HANOI, KOMPAS.com - Perang Vietnam atau Perang Indocina II menjadi salah satu cerita paling mencengangkan dalam sejarah peperangan.
Tentara Vietnam Utara (Viet Minh) yang di atas kertas kalah segala-galanya dari Amerika Serikat (AS) yang hendak menguasai Vietnam Selatan, justru sanggup memukul mundur lawannya.
Vietnam saat itu terbagi dua, yaitu Utara dan Selatan sesuai Perjanjian Jenewa setelah Perancis kalah di Perang Indocina I pada Juli 1954.
Baca juga: Kisah Perang: Douglas Bader Pilot Tanpa Kaki yang jadi Legenda Inggris
Kala itu Vietnam dijanjikan agar diadakan pemilih untuk menyatukan mereka dua tahun kemudian, tapi kenyataannya nihil.
Setahun kemudian Ngo Dinh Diem muncul sebagai pemimpin Vietnam Selatan yang didukung AS, sedangkan Ho Chi Minh tetap memimpin negara komunis di Vietnam Utara.
Para ahli strategi Hanoi mengaku tak pernah membayangkan mereka bisa menghabisi AS, meski di depan musuhnya mereka berkata sebaliknya.
Seperti yang dikatakan propagandis komunis, "Kekuatan massa yang digerakkan partai" terbukti jauh lebih efektif daripada kekuatan militer konvensional yang dibawa tentara "Negeri Paman Sam".
Baca juga: Kutipan Inspiratif Douglas Bader, Pilot Tanpa Kaki yang Ditakuti Jerman
Panglima tertinggi pasukan militer Vietnam Vo Nguyen Giap saat itu mengatakan, AS lebih unggul dari pasukannya, tetapi mereka justru tidak memahami kekuatan dan kelemahan sendiri, yang berbeda dari pasukan Hanoi.
Di peperangan yang berlangsung mulai November 1955 sampai 30 April 1975 ini Vietnam menganut strategi Dau Tranh. Douglas Pike eks perwira Kementerian Luar Negeri AS menerangkan, Dau Tranh adalah taktik menggunakan "orang sebagai alat perang".
"Mistik yang mengelilinginya meliputi organisasi, mobilisasi, dan motivasi orang-orang. Kekerasan juga diperlukan tapi bukan itu tujuannya," ujarnya dikutip dari Daily Beast edisi 18 November 2017.
Baca juga: Kisah Perang: Saat Nazi Kena Tipu Armada Abal-abal Ghost Army
Dirangkum dari BBC, Vietnam menggunakan taktik berakronim PEG (Peasants, Enemy, Guerilla) untuk melawan AS.
Peasants (petani) "direkrut" tentara Vietcong setelah berperilaku baik ke mereka, terkadang sampai membantunya di sawah. Sebab, para Vietcong butuh makanan, perlindungan, dan tempat sembunyi dari para petani.
Vietcong sendiri adalah akronim dari Vietnam Cong-san atau komunis Vietnam, istilah yang dipakai AS untuk Front Pembebasan Nasional (NLF) yang dibentuk dengan dukungan Vietnam Utara.
Enemy (musuh) adalah cara Vietcong mendoktrinasi para petani bahwa sawah mereka akan direbut lagi oleh AS dan Vietnam Selatan.
Para petani ditanamkan pemahaman bahwa orang Amerika adalah penjajah seperti orang Perancis, tetapi dengan lebih banyak uang dan senjata yang lebih bagus. Orang-orang AS berada di sana untuk merampok tanah dan kebebasan orang-orang Vietnam.
Kemudian politisi dan para jenderal Vietnam Selatan mereka sebut sebagai boneka AS dan tidak peduli kesejahteraan rakyat.
Baca juga: Kisah Perang: Derita Tiada Tara Hibakusha, Penyintas Bom Atom Hiroshima-Nagasaki
Stategi ketiga adalah Guerilla (gerilya). Vietcong selalu memastikan mereka memilih medan tempur yang bisa dimenangkan.
Senjata-senjatanya antara lain tombak, pedang, dan peledak yang diambil dari tentara AS untuk menyergap patroli
Jebakan dibuat dari bambu runcing, ranjau, granat, dan peluru. Vietcong tidak memakai seragam dan tidak bisa ditemukan di lokasi tertentu.
