Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota Parlemen Pro-Demokrasi Hong Kong Rencanakan Pengunduran Diri Massal

Kompas.com - 11/11/2020, 20:22 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber AFP

HONG KONG, KOMPAS.com - Para anggota parlemen pro-demokrasi Hong Kong pada Rabu (11/11/2020) mengancam akan mundur dari jabatan secara massal untuk memprotes tindakan pemecatan 4 rekannya oleh otoritas Beijing.

Melansir AFP pada Rabu (11/11/2020), pengunduran diri massal itu akan mengurangi badan legislatif kota semi-otonom yang pernah tangguh itu, menjadi pertemuan loyalis pemerintah pusat China. Sehingga, secara efektif mengakhiri pluralisme di majelis.

Rencana aksi pengunduran diri massal anggota parlemen pro-demokrasi itu merupakan gerakan protes lainnya, dari mereka yang semakin terdesak dengan diberlakukannya UU Keamanan Nasional baru oleh otoritas China secara menyeluruh, termasuk penangkapanpara aktivis yang melarikan diri ke luar negeri.

"Kami, dari kubu pro-demokrasi, akan berdiri dengan rekan-rekan kami," kata Wu Chi-wai, ketua dari 15 legislator pro-demokrasi yang tersisa, mengatakan pada konferensi pers seperti yang dilansir dari AFP pada Rabu (11/11/2020).

"Kami akan mengundurkan diri secara massal," terangnya.

Baca juga: China Siap Gelar Harbolnas alias Hari Raya Jomblo Terbesar di Dunia

Pada Rabu pagi, otoritas Hong Kong menggulingkan 4 anggotanya beberapa menit setelah salah satu komite pembuat undang-undang terkemuka China.

UU itu memutuskan, bahwa pemerintah kota dapat mencopot legislator yang dianggap mengancam keamanan nasional tanpa melalui pengadilan.

Pemimpin Hong Kong dipilih oleh komite pro-Beijing, tetapi setengah dari 70 kursi legislatifnya dipilih langsung. Menawarkan 7,5 juta penduduk kota kesempatan langka agar suara mereka didengar di kotak suara.

Bentrokan dan protes secara rutin pecah, dengan minoritas pro-demokrasi sering menggunakan filibuster, nyanyian, dan halangan untuk mencoba menghentikan RUU yang mereka lawan.

Konferensi pers pada Rabu (11/11/2020), kamp pro-demokrasi bergandengan tangan dalam solidaritas dan meneriakkan, "Hong Kong tambahkan minyak!"

Slogan itu populer selama berbulan-bulan dalam protes besar dan sering disertai kekerasan yang mengguncang pusat keuangan pada tahun lalu.

Baca juga: China Siap Gelar Harbolnas alias Hari Raya Jomblo Terbesar di Dunia

China mengesahkan UU Keamanan Nasional pada Juni, untuk memadamkan protes, menggambarkannya sebagai "pedang" yang menggantung di atas kepala para pengkritiknya.

Anggota pro-demokrasi, Claudia Mo, mengatakan Beijing sedang berusaha untuk "membunyikan lonceng kematian dari perjuangan demokrasi Hong Kong".

"Mereka (otoritas Beijing) akan berpikir bahwa mulai sekarang, siapa pun yang mereka temukan tidak benar secara politik atau tidak patriotik...mereka bisa saja menggulingkan Anda," katanya," ujar Claudia Mo.

"Kami menghentikan masa jabatan ini, badan legislatif ini, kami tidak menghentikan perjuangan Hong Kong," ucapnya

Chris Patten, gubernur kolonial terakhir kota itu, juga mengkritik pencopotan 4 anggota parlemen itu.

"Sekali lagi, rezim (Presiden China) Xi Jinping telah menunjukkan permusuhan total terhadap akuntabilitas demokratis, dan mereka yang ingin mempertahankannya," katanya.

Baca juga: Pakar: Pembangunan China 5 Tahun ke Depan Akan Bantu Dunia Pulih dari Pandemi

Kehormatan

"Jika mengamati proses hukum, melindungi sistem dan fungsi, memperjuangkan demokrasi, serta hak asasi manusia akan mengakibatkan konsekuensi didiskualifikasi, itu (justru) akan menjadi kehormatan bagi saya," kata Dennis Kwok, salah satu dari empat yang digulingkan setelah pemecatannya pada Rabu.

Keempat orang itu awalnya dilarang mencalonkan diri dalam pemilihan legislatif kota, yang dijadwalkan diadakan pada 6 September, setelah seruan Amerika Serikat untuk menjatuhkan sanksi kepada pejabat Hong Kong.

Pemilu itu ditunda, dengan pihak berwenang menyalahkan virus corona.

Pemimpin Hong Kong yang pro-Beijing, Carrie Lam, Rabu mengatakan diskualifikasi itu "konstitusional, legal, masuk akal dan perlu".

Baca juga: Kemenangan Joe Biden di Pilpres AS Belum Diakui China, Kenapa?

Seorang juru bicara kementerian luar negeri di Beijing mengatakan itu adalah "tindakan yang diperlukan untuk mempertahankan supremasi hukum di Hong Kong".

Lebih dari 10.000 orang ditangkap selama lebih dari 7 bulan protes, dan pengadilan sekarang diisi dengan persidangan. Banyak di antaranya melibatkan anggota parlemen oposisi dan aktivis terkemuka.

Para kritikus mengatakan ketentuan UU tersebut secara luas merupakan pukulan telak bagi kebebasan yang dijanjikan China untuk menjadi hak Hong Kong setelah berakhirnya pemerintahan kolonial Inggris pada 1997.

Baca juga: Joe Biden Menang Pilpres AS, Indonesia, China, dan Australia Beda Reaksi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com