Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Analisis Ungkap Jutaan Orang yang Dulu Memilih Trump Kini Ingin Dia Dilarang Menjabat di Tingkat Federal

Kompas.com - 08/02/2021, 11:05 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Penulis

Sumber CNN

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Tidak seperti politisi pada umumnya yang menjadi lebih populer setelah meninggalkan jabatan mereka, mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump rupanya banyak 'tidak diinginkan' orang.

Jutaan orang yang kemungkinan memilih Trump pada masa lalu, kini ingin dia dilarang menjabat posisi federal di masa mendatang, menurut analisis CNN, Minggu (7/2/2021).

Baca juga: Nama Trump Akan Dihapus dari Kredit Home Alone 2 dan Didepak dari Serikat Film

Menjelang persidangan pemakzulan di depan Senat, jajak pendapat terbaru mengungkapkan bahwa lebih banyak orang Amerika ingin Trump dihukum dibandingkan selama persidangan pemakzulan pertamanya setahun yang lalu.

Yang lebih menakjubkan, lebih banyak yang ingin agar Trump dilarang memegang jabatan di tingkat nasional lagi.

Baca juga: Jejak Kebohongan Trump Terendus di Data Properti Situs Web Perusahaan dan Bursa

Jajak pendapat ABC News-Ipsos terbaru yang dirilis pada Minggu menunjukkan bahwa 56 persen orang Amerika mendukung Senat menghukum Trump dan melarangnya memegang jabatan federal di masa mendatang.

Hanya 43 persen yang menentang tindakan tersebut.

Sebelumnya, jajak pendapat Universitas Monmouth yang diambil pada akhir Januari menunjukkan bahwa 57 persen orang menginginkan agar dia dilarang memegang jabatan federal dan 52 persen ingin dia dihukum oleh Senat.

Baca juga: Dianggap Inkonstitusional, Trump Tolak Bersaksi di Pemakzulan Dirinya

Setiap jajak pendapat selama sebulan terakhir yang dianggap memenuhi standar CNN menunjukkan bahwa setidaknya 56 persen orang Amerika ingin Trump dilarang memegang kantor federal lagi.

Artinya, secara halus, hal tersebut merupakan persentase yang menakjubkan. Itu artinya, kemungkinan jutaan orang Amerika yang memilih Trump tahun lalu kini beralih ingin dia dilarang dari memegang jabatan federal.

Baca juga: Biden Pertimbangkan Cabut Hak Trump Dapat Informasi Rahasia Negara

Trump dan pemakzulan

Sebelumnya, seperti diwartakan Kompas.com, mantan Presiden AS itu menegaskan bahwa dia tak akan bersaksi dalam sidang pemakzulan dirinya karena menganggap hal itu inkonstitusional.

Trump memberikan pernyataan melalui pengacaranya kepada tim penuntut dari DPR AS. Sementara kuasa hukumnya tak menyebut apakah mantan presiden itu akan bersaksi, penasihat seniornya, Jason Miller dikutip dari AFP mengatakan, "Presiden tidak akan bersaksi dalam proses pemakzulan yang inkonstitusional."

Baca juga: Menhan AS Singkirkan Ratusan Loyalis Trump di Kementerian Pertahanan

Dalam upaya pemakzulan kedua, mantan presiden berusia 74 tahun itu didakwa telah mendukung para pendukungnya untuk menyerang Gedung Capitol.

Saat itu, Kongres AS tengah bersiap mengesahkan sertifikat kemenangan Joe Biden. Membuat sejumlah politisi harus diungsikan ke tempat aman.

Selama berbulan-bulan, Trump selalu bersikukuh bahwa dia memenangi Pilpres AS 2020, tetapi tanpa bukti yang jelas.

Baca juga: Trump Angkat 2 Pengacara Baru untuk Pimpin Pembelaan di Sidang Pemakzulannya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Inilah Wombat Tertua di Dunia, Usianya 35 Tahun

Inilah Wombat Tertua di Dunia, Usianya 35 Tahun

Global
Biden Akan Bicara ke Netanyahu Usai Israel Perintahkan Warga Rafah Mengungsi

Biden Akan Bicara ke Netanyahu Usai Israel Perintahkan Warga Rafah Mengungsi

Global
Pejabat UE dan Perancis Kecam Israel Perintahkan Warga Rafah Mengungsi, Ini Alasannya

Pejabat UE dan Perancis Kecam Israel Perintahkan Warga Rafah Mengungsi, Ini Alasannya

Global
Rusia dan Ukraina Dilaporkan Pakai Senjata Terlarang, Apa Saja?

Rusia dan Ukraina Dilaporkan Pakai Senjata Terlarang, Apa Saja?

Internasional
Setelah Perintahkan Warga Mengungsi, Israel Serang Rafah, Hal yang Dikhawatirkan Mulai Terjadi

Setelah Perintahkan Warga Mengungsi, Israel Serang Rafah, Hal yang Dikhawatirkan Mulai Terjadi

Global
Jerman Tarik Duta Besarnya dari Rusia, Ini Alasannya

Jerman Tarik Duta Besarnya dari Rusia, Ini Alasannya

Global
Kebun Binatang di China Warnai 2 Anjing Jadi Mirip Panda, Tarik Banyak Pengunjung tapi Tuai Kritik

Kebun Binatang di China Warnai 2 Anjing Jadi Mirip Panda, Tarik Banyak Pengunjung tapi Tuai Kritik

Global
Meski Rafah Dievakuasi, Hamas Tetap Lanjutkan Perundingan Gencatan Senjata

Meski Rafah Dievakuasi, Hamas Tetap Lanjutkan Perundingan Gencatan Senjata

Global
Rusia Ungkap Tujuan Putin Perintahkan Latihan Senjata Nuklir dalam Waktu Dekat

Rusia Ungkap Tujuan Putin Perintahkan Latihan Senjata Nuklir dalam Waktu Dekat

Global
Pria Ini Menyamar Jadi Wanita agar Terhindar Penangkapan, tapi Gagal

Pria Ini Menyamar Jadi Wanita agar Terhindar Penangkapan, tapi Gagal

Global
Cerita Wartawan BBC Menumpang Kapal Filipina, Dikejar Kapal Patroli China

Cerita Wartawan BBC Menumpang Kapal Filipina, Dikejar Kapal Patroli China

Global
Putin Perintahkan Pasukan Rusia Latihan Senjata Nuklir di Dekat Ukraina

Putin Perintahkan Pasukan Rusia Latihan Senjata Nuklir di Dekat Ukraina

Global
Israel Dorong 100.000 Warga Sipil Palestina Tinggalkan Rafah Timur, Apa Tujuannya?

Israel Dorong 100.000 Warga Sipil Palestina Tinggalkan Rafah Timur, Apa Tujuannya?

Global
Fakta-fakta di Balik Demo Mahasiswa AS Tolak Perang di Gaza

Fakta-fakta di Balik Demo Mahasiswa AS Tolak Perang di Gaza

Global
Hezbollah Tembakkan Puluhan Roket Katyusha ke Pangkalan Israel

Hezbollah Tembakkan Puluhan Roket Katyusha ke Pangkalan Israel

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com