JAKARTA, KOMPAS.com - Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia menerangkan bahwa saat ini dunia tidak hanya dihadapkan pada pandemi Covid-19 sebagai bencana global, tetapi juga krisis perubahan iklim.
"Krisis perubahan iklim tidak akan pergi, seperti Covid-19, jadi dia tetap akan ada dan tinggal bersama kita. Maka, kita yang harus menghadapinya bersama-sama, seperti kita menghadapi pandemi Covid-19," ujar Vincent Piket, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia dalam pertemuan virtual pada Rabu (21/7/2021).
Piket mengatakan untuk menghadapi krisis perubahan iklim global, Uni Eropa berusaha mencapai target ambisius untuk menjadi benua netral iklim pertama di dunia dengan mengurangi emisi sebesar 55 persen pada 2030, yang diharapkan akan diiringi oleh negara lainnya.
Baca juga: Sebelum Banjir Bandang Eropa, Ilmuwan Peringatkan Perubahan Iklim Bisa Picu Hujan Lebat
Piket mengatakan bahwa saat ini sudah ada bukti nyata yang semakin mengancam, untuk mendorong masyarakat dunia bekerja sama mengejar target amabisius itu.
Contohnya, yaitu bencana banjir bandang dan cuaca panas ekstrem akhir-akhir ini di sejumlah wilayah, akibat perubahan iklim.
Pekan kemarin, terjadi banjir bandang di sejumlah wilayah Eropa, yang hingga Minggu (18/7/2021) telah menewaskan 183 orang. Sementara ratusan orang masih dinyatakan hilang atau tidak dapat dijangkau karena sulitnya akses di beberapa daerah.
Cuaca panas ekstrem terjadi di sejumlah wilayah, seperti di Kanada yang sampai mengakibatkan 500 orang tewas dalam 5 hari dan membuat 170 titik kebakaran.
"Ada beberapa bukti yang bisa dipahami kenapa kami melakukan ini. Ada bencana alam yang terjadi, seperti kebakaran dan juga banjir. Itu terjadi karena perubahan iklim," ujar Piket.
"Kalau kita tidak melakukan apa-apa, ini akan terjadi di mana-mana," ungkapnya tentang bencana alam.
Baca juga: Saat Cuaca Panas di Inggris, Aspal Jalan Seperti Cokelat yang Meleleh
Menurut Piket, dunia saat ini sedang berada di titik untuk berperang melawan perubahan iklim.
"Kita adalah generasi akhir yang masih bisa bertindak tepat waktu, yang mampu membatasi pemanasan global hingga di bawah 2 derajat, menyelamatkan kehidupan manusia, membatasi kepunahan spesies dan melindungi planet ini demi generasi mendatang," ujar Piket.
Pada Desember 2019, Komisi Eropa telah memperkenalkan Kesepakatan Hijau Eropa yang berkomitmen terhadap netralitas iklim pada 2050 mendatang.
Kesepakatan Hijau Eropa tersebut telah menjadi cetak biru untuk perubahan transformasional dalam mengendalikan pemanasan global dengan cara mengurangi emisi karbon yang dilakukan secara adil, hemat biaya, dan kompetitif.
Kesepakatan Hijau Eropa akan membuat penggunaan energi terbarukan lebih besar, mendorong penjualan bahan bakar bersih untuk mobil, pesawat dan kapal.
Kemudian, akan memperluas penetapan harga karbon Eropa ke lebih banyak sektor, menciptakan target untuk menghemat energi, dan menciptakan sistem perpajakan terhadap sumber energi yang sejalan dengan tujuan iklim.
Baca juga: Gelombang Panas Kanada Tewaskan Hampir 500 Orang dalam 5 Hari
Selain itu, dukungan bagi masyarakat rentan akan diberikan untuk melindungi mereka dari biaya tambahan yang timbul selama masa transisi.
Ada 27 negara anggota yang berkomitmen untuk mengubah Uni Eropa menjadi benua netral iklim pertama pada 2050.
Piket mengakui untuk mewujudkannya membutuhkan dana ekstra, oleh karena itu Uni Eropa menyediakan dana bantuan kepad amitra-mitranya, termasuk Indonesia.
Uni Eropa sudah menyediakan anggaran dana untuk Indonesia melalui bank investasi sebesar 300 juta euro (Rp 5,1 triliun) per tahun untuk fase perencanaan.
"Bahkan ada anggaran 2 miliar euro (Rp 34,2 triliun) untuk hal-hal yang berhubungan dengan iklim. Ini dilakukan untuk kita bersama-sama memberikan dampak yang baik," sebut Piket.
"Kita akan menghabiskan banyak uang untuk pemulihan ekonomi, tidak hanya untuk pasca-Covid-19, tetapi juga untuk melakukan kesepakatan ekonomi hijau," ungkapnya.
Baca juga: Gelombang Panas Kanada Picu 170 Titik Kebakaran
Ada pun agenda Uni Eropa untuk menjadi Benua Netral Iklim pada 2050, sebagai berikut:
Desember 2019: Komisi Eropa memperkenalkan Kesepakatan Hijau Eropa yang berkomitmen pada netralitas iklim pada 2050.
Maret 2020: Komisi Eropa mengusulkan agar Hukum Iklim Eropa mencakup target netralitas iklim 2050 sebagai undang-undang yang mengikat.
September 2020: Komisi Eropa mengusulkan target baru Uni Eropa untuk mengurangi emisi setidaknya 55 persen pada 2030, dan menambahkannya ke Hukum Iklim Eropa.
Desember 2020: Para pemimpin Eropa mendukung target yang diusulkan Komisi Eropa untuk mengurangi emisi setidaknya 55 persen pada 2030.
April 2021: Kesepakatan politik tentang Hukum Iklim Eropa dicapai oleh Parlemen Eropa dan Negara Anggota Uni Eropa.
Juni 2021: Hukum Iklim Eropa mulai berlaku.
Juli 2021: Komisi Eropa memperkenalkan paket proposal untuk mengubah ekonomi Uni Eropa, untuk mencapai target iklim 2030. Parlemen Eropa dan Negara Anggota Uni Eropa merundingkan dan mengadopsi paket undang-undang untuk mencapai target iklim 2030
2030: Uni Eropa mencapai pengurangan emisi setidaknya 55 persen dibandingkan dengan tingkat 1990.
2050: Uni Eropa menjadi benua yang netral iklim.
Baca juga: Video Dahsyatnya Banjir Eropa: Mobil Hanyut, 183 Orang Tewas, Ribuan Hilang
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.