OUAGADOUGOU, KOMPAS.com – Pemerintah Burkina Faso menuding pembantaian lebih dari 130 orang di sebuah desa dilakukan oleh kelompok ekstremis.
Juru bicara Ousseni Tamboura mengatakan, pihaknya menuding kelompok ekstremis sebagai pihak yang bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Melansir TVNZ, serangan tersebut terjadi pada Jumat (4/6/2021) malam waktu setempat di desa Solhan, provinsi Yagha Sahel.
Baca juga: UPDATE: 138 Orang Tewas Semalam akibat Dibantai Milisi di Burkina Faso
Tamboura menambahkan, pasar lokal dan beberapa rumah juga dibakar di daerah menuju perbatasan Niger tersebut.
Presiden Burkina Faso Roch Marc Christian Kabore menyebut serangan itu sebagai aksi yang barbar.
Negara di wilayah Afrika Barat itu kerap menjadi target serangan dari kelompok teroris yang terkait dengan Al Qaeda dan ISIS sekitar lima tahun lalu.
Heni Nsaibia, peneliti senior di Armed Conflict Location & Event Data Project, mengatakan bahwa serangan tersebut dianggap sebagai serangan paling mematikan yang tercatat di Burkina Faso.
“Jelas bahwa kelompok-kelompok milisi memperburuk situasi di Burkina Faso,” kata Nsaibia.
Baca juga: 100 Warga Sipil Dibantai dalam Semalam, Serangan Paling Mematikan di Burkina Faso
Kendati demikian, belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan itu.
Meskipun ada kehadiran lebih dari 5.000 tentara Perancis di Sahel, kekerasan kelompok teroris di wilayah tersebut masih meningkat.
Dalam satu pekan pada April, lebih dari 50 orang tewas di Burkina Faso, termasuk dua jurnalis Spanyol dan seorang konservasionis asal Irlandia.
Lebih dari 1 juta orang di negara itu telah mengungsi.
Seorang warga setempat yang enggan disebutkan namanya mengaku menjenguk kerabatnya di sebuah klinik di kota Sebba, sekitar 12 kilometer dari lokasi serangan terjadi.
Baca juga: Kades Tewas Setelah Serangan Teroris di Burkina Faso
Dia mengaku melihat banyak orang terluka memasuki klinik.
"Saya melihat 12 orang di satu ruangan dan sekitar 10 orang di kamar lain. Orang-orang sangat takut dan khawatir," katanya kepada Associated Press melalui telepon.