Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Teori Konspirasi Vaksinasi Covid-19 AS yang Pengaruhi Keutuhan Rumah Tangga

Kompas.com - 25/07/2021, 18:41 WIB
Tito Hilmawan Reditya

Penulis


WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Bagi Lucy, pasien kanker payudara metastatik yang berusia 59 tahun dari negara bagian Washington, divaksinasi Covid-19 adalah masalah "hidup dan mati".

Setelah menjalani kemoterapi agresif selama berbulan-bulan, virus corona hampir pasti akan membunuhnya.

Dilansir Huffington Post, dirinya lega setelah menerima dosis Pfizer terakhirnya pada Maret lalu.

Tapi masalah lain menunggu di depan. Sebelumnya, suaminya memohon padanya untuk tidak disuntik.

Dirinya pun harus menyembunyikan vaksinasinya.

Baca juga: Dokter Anti-Vaksin Meninggal karena Covid-19

Pada awal pandemi, suami dan pasangan Lucy selama tujuh tahun, Shane, sama berhati-hatinya dengan siapa pun tentang virus itu.

Dia menyimpan wadah besar pembersih tangan di dalam mobil, dan dengan fanatik mencuci tangan, kunci, dan barang-barang lainnya.

Dia mengenakan masker wajah ke mana pun dia pergi, mandi dan mengganti pakaiannya segera setelah kembali ke rumah dari tamasya, dan sangat ingin Lucy dan ibunya yang sudah lanjut usia, yang tinggal bersama mereka, untuk divaksinasi sesegera mungkin.

Tetapi ketika krisis Covid-19 berlanjut, Shane yang berusia 60 tahun menghabiskan berbulan-bulan bersama YouTube dan Facebook, di mana pusaran video teori konspirasi virus corona banyak beredar.

Banyak yang menyatakan bahwa virus itu tidak perlu ditakuti, dan vaksin-lah yang harus ditakuti.

Tak lama kemudian, dia juga masuk ke jaringan disinformasi yang semakin berbahaya, di antaranya disediakan Newsmax dan OAN, dan secara teratur mengulangi kebohongan yang diberikan secara online.

"Dia benar-benar terpesona," kata Lucy. "Dan seiring waktu, pandangan dunianya berubah 180 derajat."

Baca juga: Wapres Nilai Kelompok Anti-vaksin Covid-19 Sudah Berkurang

Shane sekarang yakin bahwa wabah Covid-19 diatur pasukan sekutu pemerintah. Virus corona juga disebut tidak lebih berbahaya daripada flu, dan vaksin mengubah DNA penerima, "serta mengutuk mereka untuk perlahan-lahan binasa".

Shane juga percaya bahwa mereka yang telah divaksinasi dapat "menumpahkan" racun mematikan ke orang-orang yang tidak divaksinasi di sekitar mereka.

Dia melarikan diri dari rumah ketika salah satu putra dewasa Lucy yang divaksinasi, berkunjung.

Sejak kembali lebih dari seminggu setelahnya, dia mengurung diri di ruang bawah tanah dan bersikeras bahwa anak-anak Lucy tidak tidak kembali.

Shane adalah salah satu dari jutaan orang Amerika yang menjadi korban “infodemik” virus corona--pusaran informasi palsu dan menyesatkan tentang Covid-19 yang viral selama pandemi.

Baca juga: Kerap Kampanyekan Anti-vaksin Covid-19, Akun Instagram Keponakan John F Kennedy Diblokir

Masih dilansir Huffington Post, informasi ini secara drastis menghambat pemulihan negara. Propaganda anti-vaksin yang dipolitisasi, telah mempengaruhi rumah tangga AS yang tak terhitung jumlahnya, yang sebagian besar juga tersebar melalui Fox News, media sayap kanan.

Teori konspirasi yang menakutkan tentang vaksin yang dianggap mematikan dan perkembangan jahatny, menyebar seperti api di seluruh media sosial.

Vaksin Covid-19 telah menjadi simbol perang budaya AS, dan konsekuensinya mematikan.

Lebih dari 99 persen kematian terkait virus corona di AS terjadi pada orang yang tidak divaksinasi.

Meskipun suntikan telah tersedia secara luas di seluruh 50 negara bagian selama berbulan-bulan, hampir setengah populasi belum menerima dosis tunggal.

Baca juga: Kelompok Anti-vaksin Blokir Fasilitas Vaksinasi Covid-19, Serukan Warga Tak Boleh Disuntik

Penelitian menunjukkan bahwa hubungan sosial mungkin memainkan peran kunci dalam mencegah beberapa orang mendapatkan vaksinasi.

Pada bulan Mei, Pusat Survei American Enterprise Institute on American Life, menemukan hanya 28 persen dari Partai Republik melaporkan menerima dorongan dari keluarga dan teman untuk mendapatkan vaksin.

Sebagaian lainnya, dilaporkan benar-benar dikecilkan teman dan keluarga, atau menerima campuran pesan saat bersedia menerima vaksinasi.

Hanya 45 persen dari pendukung Partai Republik telah menerima setidaknya satu dosis vaksin, dibandingkan dengan 86 persen dari Demokrat.

Jumlah yang bisa dibilang signifikan, di tengah virus yang bergerak semakin mematikan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com