Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[Biografi Tokoh Dunia] Abdul Fattah al-Sisi, dan Kudeta Militer Bergelimang Darah di Tanah Mesir

Kompas.com - 06/02/2021, 23:33 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

KOMPAS.com - Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) akhirnya berhasil melakukan kontak pertama dengan militer di Myanmar sejak terjadinya kudeta awal pekan ini.

Dalam komunikasi pertama pada Jumat (5/2/2021), PBB kembali menekankan posisi organisasi dunia itu terhadap pengambilalihan kekuasaan secara paksa oleh militer Myanmar.

Sejak awal, Sekjen PBB Antonio Guterres lantang berjanji melakukan segala cara untuk memastikan kudeta itu gagal.

Proses pengambil alihan kekuasaan pemerintahan secara paksa terlebih menggunakan kekuatan militer menjadi perhatian besar secara global.

Masalahnya, bentrokan antara militer bersenjata dengan sipil berulang kali meninggalkan catatan buruk penegakan hak asasi manusia di dunia.

Seperti yang terjadi dalam kudeta militer di Mesir yang terjadi di tengah protes massal menentang pemerintahan Presiden Mohammed Morsi.

Pemberontakan yang dipimpin Jenderal Abdul Fattah al-Sisi memunculkan pro dan kontra atas kepemimpinannya di Mesir sejak 2014.

Pendukung pensiunan Perwira Tinggi Militer ini, menyebutnya telah memulihkan stabilitas di negara itu. Tetapi para kritikus berpendapat ada hak asasi manusia yang harus dibayar mahal untuk kekuasaannya.

Melansir BBC, lebih dari 1.000 pengunjuk rasa tewas dalam bentrokan dengan pasukan keamanan. Sementara puluhan ribu orang dilaporkan telah ditahan dalam tindakan keras terhadap penentang pemerintah.

Cara Sisi mengatasi pemberontakan oleh militan ekstremis yang berbasis di Semenanjung Sinai juga mendapat sorotan, setelah "operasi militer" juga banyak menimbulkan korban. 

Baca juga: PBB Lakukan Kontak Pertama dengan Militer Myanmar sejak Kudeta

Pria yang tenang

Orang-orang yang mengenal Sisi mengatakan kepribadian publiknya yang tenang dan saleh, bercampur kesederhanaan dan kehangatan, telah dibentuk sejak dia muda.

Sisi lahir pada November 1954, dan dibesarkan di Gamaleya, jantung kota Islam kuno Kairo.

Keluarga Sisi bekerja di bazaar. Selama beberapa generasi, mereka membuat dan menjual perabot bergaya arab. Bisnis mereka tampaknya mendapat respons yang baik dari konsumen.

Karya kakeknya dikutip dalam gelar doktoral dari 1940-an tentang gaya hias. Pada 1970-an Kementerian Kebudayaan Mesir juga memberi keluarga itu sebuah sertifikat yang menyebut mereka perajin arab terbaik di Mesir.

Sisi muda sering bekerja di toko sepulang sekolah. Dia tahu bagaimana melakukannya bahkan disebut ahli dalam berdagang, menurut kerabatnya mengutip Guardian.

Dia disebut sebagai anak yang sangat serius. Kegemarannya bermain catur dan angkat beban. Tapi, dia tidak pernah bermain petak umpet dengan anak seusianya.

Keluarganya dianggap salah satu yang terkaya di daerah itu. Meski menurut orang sekitarnya, kekayaan mereka tidak pernah ditunjukkan secara terang-terangan. Mereka dikenal sangat rendah hati oleh masyarakat sekitar.

Baca juga: Kudeta Militer Myanmar, Mengapa Indonesia Tidak Boleh Ikut Campur? Ini Penjelasannya

Karier militer gemilang

Tidak seperti saudara laki-lakinya yang menjadi hakim senior atau pegawai negeri, Sisi bersekolah di sekolah menengah yang dikelola tentara. Setelah lulus dari Akademi Militer Mesir pada 1977, dia bertugas di infanteri lalu naik ke komando divisi mekanis.

Dia kemudian bertugas sebagai atase militer di Arab Saudi, sampai akhirnya diangkat menjadi Kepala Intelijen Militer. Beberapa petinggi sudah melihat bahwa Sisi sepertinya tengah dipersiapkan menjadi Menteri Pertahanan berikutnya.

Pada 2005-2006, dia sempat dikirim ke perguruan tinggi perang tentara Amerika Serikat (AS) di Pennsylvania. Di sana, naluri politiknya diasah.

Pada 2011, namanya semakin dikenal setelah diangkat sebagai anggota Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata (Scaf). Pasukan inilah yang mengambil alih pemerintahan Mesir menyusul pemberontakan besar yang memaksa Presiden lama Hosni Mubarak mengundurkan diri.

Jenderal Sisi, ternyata membangun relasi dengan Ikhwanul Muslimin. Padahal gerakan Islam berpengaruh itu dilarang di bawah pemerintahan Mubarak.

Pada Juni 2012 Mohammed Morsi, seorang tokoh senior di Ikhwan, menjadi Presiden Mesir pertama yang dipilih secara demokratis. Dua bulan kemudian, dia menunjuk Jenderal Sisi sebagai panglima militer dan Menteri Pertahanan Mesir.

Baca juga: Tak Pedulikan Kudeta Militer, Anggota Parlemen Myanmar Ambil Sumpah Jabatan

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com