Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kalau Kalah, Bisakah Trump Tolak Hasil Pemilu AS? Begini Aturannya...

Kompas.com - 26/09/2020, 15:03 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

Sumber AFP

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sempat memicu kehebohan, saat dia berkata tidak akan menerima hasil pemilu 2020 jika kalah.

Sikapnya lalu dibanding-bandingkan dengan para diktator yang tidak patuh hukum, seperti di Belarus dan Korea Utara.

Wacananya juga menimbulkan kekhawatiran Trump dapat mematahkan sistem demokrasi AS untuk mematahkan kekuasaannya.

Baca juga: Trump Menolak Meletakkan Jabatan dengan Damai jika Kalah dalam Pilpres AS

Trump juga telah mempersiapkan landasan jika dia menolak hasil, dengan berulang kali mengklaim bahwa Partai Demokrat akan membajak puluhan juta surat suara.

"Demokrat mencurangi Pemilu 2020 kami!" kata Trump pada Kamis (24/9/2020), setelah beberapa surat suara kiriman awal yang ditandai untuk Trump ditemukan dibuang di kantor pemilihan Pennsylvania.

Lantas bagaimana aturan di pemilu AS jika ada capres yang menolak hasilnya? Berikut prosedurnya yang dirangkum dari AFP.

Baca juga: Trump dan Kedua Saudaranya Digugat Keponakan dengan Tuduhan Penipuan dan Konspirasi Warisan

Potensi kekacauan

Di sebagian besar pemilu AS belakangan ini pemenang langsung diumumkan beberapa jam setelah pemungutan suara ditutup pada November, berdasarkan penghitungan suara awal.

Ketika pihak yang kalah diumumkan, itu memungkinkan pemenang segera bersiap mengambil alih kekuasaan pada Januari, jauh sebelum pemenang resmi diumumkan oleh Electoral College pada pertengahan Desember.

Khusus untuk tahun ini para pakar sependapat dengan Trump di satu poin kunci: karena lonjakan besar-besaran dalam pemungutan suara lewat surat karena virus corona, dan sistem yang belum teruji untuk menanganinya, hasil awal mungkin sangat tidak lengkap dan rentan ditolak.

Pemenangnya "kemungkinan besar belum bisa diketahui pada malam harinya," ujar Transition Integrity Project (TIP), sekelompok akademisi dan mantan pejabat pemerintah yang mempelajari kemungkinan masalah di pemilu AS 2020.

Baca juga: 3.500 Perusahaan AS Ramai-ramai Gugat Pemerintah Trump Soal Pengenaan Tarif Impor

TIP yang para anggotanya termasuk Demokrat dan Republik, mengatakan ada peluang terjadinya periode "kekacauan" hukum dan politik, yang bisa dieksploitasi oleh partai-partai.

Kalau Biden tidak menang telak, kata TIP, Trump akan mengerahkan kekuatan kepresidenannya dan undang-undang untuk menegaskan kemenangan dan menolak angkat kaki dari Gedung Putih.

"Kami juga menilai Presiden Trump kemungkinan akan menggugat hasil lewat jalur hukum dan ekstra-hukum, dalam upaya untuk mempertahankan kekuasaan," lanjut TIP.

Baca juga: Meghan Isyaratkan Pilih Biden, Trump: Saya Bukan Penggemarnya

Posisi Trump

Presiden ke-45 AS tersebut telah menyiratkan dua kemungkinan.

Pertama, jika hasil pada malam pemilu menunjukkan dia kalah, Trump tidak akan pasrah begitu saja dan menggugat penghitungan suara, dengan dukungan dari operasi politik Republik di negara-negara bagian.

Itu dapat menyebabkan penghitungan ulang yang sulit dilakukan, karena setiap surat suara ditinjau lagi dan dicek apakah ada keanehan.

Contoh keanehannya seperti tanda tangan tidak sesuai, alamat yang tidak lengkap, atau surat suara dikirim tanpa amplop khusus untuk menjaga kerahasiaan. Dalam beberapa kasus itu disebut "surat suara telanjang" dan tidak sah.

Prosesnya dapat memakan waktu berminggu-minggu.

Di sisi lain jika Trump merasa dia memimpin penghitungan pada 3 November malam, taipan real estate itu bisa menyatakan kemenangan sebelum jutaan surat suara dihitung semua.

Para pakar yakin orang-orang Demokrat akan memberikan suara melalui surat lebih banyak dibandingkan Republik, dan Trump menyiratkan dia mungkin tidak mengakui keabsahan mereka.

Baca juga: Trump Mengecam China saat PBB Memperingatkan Perang Dingin

Ke pengadilan

Baik Partai Republik dan Demokrat telah mengumpulkan tim hukum yang besar untuk mengurusi persoalan-persoalan pasca-pemungutan suara.

Di pemilu 2000 misalnya, pertarungan antara Demokrat Al Gore dan Republikan George W Bush disengketakan oleh hasil di satu negara bagian, Florida.

Pemerintah California yang dikuasai Republik menyatakan Bush sebagai pemenang dengan selisih suara yang sangat kecil.

Pihak Gore lalu ke pengadilan untuk menghitung ulang jutaan surat suara "punch-card" yang terbukti rawan kesalahan dan salah hitung.

Kasus itu lalu dibawa ke Mahkamah Agung, yang menolak penghitungan ulang dan memberikan kemenangan ke Bush.

Kemudian tahun ini Partai Republik-nya Trump bersiap menggugat hasil yang merugikan di sejumlah negara bagian kunci seperti Florida, Wisconsin, Michigan, dan Pennsylvania.

"Ada kemungkinan presiden akan berusaha meyakinkan legislatif dan/atau gubernur untuk mengambil tindakan - termasuk yang ilegal - untuk menggugat penghitungan suara," urai TIP.

Baca juga: Trump dalam Sidang Umum PBB: China Harus Dimintai Pertanggungjawaban soal Covid-19

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com