WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Raih 290 suara elektoral, Joe Biden dan Kamala Harris dipastikan menjadi pemenang dalam pilpres AS dan dapat melenggang ke Gedung Putih.
Dengan capaian itu, Kamala Harris pada Sabtu (7/11/2020), adalah wanita pertama yang menggebrak batasan tinggi dengan terpilih sebagai wakil presiden pertama Amerika.
Harris membuat sejarah dan membantu Biden untuk mengakhiri pemerintahan Donald Trump yang bergejolak.
Ia adalah wanita kulit hitam keturunan Asia Selatan pertama yang terpilih menjadi jaksa agung California, Senat dan sekarang menjadi wakil presiden AS.
Dengan memenangkan kursi wakil presiden, dia akan sangat dekat dari kepemimpinan Amerika Serikat dan menjadi batu loncatan menuju penghargaan tertinggi.
Dengan usia Biden 77 tahun, diperkirakan dia akan menjabat hanya satu periode saja, sebagaimana yang dilansir dari AFP pada Sabtu (7/11/2020).
Baca juga: Pemilu Amerika: Pemimpin Dunia Berikan Selamat kepada Biden dan Kamala Harris
Sementara selama 4 tahun masa jabatan, jika Harris mendapatkan hati rakyat Amerika, maka dia dapat maju sebagai kandidat presiden selanjutnya dari Partai Demokrat.
Itu bisa memberinya kesempatan untuk membuat lebih banyak mencetak sejarah, sebagai presiden wanita pertama Amerika Serikat.
"Pemilu ini lebih dari sekadar Joe Biden atau saya," tulisnya di Twitter setelah media berita AS menyebut pemilu itu menguntungkan mereka berdasarkan hasil negara bagian.
"Ini tentang jiwa Amerika dan kesediaan kita untuk memperjuangkannya. Kita memiliki banyak pekerjaan di depan kita. Mari kita mulai."
Sejak diangkat sebagai calon wakil presiden Biden pada Agustus, dia mengecam Trump atas penanganan pandemi Covid-19 yang kacau, juga rasisme, kondisi ekonomi, dan tindakan keras presiden terhadap imigrasi.
Harris (56 tahun) lahir dari imigran Amerika Serikat. Ayahnya dari Jamaika, ibunya dari India, dan dalam beberapa hal hidupnya mewujudkan mimpi Amerika.
Baca juga: Kamala Harris kepada Biden: Kita Berhasil Joe
Kamala Harris lahir pada 20 Oktober 1964 di Oakland, California, yang saat itu menjadi pusat aktivis hak-hak sipil dan anti-perang.
Ia adalah seorang diploma dari Black Howard University di Washington, yang secara historis membawanya dari jaksa penuntut, ke dua masa jabatan terpilih sebagai jaksa wilayah San Francisco dan kemudian jaksa agung California pada 2010.
Namun, penggambaran diri Harris sebagai "jaksa penuntut progresif" telah dikritik oleh para kritikus yang mengatakan dia berjuang untuk menegakkan keyakinan yang salah dan menentang reformasi tertentu di California, seperti RUU yang mengharuskan jaksa agung menyelidiki penembakan yang melibatkan polisi.