah yang menampilkan potongan kuarsa kristal dan zeolit yang tidak muncul di reservoir lain mana pun.
Baca juga: Sisa-sisa Istana Aztec Ditemukan di Bawah Bangunan Megah Meksiko City
Ketika tim menyurvei daerah sekitarnya tidak ada sumber alami pasir jenis ini, apalagi zeolit, membuat para peneliti menyimpulkan bahwa bahan tersebut sengaja dibawa untuk digunakan sebagai filter di pintu masuk reservoir.
Secara kebetulan, salah satu peneliti di proyek tersebut mengetahui adanya depresiasi sekitar 30 kilometer timur laut Tikal yang menampilkan pasir yang tampak serupa yang dikenal sebagai Bajo de Azucar.