Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[Cerita Dunia] Kemenangan Gerilyawan Pimpinan Fidel Castro dalam Revolusi Kuba

Kompas.com - 19/02/2021, 19:22 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – 1 Januari 1959 menjadi hari bersejarah bagi Kuba dan akan merombak wajah negara tersebut hingga hari ini.

Setelah menghadapi revolusi yang dipelopori oleh Gerakan 26 Juli-nya Fidel Castro, diktator Kuba Fulgencio Batista melarikan diri dari negara pulau itu.

Ibu Kota Kuba, Havana, gembira sekaligus masih kacau setelah Batista kabur sebagaimana dilansir dari History.

Di sisi lain, Amerika Serikat (AS), berupaya merumuskan cara terbaik menangani Castro dan gemuruh anti-Amerikanisme yang tidak menyenangkan di Kuba.

Batista merupakan kroni Washington. “Negeri Paman Sam” telah lama mendukung mantan tentara tersebut sejak 1933 hingga 1944.

Baca juga: [CERITA DUNIA] Sisi Lain yang Kelam dari Asal-usul Hari Valentine

Washington juga mendukung Batista merebut kekuasaan untuk kedua kalinya dalam kudeta tahun 1952.

Castro memulai revolusi di Kuba dengan menyerang sebuah barak militer pada 1953. Setelah itu Batista semakin brutal menekan pemberintak hingga kahirnya Castro melarikan diri dari Kuba.

Setelah itu, Kuba semakin memanas ketika Castro kembali dari pelariannya ke Kuba pada Desember 1956.

Castro tidak sendiri, dia ditemani seorang dokter Argentina penganut Marxisme-Leninisme bernama Ernesto "Che" Guevara dan beberapa orang lain.

AS curiga terhadap ideologi kiri Castro dan khawatir bahwa tujuan akhir Castro mungkin menghancurkan investasi dan properti signifikan AS di Kuba.

Baca juga: Cerita Dunia: Polisi Fesyen hingga Pasar Gelap Korea Utara

Para pejabat AS hampir seluruhnya sepakat menentang gerakan revolusioner Castro.

Kendati demikian, dukungan rakyat Kuba untuk revolusi Castro tumbuh pada akhir 1950-an. Sebagian dari mereka terkesima oleh Castro dan retorika nasionalisnya.

Selain itu, rakyat Kuba juga muak atas korupsi yang semakin merajalela, keserakahan, kebrutalan, dan inefisiensi dalam pemerintahan Batista.

Realitas ini memaksa AS untuk perlahan-lahan menarik dukungannya dari Batista dan memulai pencarian pemimpin lain selain Batista dan Castro. Namun upaya ini gagal.

Baca juga: [Cerita Dunia] Terciptanya Guillotine oleh Dua Dokter Bedah

Tahun Penting 1958

1958 dianggap menjadi titik balik bagi perjuangan revolusi di Kuba. Serangan sporadis dan penghancuran properti menjadi hal yang lumrah kala itu dan mengganggu pereknomian Kuba.

Pabrik gula dan perkebunan dibakar, pengeboman di Havana menekan perdagangan turis, dan aktivitas pemberontakan di provinsi Oriente menghambat industri pertambangan.

Menanggapi kerusuhan tersebut, AS memberlakukan embargo senjata terhadap Kuba pada pertengahan Maret 1958 dan menangguhkan pengiriman hampir 2.000 senapan kepada pemerintah Kuba.

Batista memanfaatkan kekerasan untuk menyerukan penundaan pemilu yang sedianya berlangsung pada Juni 1958 mundur menjadi 3 November 1958.

Kelompok-kelompok komunis yang dipimpin oleh Juan Marinello menanggapi dengan menyerukan pemogokan umum pada 9 April. Namun aksi tersebut gagal terwujud.

Baca juga: [Cerita Dunia] Kenapa Burma Berubah Menjadi Myanmar? Berikut Kisahnya

Menjelang tanggal pemilu yang dijadwalkan ulang, tiga kandidat muncul yakni Andres Rivero Aguero, Carlos Márquez Sterling, dan mantan presiden Ramon Grau San Martin.

Aguero merupakan orang yang didukung Batista, Sterling didukung oleh beberapa kelompok moderat, sedangkan San Martin adalah calon dari Partai Revolusi Kuba.

