Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Darmansjah Djumala
Diplomat dan Dewan Pakar BPIP Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri

Dewan Pakar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri dan Dosen Hubungan Internasional di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung.

AS Vs China, dari Pandemi Covid-19 ke Ideologi

Kompas.com - 17/06/2021, 17:36 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Setidaknya ada tiga alasan.

Pertama, pada 2017 Presiden China Xi Jinping mendeklarasikan Visi China 2050. China memproyeksikan diri menjadi negara sosialis modern yang sederajat dengan negara maju (baca: AS, Eropa dan G7).

Ambisi yang sangat mungkin. Sebab sejak 2010 China ditahbiskan Bank Dunia sebagai ekonomi terbesar kedua di dunia, setelah AS.

Tentu AS melihat China berpotensi menyalip di tikungan, baik di bidang politik maupun ekonomi dunia. Bisa diduga, China menggunakan kemajuannya di bidang ekonomi, teknologi dan militer sebagai instrumen politik untuk membangun citra role model negara sosialis yang tidak mengharamkan kapitalisme.

China juga ingin menunjukkan citra sebagai negara dengan sistem partai tunggal yang mesin birokrasinya bekerja secara kuat, padu, efektif dan efisien, seperti terbukti dalam penanganan pandemi. Pada titik ini idealisme Barat (kebebasan dan demokrasi) akan berhadapan dengan idealisme China (partai tunggal dan otoritarianisme).

Kedua, kepentingan China di Eropa beririsan dengan agenda politik UE, yang secara ideologis sekutu AS. UE ingin merangkul negara bekas sosialis-komunis Eropa Timur agar sejalan dengan garis ideologi Eropa yang mengusung ekonomi terbuka, kebebasan dan demokrasi.

Tentu itu menjadi ancaman bagi China. Sebab, UE (yang sudah merangkul negara bekas sosialis-komunis) akan semakin rewel terhadap pelanggaran demokrasi dan HAM di China.

Masifnya bantuan ekonomi China kepada negara bekas Eropa Timur dapat dilihat sebagai politik kooptasi China terhadap negara bekas sosialis-komunis, yang dari sejarahnya memang memiliki irisan ideologis (sosialisme-komunisme) di era Perang Dingin.

Ketiga, di bawah Presiden Jinping China lebih agresif menebar pengaruh di berbagai belahan dunia, termasuk dalam geo-politik Eropa – kawasan tradisional aliansi politik-militer AS-UE.

Pada 2013, China mencanangkan program infrastruktur raksasa, Belt Road Initiative (BRI): pembangunan jalur kereta yang menghubungkan Beijing dengan benua Eropa dengan dukungan lembaga pendanaan AIIB (Asian Infrastructure Investment Bank).

Dari 27 anggota UE, ada 18 negara yang ikut dalam proyek BRI dan menjadi anggota AIIB.

China tebar pengaruh

 

Terlihat jelas upaya China memanfaatkan kekuatan ekonomi sebagai instrumen pengembangan pengaruh di Eropa.

Upaya tebar pengaruh ini sudah dimulai jauh sebelum Covid 19 menerpa Eropa. Covid 19 hanya menjadi pintu masuk bagi China untuk mengukuhkan citra diri: negara sosialis yang merangkul kapitalisme dengan sistem partai tunggal yang bekerja efektif melawan pandemi.

Citra diri seperti ini dibaca Barat sebagai tantangan ideologis. Maka tidak heran jika pada KTT G7 di Cornwall minggu lalu, pemimpin G7 juga menawarkan program bantuan pembangunan infrastruktur bagi negara berkembang, seperti disinggung di awal tulisan ini.

Sepertinya program tersebut. untuk menandingi proyek BRI China yang sudah lebih dulu ditawarkan ke berbagai negara.

KTT G7 di Cornwall, Inggris, menawarkan program bantuan untuk pandemi Covid 19 dan pembangunan infrastruktur.

Dalam perspektif diplomasi dan politik luar negeri, Covid 19 tidak melulu masalah kesehatan. Pun infrastruktur, tidak menyangkut pembangunan fisik semata.

Dalam konteks hubungan antar-negara yang lebih luas, kedua program bantuan itu hanya sebagai instrumen diplomasi dan politik luar negeri.

Covid 19 dan infrastruktur adalah bagian kecil dari narasi besar yang sedang digaungkan dalam rivalitas ideologis dua kekuatan politik dunia: AS (dan Eropa) di satu pihak vis a vis China di pihak lain.

KTT G7 Cornwall usai sudah. Kini tinggal negara-negara di dunia menyaksikan teater politik internasional yang memainkan lakon pandemi Covid 19 dan infrastruktur dalam rivalitas ideologis AS dan China.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Putin Usul Gantikan Menhan Sergei Shoigu dengan Ekonom Sipil

Putin Usul Gantikan Menhan Sergei Shoigu dengan Ekonom Sipil

Global
[KABAR DUNIA SEPEKAN] Israel Serang Rafah | Serangan Drone Terjauh Ukraina

[KABAR DUNIA SEPEKAN] Israel Serang Rafah | Serangan Drone Terjauh Ukraina

Global
Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Global
143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

Global
Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Global
Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Global
Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Global
PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

Global
Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Global
4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

Global
Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Global
Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com