LONDON, KOMPAS.com - Kepala Pengawas Privasi Data Inggris menyatakan paspor imunitas Covid-19 bisa bermanfaat, namun juga memperingatkan risiko atas penggunaannya.
Dalam laporannya kepada Parlemen Inggris, Komisioner Informasi Inggris Elizabeth Denham menyampaikan sistem seperti itu akan menimbulkan kekhawatiran tentang bagaimana data kesehatan direkam.
Dia memperingatkan adanya risiko privasi data, dan terbentuknya polarisasi di masyarakat, berdasarkan siapa yang sudah ataupun belum menerima vaksin.
Lebih jauh, paspor imunitas ini menurutnya dapat melanggar hak asasi manusia dan bisa merusak kepercayaan pada pemerintah.
"Kami akan mengajukan proposal terperinci seputar paspor vaksinasi ini atau kemungkinan inisiatif apa pun," kata Denham kepada anggota parlemen mlansir Daily Mail pada Rabu (27/1/2021).
“Artinya perlu dilihat apakah itu perlu? Apakah itu efektif sesuai penelitiannya? Apakah itu proporsional? Dan apakah ada transparansi?”
Denham menekankan, informasi kesehatan pribadi merupakan kategori data khusus yang memerlukan kontrol. Jadi wajar pada awalnya muncul pertanyaan kepada Pemerintah seperti saat isu penggunaan aplikasi pelacakan kontak berkembang.
Pemerintah Inggris telah memberikan hibah kepada setidaknya delapan perusahaan untuk mengembangkan skema paspor vaksinasi, akhir pekan ini. Total nilai proyeknya mencapai 450.000 euro (Rp 7,6 miliar).
Paspor ini disebut akan memungkinkan pengguna membawa bukti digital dengan aman, untuk menyatakan mereka telah menerima vaksin Covid-19 yang disetujui.
Skema itu diharapkan dapat membantu orang kembali bekerja dan juga memungkinkan dibukanya kembali perjalanan internasional.
Berbicara kepada sub-komite Digital, Budaya, Media, dan Olahraga (DCMS) tentang “Bahaya dan Disinformasi Online”, Denham berpendapat masalah dengan paspor kekebalan melampaui isu perlindungan data.
“Ketika kita mulai berbicara tentang paspor imunitas yang bersifat digital atau ditempelkan pada aplikasi pelacakan kontak, maka saya pikir itu (keamanan) adalah pertanyaan nyata yang perlu ditujukan untuk pembuat kebijakan.”
Kepercayaan pada sistem dalam masyarakat menurutnya sangat penting.
Pembuat kebijakan harus menjamin inisiatif ini dapat dipercaya. Harus ada jaminan atas kebebasan sipil, hak asasi manusia dan perlindungan data masyarakat dihormati.
Baca juga: WHO: Akses Adil Vaksin Covid-19 Positif untuk Ekonomi Dunia
Hari ini (27/1/2021), terungkap beberapa rumah sakit London memberikan vaksin virus corona kepada orang-orang tanpa “undangan”. Ini dilakukan agar suntikan yang tidak digunakan tidak sia-sia.
Kepada Daily Mail, sumber NHS yang terlibat dengan peluncuran di ibu kota Inggris mengatakan sering terjadi kelebihan dosis. Maka pendekatan mereka saat ini adalah jika ada “lengan bebas,” mereka akan langsung mendapat suntikan.
Seorang pejabat rumah sakit mengatakan pihaknya mendapat lebih banyak vaksin daripada sasaran penerimanya.
“Kemungkinannya jika Anda muncul pada hari itu tanpa membuat janji, kami akan tetap memberi Anda suntikan. Tidak ada gunanya membuang-buang sumber daya yang berharga.”
Mereka mengatakan pasangan sehat pekerja garis depan berusia 20-an bahkan diinokulasi karena “tidak ada orang lain yang bersedia.”
Orang lain yang datang tanpa janji juga diduga telah diloloskan tanpa memeriksa apakah mereka termasuk dalam salah satu kelompok prioritas dalam vaksinasi.
Adanya surplus pasokan kemungkinan terjadi karena sejumlah orang yang terdaftar tidak memenuhi janji mereka.
Inggris saat ini sedang mendistribusikan dosis vaksin Covid-19 produksi Pfizer dan Oxford / AstraZeneca.
Baca juga: Pfizer dan AstraZeneca Tunda Pengiriman Vaksin Covid-19, Italia Ambil Jalur Hukum
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.