Sisi lebih banyak dikenal sebagai pribadi yang terkendali. Dia adalah seseorang yang berbicara hanya ketika dia harus melakukannya.
Tapi, protes yang terus terjadi setelah pergantian pemerintahan akhirnya membuatnya tidak bisa berdiam diri.
Masyarakat mengkritik besarnya pengaruh Islam yang dipimpin Ikhwanul Muslimin dalam kehidupan publik. Gelombang kemarahan utamanya ditujukan pada Presiden Morsi atas kesulitan ekonomi yang masih terus berlanjut di tanah Mesir.
Tekanan publik meningkat pada akhir Juni 2013. Jenderal Sisi akhirnya memperingatkan akan menurunkan tentaranya jika pemerintah tidak menanggapi "kehendak rakyat".
Pada 1 Juli, Sisi mengeluarkan ultimatum kepada Morsi untuk menyelesaikan krisis dalam waktu 48 jam atau menghadapi intervensi militer.
Morsi menawarkan beberapa negosiasi, tetapi menolak mundur atau menyetujui pemilihan umum awal. Alhasil, pada 3 Juli militer memecatnya dan menahan Morsi.
Publik baru mendengar jelas suara Sisi pada 3 Juli 2013. Tepatnya saat Sang Jendral muncul di televisi untuk mengumumkan pencopotan Presiden Morsi dari jabatannya.
Konstitusi kemudian ditangguhkan, dan pemerintahan sementara dilantik. Seorang presiden boneka, Adly Mansour, dilantik. Tetapi jelas bahwa Sisi, yang mempertahankan gelar Menteri Pertahanan, Memegang Kekuasaan.
Sisi menyatakan Morsi telah gagal memenuhi "harapan untuk konsensus nasional".
Langkahnya pun mendapat dukungan rakyat Mesir. Puluhan ribu orang merayakan kudeta militer itu di Tahrir Square, mereka meneriakkan "rakyat dan tentara adalah satu.”
Baca juga: Terlepas dari Isu HAM, Perancis Akan Tetap Jual Senjata ke Mesir
Sebelum ditahan, Morsi menolak apa yang dia sebut sebagai “kudeta militer penuh.” Pendapat Morsi beralasan, pasalnya tidak semua mendukung kudeta yang dilakukan Sisi.
Para pendukung Ikhwanul Muslimin dan kelompok lain yang menentang tindakan militer mengadakan protes di seluruh Mesir.
Unjuk rasa satu ini ditanggapi pasukan keamanan dengan kekuatan mematikan. Menurut kelompok hak asasi manusia, setidaknya 900 pengunjuk rasa tewas di alun-alun Rabaa al-Adawiya dan al-Nahda Kairo pada 14 Agustus 2013.
Tapi pemerintah mengklaim banyak pengunjuk rasa bersenjata, dan sejumlah polisi juga tewas.
Tindakan keras terhadap Ikhwan terus berlanjut setelah itu. Para pemimpin kelompok dan ribuan pendukungnya ditangkap. Organisasi itu sekali lagi dilarang di Mesir.
Banyak yang kemudian dijatuhi hukuman mati atau hukuman penjara yang lama. Hukuman dijatuhkan dalam persidangan massal, yang menurut para aktivis melanggar hak proses hukum yang mendasar.
Baca juga: Dikecam Dunia, Mesir Akhirnya Bebaskan Kelompok HAM dari Tahanan
Pada Januari 2014, Jenderal Sisi dipromosikan menjadi Perwira Tinggi, pangkat tertinggi tentara Mesir. Pihak militer kemudian memberinya restu untuk mencalonkan diri sebagai presiden.
Dua bulan kemudian, dia mengumumkan pengunduran dirinya dari militer dan meluncurkan kampanye pemilihannya.
Di bawah slogan "Hidup Mesir", dia menguraikan rencana ambisius. Janjinya mengembangkan pertanian, perumahan, pendidikan dan daerah miskin serta meningkatkan lapangan kerja.
Sisi terpilih sebagai presiden pada Mei 2014 dengan kemenangan telak 97 persen suara.
Mengenai rencananya untuk memerangi kemiskinan, dia berjanji orang Mesir akan melihat standar hidup yang lebih baik dalam dua tahun.
Dia meminta sektor swasta dan publik untuk membantu orang miskin dengan memilih "margin keuntungan yang lebih rendah." Jika itu tidak dilakukan, maka tentara sendiri akan menawarkan barang-barang berkualitas tinggi dengan harga lebih rendah.
Namun, standar hidup banyak orang di Mesir justru menurun selama masa jabatan pertama Presiden Sisi.