Terbaru, kudeta Myanmar ketiga terjadi pada 1 Februar 2021 setelah Aung San Suu Kyi ditangkap dan pemerintahannya digulingkan.
Militer Myanmar beralasan, pemilu tahun lalu yang dimenangkan partai National League for Democracy (NLD)-nya Suu Kyi menang curang.
Menurut artikel The Conversation, militer ingin meninggalkan nama yang diwarisi oleh masa lalu kolonial, dan membuat nama baru yang dapat menyatukan semua 135 etnis secara resmi, bukan cuma orang Burma.
Namun, para kritikus tidak sependapat. Alasannya adalah Myanmar dan Burma sama saja artinya, hanya Myanmar lebih formal untuk menyebut Burma.
Begitu pun perubahan nama Rangoon menjadi Yangoon, disebut lebih mencerminkan bahasa Burma.
Bahkan, perubahan nama secara teknis hanya terjadi di bahasa Inggris.
Baca juga: Kisah Perang: Perjalanan Myanmar Menuju Demokrasi dan Jatuh Lagi ke Militer
Nama Myanmar mulai digunakan secara internasional untuk mendukung transisi demokrasi di negara itu, tetapi nama Burma tidak dihilangkan begitu saja.
Aung San Suu Kyi yang menjadi pemimpin sipil negara itu pada 2016 juga tidak mempermasalahkan nama Myanmar atau Burma.
Akan tetapi tidak semua negara mengikuti. Amerika Serikat (AS) misalnya yang tidak mengakui nama Myanmar, dan masih menyebut Burma.
Baca juga: [Cerita Dunia] Kenapa Burma Berubah Menjadi Myanmar? Berikut Kisahnya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.