Satu set bilah turbin angin lain, dari India, juga sempat tertunda karena pemerintah di sana menutup pabrik karena wabah virus corona. Pabrik itu akhirnya dibuka kembali, tetapi dampaknya cukup terasa. Sebanyak tujuh bilah turbin angin sisanya baru tiba di Pelabuhan Houston pekan lalu.
Baca juga: Inspirasi Energi: Beda Cara Perusahaan Minyak Eropa dan AS Sikapi Perubahan Iklim
Igau dan EDF Renewables harus membuat banyak perubahan lain di lokasi konstruksi yang pekerjaannya terhambat. Sebanyak empat atau lima pekerja tidak bisa lagi naik ke pikap untuk berkeliling di sekitar lokasi kerja. Setiap pekerja harus mengemudi sendiri.
Sejumlah inspeksi yang biasanya dilakukan oleh tim pekerja, sekarang membutuhkan drone untuk mencegah para pekerja berdekatan satu sama lain.
Rapat besar tiap pekan yang biasanya digelar tiap Rabu, melibatkan sekitar 300 orang, dibatalkan. Sebaliknya, para manajer bertemu dengan kelompok pekerja yang terdiri dari 10 pekerja yang diharuskan untuk tetap berjarak setidaknya 1,5 meter.
EDF Renewables juga menghapus rapat harian yang digelar tiap pukul 08.00 waktu setempat. Setiap orang diharuskan memakai masker dan sarung tangan. EDF Renewables mulai melakukan pemeriksaan suhu secara teratur.
Saat para pekerja tengah menyesuaikan diri dengan perubahan baru ersebut, EDF Renewables menghadapi tantangan lain: hujan deras menyulitkan kru pengiriman dan pekerja konstruksi untuk bergerak.
Baca juga: Inspirasi Energi: Pengembangan PLTB Turun Selama Pandemi, tetapi Masih Tetap Diminati
Pada pekan pertama April, EDF Renewables menerima kabar dari produsen silinder turbin angin yang berbasis di Meksiko bahwa seorang manajer logistiknya tewas akibat virus corona.
“Seluruh tim (produksi) dikarantina selama dua pekan,” kata Igau sambil menambahkan bahwa untuk beberapa waktu dia bahkan tidak bisa meminta kontraktor untuk mengonfirmasi kapan mereka dapat kembali bekerja.
Dia menghabiskan waktu berhari-hari mencari pemasok lain dan khawatir insiden tersebut dapat menghambat proyek dapat kelar tepat waktu. Di sisi lain, hanya sedikit perusahaan yang mampu membuat silinder turbin angin sesuai spesifikasi yang ditetapkan EDF Renewables.
Selain itu, jika seandainya Igau menemukan produsen lain yang mampu membuat silinder turbin angin sesuai spesifikasi perusahaannya, tidak ada jaminan bahwa pengiriman akan berhasil tepat waktu karena jalur pengiriman juga terganggu oleh pandemi.
“Bagaimana (caranya) kami dapat menyelesaikannya pada akhir tahun ini?” Igau ingat bertanya pada dirinya sendiri.
Baca juga: Inspirasi Energi: Konsumsi Minyak Dunia dan Pentingnya Saat Ini
Kekhawatiran lain juga muncul di benaknya. Jika tidak ada silinder-silinder turbin angin yang datang, apa yang harus dikerjakan pekerja konstruksi?
Bahkan setelah produsen silinder turbin angin beroperasi kembali, muncul masalah baru yakni tidak ada kereta api yang melayani pengirimannya saat pandemi. Padahal, sebelum pandemi, silinder turbin angin tersebut sedianya bakal dikirim dengan kereta api.
Pilihan satu-satunya jatuh pada truk. Namun bukanlah hal yang mudah untuk mengirim silinder turbin angin dengan truk. Silinder tersebut umumnya berukuran raksasa dan setinggi gedung berlantai lima.
Sehingga membutuhkan truk kelas khusus yang hanya dapat dioperasikan oleh sopir dengan pelatihan dan izin khusus. Sopir berkeahlian khusus tersebut biasanya berusia lebih dari 50 tahun, yang membuat mereka lebih rentan terhadap virus corona. Selain itu, sebagian besar sopir dan truk mereka sudah sibuk mengangkut kargo besar lainnya.