Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/04/2021, 21:33 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

AUCKLAND, KOMPAS.com - Pembunuh 51 jemaah di masjid Selandia Baru saat Shalat Jumat dilaporkan meminta statusnya sebagai teroris dikaji.

Brenton Tarrant, pendukung supremasi kulit putih, bertanggung jawab atas insiden paling berdarah dalam sejarah "Negeri Kiwi".

Pada 15 Maret, dia menembaki dua masjid di Christchurch, ketika jemaah sedang melaksanakan Shalat Jumat.

Baca juga: Brenton Tarrant, Teroris Penembakan Masjid Selandia Baru, Dihukum Seumur Hidup

Sebanyak 51 orang tews dan 40 lainnya terluka. Brenton Tarrant pun ditangkap ketika hendak menuju ke lokasi ketiga.

Pada Agustus tahun lalu, dia dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa kemungkinan pembebsan bersyarat.

Vonis itu merupakan yang terberat dalam sejarah Selandia Baru, di mana dia bersalah atas dakwaan pembunuhan, percobaan pembunuhan, dan terorisme.

Aksinya mengejutkan "Negeri Kiwi" maupun dunia, dan membuat sejumlah perubahan drastis dalam sistem hukum setempat.

Salah satunya adalah pembentukan Direktorat Tahanan Risiko Ekstrem yang bertugas menangani narapidana paling berbahaya.

Pada Kamis (15/4/2021), Tarrant dijadwalkan bakal hadir di sesi sidang Pengadilan Tinggi Auckland.

Baca juga: Penembakan di Masjid Selandia Baru, PM hingga Kepala Polisi Minta Maaf

Sebabnya, dia mengajukan petisi antara lain perubahan kondisi penjara yang ditempatinya atas dasar kemanusiaan.

Selain itu, dia juga meminta agar statusnya sebagai teroris berdasarkan Undang-undang Pencegahan Teroris Selandia Baru dikaji lagi.

Dilansir Russian Today Rabu (14/4/2021), pembunuh asal Australia itu ditempatkan sayap terpisah, penjara berkeamanan tinggi di Auckland.

Dijuluki "penjara dalam penjara", aktivitas Tarrant dan dua napi berbahaya lainnya dimonitor oleh 18 penjara.

Pengelolaan hotel prodeo tersebut dilaporkan menghabiskan 2,77 juta dollar Selandia Baru (Rp 28,8 miliar) per tahun.

Baca juga: Korban Tewas Penembakan Masjid di Selandia Baru Bertambah Jadi 51 Orang

Namun, terdapat sorotan mengenai kondisi yang diterima Tarrant selama sisa hidupnya, dan apakah sesuai dengan standar kemanusiaan di sana.

Sorotan yang menggelayut adalah bertahun-tahun tinggal sendiri, hanya diawasi monitor, bakal mengganggu mentalnya.

Pakar hukum meyakini, kondisi itulah yang tengah diperjuangkan Brenton Tarrant di hadapan Hakim Geoffrey Venning.

Peninjauan kembali itu takkan mengubah vonis yang diterima Tarrant. Di mata hukum, dia tetaplah pembunuh sadis dan teroris.

Meski begitu, banyak yang meyakini Hakim Venning akan memberikan kelonggaran terkait kondisi penjaranya.

Baca juga: Tuhan, Semoga Pria Ini Kehabisan Peluru

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com