Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/05/2021, 12:24 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Indonesia menolak resolusi R2P (Responsibility to Protect) untuk dijadikan agenda tahunan.

Penolakan R2P dan pencegahan genosida, kejahatan perang, pembersihan etnik, dan kejahatan tersebut dilakukan delegasi Indonesia di Sidang Umum PBB, Selasa (18/5/2021).

Selain Indonesia, ada 14 negara lain yang menolak resolusi tersebut. Sebanyak 115 negara mendukungnya dengan 28 negara memilih untuk abstain.

Baca juga: Indonesia Tolak Resolusi Pencegahan Genosida dalam Sidang Umum PBB

Melansir situs Global Centre for the R2P, rapat pleno Sidang Umum PBB tersebut dibuka pada Senin (17/5/2021).

Resolusi tersebut akhirnya diadopsi dengan 115 negara memberikan mendukung, 28 negara abstain, dan 15 negara menolaknya.

Dengan diadopsinya resolusi tersebut, negara-negara anggota PBB memutuskan untuk memasukkan R2P dalam agenda tahunan Majelis Umum PBB.

Selain itu, resolusi tersebut secara resmi meminta agar Sekretaris Jenderal PBB melaporkan setiap tahun tentang topik tersebut.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Teuku Faizasyah menerangkan, pihaknya memaparkan tiga pertimbangan kenapa Indonesia melakukan penolakan.

Baca juga: 3 Pertimbangan Indonesia Tolak R2P dan Pencegahan Genosida di Sidang Umum PBB

Pertama, tidak perlu membentuk mata agenda baru, karena selama ini pembahasan R2P di UNGA (Sidang Majelis Umum/SMU PBB) sudah berjalan dan penyusunan laporan Sekjen selalu dapat dilaksanakan.

Kedua, pembahasan R2P oleh SMU PBB selalu dapat dilaksanakan dan sudah ada mata agendanya yaitu follow up to outcome of millenium summit.

Ketiga, konsep R2P juga sudah jelas tertulis di Resolusi No 60/1 Tahun 2005 (2005 World Summit Outcome Document), paragraf 138-139.

Sementara itu, Executive Secretary ASEAN Study Center Universitas Indonesia, Shofwan Al Banna, menggarisbawahi bahwa Indonesia hanya menolak R2P dijadikan agenda rutin tahunan, bukan menolak R2P secara keseluruhan.

Dosen Ilmu Hubungan Internasional UI tersebut mengatakan, jika R2P menjadi agenda rutin tahunan dengan membahas konsep dan pelaksanaannya, akan muncul kekhawatiran baru.

Baca juga: Ketiga Kalinya, AS Blokade Pernyataan PBB Soal Aksi Israel di Jalur Gaza

Kekhawatiran baru tersebut berupa penggunaan R2P yang didasarkan oleh kehendak negara-negara yang kuat saja, namun tidak benar-benar mencapai tujuannya.

“Saya kira kekhawatiran Indonesia wajar bahwa jika (R2P) diadakan sebagai agenda tahunan,” kata Shofwan saat dihubungi Kompas.com via WhatsApp.

"Perdebatan panjang tentang konsep R2P yang tertuang dalam Resolusi PBB No 60/1 Tahun 2005 dibuka lagi tiap tahun dan membuat definisi dan konsepnya bisa ditarik ulur,” imbuh Shofwan.

Dia mengatakan, penolakan resolusi yang menjadikan R2P agenda tahunan bertepatan dengan momen yang tidak tepat.

Sehingga, sambung Shofwan, orang mengaitkan hal itu dengan kekerasan yang dilakukan oleh militer Myanmar dan oleh Israel pada Palestina.

Baca juga: Israel-Palestina Hari Ini: Serangan Terparah di Gaza, DK PBB Rapat Darurat

Hal ini membuat orang-orang beranggapan bahwa penolakan resolusi R2P menjadi agenda tahunan sama saja tidak mendukung penerapan R2P untuk kasus-kasus tersebut.

“Namun, hal itu adalah kesalahpahaman. Justru Israel dan AS turut mendukung (esolusi R2P menjadi agenda tahunan), karena jelas R2P tidak akan bisa diterapkan untuk Israel karena pasti akan diveto oleh AS,” tambah Shofwan.

Shofwan menuturkan, secara konsep, R2P adalah konsep yang baik. Namun secara praktik, R2P banyak digunakan oleh negara-negara besar untuk melakukan intervensi, tapi tidak bisa digunakan untuk benar-benar mencegah genosida.

