Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belalang dan Ulat Bantu Ketahanan Pangan di Kuwait, Ini Faktanya

Kompas.com - 02/09/2020, 15:00 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Penulis

Sumber Euronews

Khan juga memiliki resep favorit keluarga, yaitu mencampur belalang panggang dengan kurma dan pasta wijen.

Menurut Khan, rasanya seperti pistachio.

Sementara generasi muda Kuwait, terkadang lebih suka memakan belalang dengan cara tersebut, katanya kepada Euronews.

“Sekarang, orang-orang ketakutan. Generasi baru tidak suka makan belalang,” kata Khan, seraya menambahkan bahwa dia berharap tren makan belalang akan kembali hits.

Baca juga: Lawan Hama Belalang di Pakistan, China Kerahkan 100 Ribu Tentara Bebek

Serangga yang bisa dimakan

Menurut laporan PBB, beberapa serangga diidentifikasi dapat dimakan sebagai salah satu solusi potensial untuk ketahanan pangan. Berdasarkan laporan itu, sebanyak 2 miliar orang di dunia mengonsumsi serangga.

PBB menambahkan bahwa serangga adalah sumber protein, vitamin, dan asam amino berkualitas tinggi bagi manusia.

Mereka juga dianggap baik untuk planet ini karena menggunakan lebih sedikit tanah dan air untuk tumbuh dibandingkan dengan ternak tradisional.

Apalagi, ada sekitar 2.000 jenis sumber pangan alternatif yang bisa dimakan.

Di Eropa, dengan menggunakan sentuhan gastronomi tradisional, ulat mealworm sedang disiapkan di beberapa restoran Perancis sebagai menu hidangan.

Sedangkan di Italia, kuliner dengan menu utama serangga atau dikenal dengan ento-experience, juga dilaporkan sedang populer.

Baca juga: Kamasutra Satwa: Kanibalisme Belalang Sembah, Kepala Jantan Dimakan Usai Bercinta

Cacing untuk kesuburan lahan

Seorang peternak asal Kuwait, Khalid Al Younis percaya bahwa ulat maupun cacing memiliki potensi selain untuk ketahanan pangan.

Dia menggunakan cacing jenis annelida untuk mencoba mengembangkan tanah pertanian gersang di negaranya menjadi padang rumput subur yang bisa ditanami.

Melalui saluran YouTube dan halaman Instagram-nya, dia mendorong generasi muda untuk melakukan hal yang sama di rumah, dengan menggunakan sampah organik yang dapat didaur ulang.

“Lima tahun lalu, kami menghadapi banyak orang yang merasa jijik dengan gagasan tentang cacing dan banyak dari mereka memblokir kami di media sosial,” kata Al Younis.

Namun begitu banyak dari mereka yang mengetahui tentang vermikomposting, atau proses penguraian sampah menggunakan cacing sehingga,

“Mereka berubah pikiran dan mereka jadi berlangganan (channel) kami,” ucap pemuda yang dijuluki 'Abou Al Doud', atau 'Father of Worms', oleh penggemarnya. “Dan mereka membeli cacing untuk praktik di rumah mereka."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com