TOKYO, KOMPAS.com - Satu kaki di tempat latihan, dan satu lagi di laboratorium. Demikian perumpamaan bagi perempuan yang berprofesi sebagai atlet sekaligus ilmuwan.
Beberapa dari mereka terlihat peras keringat dan adu kemampuan di gelanggang senam, stadion, lintasan balap lari selama Olimpiade Tokyo 2020 lalu.
Mereka menghadapi tantangan yang sama: berkompetisi di level tertinggi dunia olahraga demi mencetak rekor dan meraih medali sembari mengejar karier di bidang sains.
Baca juga: Ayah Quan Hongchan, Remaja China Peraih Emas Olimpiade, Tolak Hadiah Rumah dan Uang
Berikut ini tujuh perempuan yang terbukti berprestasi sebagai atlet merangkap akademisi:
Namun walau berlatih tanpa pelatih khusus maupun tanpa dukungan tim profesional, dia malah membuat salah satu kejutan di Olimpiade dengan menang medali emas.
Sepeda yang dikayuh perempuan Austria itu lebih dulu menyentuh garis finis ketimbang rival terdekatnya, yaitu juara dunia Annemiek van Vleuten.
Bahkan atlet Belanda itu sempat yakin finis lebih dulu sehingga merayakan kemenangan hanya untuk beberapa saat.
Kiesenhofer, yang kini juara Olimpiade, ternyata lebih dikenal sebagai ahli matematika yang meraih gelar sarjana dari Technical University of Vienna di ibu kota Austria, Wina, dan Universitas Cambridge, Inggris.
Selain jadi atlet, dia juga bekerja sebagai peneliti dan dosen di Technical University of Lausanne di Swiss.
Baca juga: Cerita Mieke Gorissen, Pelari Maraton yang Menangis saat Finis ke-28 di Olimpiade Tokyo
Setelah tersingkir di penyisihan grup bulutangkis putri, perempuan Mesir itu mengisyaratkan akan gantung raket.
"Besar kemungkinan ini menjadi Olimpiade terakhir bagi saya. Sungguh bikin stres harus bepergian ke semua turnamen sembari mempertahankan posisi yang bagus di peringkat dunia," ujarnya, seperti dikutip dari laman resmi Komite Olimpiade Internasional (IOC).
Selajutnya Hosny akan fokus pada karier akademiknya. Dia kini berstatus asisten profesor di British University of Egypt.
Bergelar Master dalam bio-kedokteran dari Universitas Bath, Inggris, dan gelar PhD dalam farmakologi di Universitas Kairo, Mesir, dia telah melakukan penelitian dan menerbitkan artikel-artikel ilmuiah soal dexamethasone, yaitu obat anti-inflamasi yang digunakan untuk berbagai macam penyakit.