“Tepat atau tidak mungkin nanti biar sejarah yang melihat, tapi posisi Indonesia wajar dan dapat dimengerti,” sambung Shofwan.

Baca juga: AS Kembali Memblokir Draf Pernyataan PBB Terbaru tentang Konflik Israel-Palestina

Dia juga menuturkan bahwa konsep ideal dari R2P kerap kali berhadapan dengan realitas politik internasional.

“Yang kuat bisa menggunakan konsep ideal ini untuk mendorong agendanya sendiri, makanya penerapannya tebang pilih,” kata Shofwan.

Kendati demikian, dia menegaskan bahwa konsep R2P merupakan konsep yang harus ada karena memberi masyarakat internasional sebuah ruang untuk melakukan intervensi guna mencegah kejahatan kemanusiaan.

“Tapi praktik dan konstelasi politik internasional membuat kita harus berhati-hati,” tutur Shofwan.

Baca juga: Bisakah Hak Veto Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB Dihapuskan?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya

Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Diusir Korut, Begini Nasib Tentara AS yang Kabur Travis King

Diusir Korut, Begini Nasib Tentara AS yang Kabur Travis King

Global
Israel Buka Kembali Penyeberangan Gaza, Izinkan Warga Palestina Kembali Bekerja

Israel Buka Kembali Penyeberangan Gaza, Izinkan Warga Palestina Kembali Bekerja

Global
Sosok Viktor Sokolov, Komandan Rusia yang Muncul Usai Diklaim Tewas oleh Ukraina

Sosok Viktor Sokolov, Komandan Rusia yang Muncul Usai Diklaim Tewas oleh Ukraina

Global
AS Tahan Travis King, Tentara yang Kabur ke Korea Utara

AS Tahan Travis King, Tentara yang Kabur ke Korea Utara

Global
Keuntungan AS di Balik Normalisasi Hubungan Arab Saudi dan Israel

Keuntungan AS di Balik Normalisasi Hubungan Arab Saudi dan Israel

Global
Angka Kelahiran Rendah di Korsel Bisa Jadi Peluang Pendidikan bagi Indonesia

Angka Kelahiran Rendah di Korsel Bisa Jadi Peluang Pendidikan bagi Indonesia

Global
Rangkuman Hari Ke-581 Serangan Rusia ke Ukraina: Bulgaria Kirim Rudal Tua | Evakuasi Anak-anak Zaporizhzhia

Rangkuman Hari Ke-581 Serangan Rusia ke Ukraina: Bulgaria Kirim Rudal Tua | Evakuasi Anak-anak Zaporizhzhia

Global
Jerman Selidiki Dugaan Kejahatan Perang oleh Rusia di Gostomel Ukraina

Jerman Selidiki Dugaan Kejahatan Perang oleh Rusia di Gostomel Ukraina

Global
Bulgaria Akan Kirim Senjata Era Soviet yang Sudah Tua dan Cacat ke Ukraina

Bulgaria Akan Kirim Senjata Era Soviet yang Sudah Tua dan Cacat ke Ukraina

Global
Korea Utara Masukkan Status Senjata Nuklir ke Dalam UU

Korea Utara Masukkan Status Senjata Nuklir ke Dalam UU

Global
Ledakan Besar Terjadi di Dekat Bandara Ibu Kota Uzbekistan

Ledakan Besar Terjadi di Dekat Bandara Ibu Kota Uzbekistan

Global
[POPULER GLOBAL] Pemenang Lotre Dikritik | Update Ledakan Nagorno-Karabakh

[POPULER GLOBAL] Pemenang Lotre Dikritik | Update Ledakan Nagorno-Karabakh

Global
Awalnya Mengira Kucing, Wanita Ini Selamatkan Bayi Macan Kumbang lalu Merawatnya hingga Dewasa

Awalnya Mengira Kucing, Wanita Ini Selamatkan Bayi Macan Kumbang lalu Merawatnya hingga Dewasa

Global
Serang Balik Rusia, Ukraina Evakuasi Semua Anak di Dekat Zaporizhzhia

Serang Balik Rusia, Ukraina Evakuasi Semua Anak di Dekat Zaporizhzhia

Global
Pro-Kontra Kerja 4 Hari Seminggu di Jerman

Pro-Kontra Kerja 4 Hari Seminggu di Jerman

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com