Semua strategi itu dikombinasikan dengan dendam kesumat dari orang-orang yang sudah lama terjajah. Benih kebencian orang Vietnam pada penjajah sudah tertanam sejak masa kolonoal Perancis pada 1887.
Di sisi lain rezim di Vietnam Selatan yang dihuni para elite politik, lekat dengan korupsi dan intrik, serta tidak akrab dengan kaum tani untuk mengatasi berbagai persoalan.
Selain petani, pasukan komunis juga beranggotakan kuli angkut, pekerja bangunan, tentara, agen Vietcong yang bekerja di pangkalan Angkatan Darat AS dan Vietnam Selatan.
Baca juga: Kisah Perang: Lyudmila Pavlichenko, Sniper Wanita Paling Mematikan Berjuluk Lady Death
Dengan terus memperluas jalur Ho Chi Minh sebagai jalur pasokan utama dan pasukan pendukung dari Vietnam Utara ke medan perang di selatan, dan mengerahkan banyak pasukan di Kamboja serta Laos, Viet Minh berhasil mengisolasi AS di medang perang pada 1965-1968.
Tidak ada cara lain untuk mengalahkan Vietcong di Selatan kecuali pasokan mereka bisa ditutup dari Utara.
Angkatan Laut dan Angkatan Udara AS sempat memotong jalur itu, tapi jumlah pasukan dan persenjataan yang dibawa Vietcong ke Selatan tetap meningkat hampir setiap bulan pada 1965-1967.
Puncaknya adalah Serangan Tet pada 31 Januari 1968. Setiap kota besar, kecil, dan banyak instalasi militer utama di Vietnam Selatan diserang serentak oleh Vietcong yang menjadi bencana besar bagi Hanoi.
Tak kurang dari 45.000 korban tewas berjatuhan dalam serangan ini. Tapi tujuan krusial dari serangan ini bukan untuk merebut atau mempertahankan wilayah.
Sebaliknya, serangan itu bertujuan menghancurkan mental publik Amerika dan pemerintahannya, dengan mengekspos kegagalan strategi AS.
Baca juga: [KUTIPAN TOKOH DUNIA] Napoleon Bonaparte, Penguasa Eropa dari Perancis
Pasukan darat AS mulai mundur secara besar-besaran pada pertengahan 1969. Presiden Richard Nixon kala itu memperluas perang ke Laos dan Kamboja, menewaskan puluhan ribu orang tapi tidak meredam niat Hanoi melanjutkan perang sampai tujuan akhirnya tercapai.
Dua pemimpin Vietnam Utara Le Duan dan Le Duc Tho yang termasuk dua negosiator paling alot dalam sejarah diplomatik, akhirnya mencapai kesepakatan dengan AS dan pasukan musuh setuju menarik semua pasukannya dari Vietnam pada Maret 1973.
Sementara itu unit-unit dari Vietnam Utara tetap diizinkan tinggal di Vietnam Selatan.
Nixon lalu mundur dengan memikul aib pada 9 Agustus 1974, dan penggantinya yakni Gerald R Ford enggan melanjutkan janji Nixon untuk membantu Vietnam Selatan dengan kekuatan AU AS.
Baca juga: [KUTIPAN TOKOH DUNIA] Woodrow Wilson, Sosok di Balik Perjanjian Versailles
Perang berakhir pada 30 April 1975 lewat Operasi Frequent Wind, untuk mengungsikan lebih dari 7.000 warga sipil AS dan Vietnam yang keberadaannya "berisiko" di berbagai kawasan Saigon. Mereka diangkut dengan helikopter.
Hari itu sekitar pukul 8 pagi pasukan AS terakhir angkat kaki dari Saigon dan mengakhiri perang Vietnam dan Vietcong akhirnya menguasai Saigon.
Beberapa hari sebelumnya Mayor Harry G Summers dari AD AS berkata ke lawannya di Vietnam Utara, "Anda tahu Anda tidak pernah mengalahkan kami di medan perang."
Kolonel Tu dari Tentara Rakyat Vietnam menjawab, "Mungkin begitu, tapi mungkin tidak juga."
Baca juga: [KUTIPAN TOKOH DUNIA] Benito Mussolini, Diktator yang Penuh Ambisi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.