"Mungkin kalau tawaran ganti rugi sesuai dengan permintaan anak korban yaitu setidaknya sama dengan yang diberikan kepada janda 20.000 euro, mungkin anak korban mau," kata Syamsir Halik melalui sambungan telepon kepada wartawan BBC News Indonesia, Rohmatin Bonasir pada Senin malam (19/10/2020).
"Kalau janda setelah suaminya ditembak tentara Belanda, ia menikah lagi. Tapi kalau anak ditinggal ayahnya, maka tak ada yang menafkahinya sehingga tidak bisa bersekolah dan masa depannya hilang," ia memberikan alasan mengapa ganti rugi untuk anak semestinya sama dengan janda.
Syamsir Halik aktif di LSM Lidik Pro yang antara lain terlibat dalam pendampingan keluarga korban pembantaian di Sulawesi Selatan.
Sepengetahuannya, hingga kini terdapat sekitar 146 anak korban yang masih hidup dari sekitar 200 orang yang menuntut.
Pengadilan Belanda masih menangani sejumlah kasus tuntutan ganti rugi atas kekejaman yang dilakukan oleh pasukan Belanda sesudah Proklamasi Kemerdekaan.
Baca juga: Mengapa Orang Belanda Bertubuh Tinggi?
Untuk pertama kalinya, Kerajaan Belanda melalui Raja Willem-Alexander dalam kunjungan ke Indonesia pada Maret lalu, menyampaikan permohonan maafnya kepada Indonesia atas kekerasan yang terjadi di masa lalu khususnya sesudah Proklamasi.
Permintaan maaf Raja Willem-Alexander yang hanya dikhususkan pada periode itu menimbulkan kritik sejumlah sejarawan Belanda.
Keluarga korban pembantaian Westerling menerima permintaan maaf tersebut ketika itu, meskipun mengatakan kesalahan Belanda harus tetap ditebus.
Baca juga: Kunjungan Raja dan Ratu Belanda ke Indonesia, Korban Pembantaian Westerling Beri Penolakan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.