Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Duta Besar Myanmar Desak Larangan Terbang, Embargo Senjata hingga Sanksi Dikeluarkkan PBB

Kompas.com - 10/04/2021, 14:11 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

KOMPAS.com - Duta besar Myanmar untuk PBB yang melawan junta militer, Kyaw Moe Tun, pada Jumat (9/4/2021) mendesak untuk diberlakukannya zona larangan terbang, embargo senjata, dan sanksi.

"Tindakan kolektif dan kuat Anda dibutuhkan segera," kata Duta Besar Myanmar, Kyaw Moe Tun dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB, seperti yang dilansir dari The Straits Times.

"Waktu berharga bagi kami. Tolong ambil tindakan," Kyaw Moe Tun memohon penuh kepada Dewan Kemanan PBB. 

Baca juga: [Cerita Dunia] 8888, Demo Skala Besar di Myanmar Menentang Kekuasaan Miluter

Sejauh ini, ia menyuarakan kesedihannya atas "kurangnya tindakan yang memadai dan kuat oleh komunitas internasional, khususnya Dewan Keamanan PBB".

Utusan itu yang membangkang terhadap junta setelah kudeta pecah, mengatakan bahwa junta sengaja menargetkan warga sipil dan dia menyuarakan kesedihan atas kematian anak-anak yang ikut jadi korban.

"Zona larangan terbang harus diserukan," ujarnya, "untuk menghindari pertumpahan darah lebih jauh karena serangan udara oleh militer di permukiman warga".

"Tidak diragukan lagi tindakan itu (serangan militer) tidak dapat diterima oleh kita semua di dunia modern ini," ucapnya meyakinkan.

"Saya sangat yakin bahwa komunitas internasional, khususnya Dewan Keamanan PBB, tidak akan mmebiarkan kekejaman ini terus terjadi di Myanmar," terangnya.

Baca juga: Inggris Beri Perlindungan Duta Besar Myanmar yang Diusir Junta Militer

Dia juga menyerukan dilakukannya embargo senjata internasional dan pembekuan rekening bank yang terkait dengan anggota militer dan keluarga mereka.

Semua investasi asing langsung juga harus ditangguhkan sampai pemulihan pemerintahan yang dipilih secara demokratis, kata duta besar.

Sementara itu, 19 orang telah dijatuhi hukuman mati di Myanmar karena membunuh rekan seorang kapten militer, kata stasiun TV Myawaddy milik militer pada Jumat (8/4/2021).

Hukuman pertama yang diumumkan di depan umum sejak kudeta Myanmar 1 Februari dan tindakan keras terhadap pengunjuk rasa.

Laporan itu mengatakan pembunuhan terjadi pada 27 Maret di distrik Okkalapa Utara, Yangon, kota terbesar Myanmar.

Baca juga: Diusir dari Kedutaan, Dubes Myanmar untuk Inggris Tidur di Mobil

Darurat militer telah diberlakukan di distrik tersebut, yang mengizinkan pengadilan militer untuk menjatuhkan hukuman.

Penguasa militer yang menggulingkan pemerintah terpilih mengatakan pada Jumat (9/4/2021) bahwa kampanye protes terhadap pemerintahannya berkurang karena orang-orang menginginkan perdamaian.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com