Ketika rakyat Kuba pergi ke tempat pemungutan suara pada 3 November, provinsi Oriente dan Las Villas yang dikuasai pemberontak melihat banyaknya pemilih yang diabaikan.

Namun, ketika hasil pemilu diumumkan, terjadi kecurangan besar-besaran. Sterling menang di empat provinsi namun justru Aguero dinyatakan sebagai pemenang.

Batista berdalih Aguero menang pemilu karena hasil pemungutan suara dari Oriente dan Las Villas tidak dihitung sebagaimana dilansir dari Britannica.

Baca juga: [Cerita Dunia] Es Krim yang Populer ketika Alkohol Dilarang di Amerika Sebelum Perang Dunia II

Seandainya Sterling keluar sebagai pemenang pemilu, jalan Revolusi Kuba mungkin menjadi. Sebaliknya, campur tangan Batista dalam pemilu mengantarkannya kepada hari-hari terakhir kekuasannya.

Beberapa pekan setelah pemilu, dukungan untuk Batista mencair. Meskipun sebagian besar tentara tetap setia kepadanya, efektivitas tempurnya sangat terganggu, karena kekurangan amunisi akibat embargo senjata AS.

Pasukan Castro, yang selama bertahun-tahun telah melancarkan gerilya, kini dapat mengimbangi pasukan pemerintah dalam beberapai pertempuran sengit.

Bahkan, pasukan Batista sering menghadapi mereka dengan peralatan superior yang diperoleh dari sumber asing.

Pada 27 Desember 1958, pasukan pemberontak yang dipimpin Che Guevara mengalahkan garnisun di Santa Clara, ibu kota provinsi Las Villas.

Gerilyawan merebut kereta lapis baja berisi senjata dan amunisi yang sangat dibutuhkan oleh pasukan pemerintah.

Baca juga: [Cerita Dunia] 25 Tahun Hari Korban Kejahatan Nazi Hitler

Revolusi menang

Batista, melihat posisinya tidak dapat dipertahankan, melepaskan jabatan kepresidenannya pada dini hari tanggal 1 Januari 1959. Batista dan sejumlah pendukungnya melarikan diri dari Kuba menuju Republik Dominika.

Puluhan ribu rakyat Kuba dan ribuan orang Amerika-Kuba di AS merayakan berakhirnya rezim diktator.

Pendukung Castro bergerak cepat untuk membangun kekuatan mereka. Hakim Manuel Urrutia diangkat sebagai presiden sementara. Castro dan kelompok gerilyawannya dengan penuh kemenangan memasuki Havana pada 7 Januari.

Sikap AS terhadap pemerintahan revolusioner Kuba yang baru segera berubah dari curiga menjadi sangat bermusuhan.

Baca juga: [Cerita Dunia] Krisis Suez dan Melemahnya Kekuatan Kolonialis Lama

Setelah menasionalisasi properti milik AS, Castro bersekutu dengan Partai Komunis dan menjadi lebih bersahabat dengan Uni Soviet, musuh Perang Dingin AS.

Washington akhirnya memutuskan hubungan diplomatik dan ekonominya dengan Kuba.

AS juga memberlakukan embargo perdagangan dan perjalanan yang masih berlaku hingga saat ini, meski beberapa pembatasan dilonggarkan di bawah pemerintahan Barack Obama.

Pada April 1961, AS melancarkan invasi Teluk Babi. Namun upaya untuk menggulingkan Castro dari kekuasaan tersebut gagal total.

Baca juga: [Cerita Dunia] Chamoy Thipyaso Dipenjara 141.078 Tahun, Korbannya 16.000 Orang

AS juga melancarkan operasi rahasia berikutnya untuk menggulingkan Castro namun kembali menemui kegagalan.

Castro kemudian menjadi salah satu kepala negara dengan kekuasaan terlama di dunia. Sementara Batista meninggal di Spanyol dalam usia 72 pada tanggal 6 Agustus 1973.

Pada akhir Juli 2006, Fidel Castro yang tidak sehat untuk sementara waktu menyerahkan kekuasaan kepada adik laki-lakinya, Raul.

Castro secara resmi mengundurkan diri pada Februari 2008 dan meninggal dunia pada tanggal 25 November 2016.

Baca juga: [Cerita Dunia] Sebelum Rentetan Kecelakaan Pesawat Terjadi, Ini Dia yang Pertama

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com