Misalnya ketika dia mempertanyakan bagaimana Obama bisa mendapatkan izin masuk ke Universitas ternama seperti Colombia. Padahal sudah jadi rahasia umum, Trump sendiri masuk ke Pennsylvania karena koneksi pribadi yang dimiliki keluarganya.
Baca juga: Sering Dipukul Pengunjung, Patung Lilin Donald Trump Diturunkan
Trump telah berulang kali mengklaim bahwa dia adalah lulusan terbaik di kelasnya dari Wharton School di Pennsylvania. Dia pun mengizinkan media memberitakan hal itu atas namanya.
Tapi, kenyataannya jauh dari yang dia katakan. Presiden AS ke-45 itu lulus tanpa penghargaan atau predikat apa pun.
Menurut Forbes, beberapa universitas di AS mensyaratkan pemberian gelar atau penghargaan berdasarkan persentil IPK. Tetapi Wharton mendasarkannya hanya pada IPK.
Artinya untuk lulus tanpa predikat, IPK milik Trump kemungkinan di bawah 3,40 (standar 4). Kemungkinan lainnya, Trump bisa saja mendapat sanksi atas integritas akademik atau pelanggaran perilaku siswa lainnya.
Sebenarnya IPK perguruan tinggi Trump bukanlah masalah besar. Hanya saja dia menggunakan hal itu untuk melawan musuh politiknya, seperti ketika dia berspekulasi tentang IPK Obama.
Fakta bahwa dia mengancam lembaga pendidikan soal publikasi akademiknya memunculkan desas-desus jika dia berbohong soal rekam jejaknya sendiri.
Baca juga: Jadi Klaster Covid-19, Resor Mar-a-Lago Milik Trump Ditutup Sebagian
Forbes dalam penyusunan tulisannya menemukan banyak unggahan blog, dan forum yang memperdebatkan tentang catatan akademis dari berbagai presiden.
Banyak orang yang benar-benar meneliti catatan penghargaan universitas dan buku tahunan yang telah berusia puluhan tahun lamanya.
Forbes melihat kondisi itu sebagai hal yang miris dari sistem pendidikan, di mana angka (nilai) seringkali digunakan sebagai patokan tunggal kemahiran atau kemampuan seseorang. Lebih jauh bahkan masih banyak yang melihat capaian itu sebagai faktor utama kesuksesan.
Sedangkan pada kenyataannya, banyak juga figur publik yang telah membangun reputasi dan berperan baik dalam masyarakat dengan kariernya, terlepas dari capaian mereka di bangku pendidikan.
Trump dalam hal ini punya peran besar dalam mengembangkan “penilaian publik” terkait hal tersebut. Klaimnya yang paling sering digunakan adalah soal peringkat IQ yang dimiliki seseorang.
Kontributor Forbes, Christopher Rim, yang juga adalah CEO Command Education, prihatin melihat pemimpin berusia 74 tahun itu masih mengkhawatirkan nilai sekolah menengah dan perguruan tinggi, dan membandingkannya dengan orang lain.
Menurutnya, nilai bukanlah faktor utama penentu kesuksesan di masa depan. Termasuk juga apakah seseorang bersekolah di Ivy League atau tidak.
“Pada akhirnya, IPK bukan faktor utama yang menentukan kesuksesan di masa depan, dan hanya berperan untuk jangka waktu yang pendek dalam kehidupan seseorang. Lebih penting dari itu adalah kekuatan karakter, kejujuran, dan etos kerja tiap individu.”
Baca juga: Putin Dituding Bantu Donald Trump di Pilpres AS 2020
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.