Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

24 Perusahaan Asal China Masuk Daftar Hitam AS sebagai Sanksi Terkait Laut China Selatan

Kompas.com - 27/08/2020, 12:39 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Amerika Serikat (AS) memasukkan 24 perusahaan dan individu asal China ke dalam daftar hitam, yang terlibat dalam konstruksi dan operasi militer China di Laut China Selatan. 

Menurut Reuters pada Rabu (26/8/2020), sanksi tersebut menjadi sanksi pertama yang diberikan AS untuk malawan Beijing atas sengketa di jalur perairan strategis itu.

Departemen Perdagangan AS mengatakan bahwa puluhan perusahaan itu memainkan "peran dalam membantu militer China membangun dan memiliterisasi pulau-pulau buatan di Laut China Selatan, yang dikecam secara internasional."

Baca juga: Penjaga Pantai Malaysia Tembak Mati Nelayan Vietnam di Laut China Selatan

Secara terpisah, Departemen Luar Negeri mengatakan akan memberlakukan pembatasan visa pada individu China yang "bertanggung jawab, atau terlibat", tindakan tersebut dan mereka yang terkait dengan "tindakan keras China terhadap tuntutan Asia Tenggara yang telah dihalangi akses mereka ke sumber daya lepas pantai."

Perusahaan yang masuk daftar hitam, termasuk Guangzhou Haige Communications Group, beberapa perusahaan yang tampaknya terkait dengan China Communications Construction Co, serta Beijing Huanjia Telecommunication, Changzhou Guoguang Data Communications, China Electronics Technology Group Corp, dan China Shipbuilding Group.

Itu adalah langkah AS terbaru untuk menghukum perusahaan yang barang-barang produksinya dapat mendukung kegiatan militer China dan menjelang pemilihan AS 3 November, yang mana baik Presiden Donald Trump dan saingannya Joe Biden telah sangat kritis terhadap China.

Baca juga: Tolak Klaim China atas Laut China Selatan, Australia Keluarkan Deklarasi Resmi

AS menuduh China melakukan militerisasi di Laut China Selatan dan mencoba mengintimidasi tetangga negara Asia yang mungkin ingin mengeksploitasi cadangan minyak dan gasnya yang besar.

Kapal perang AS telah melewati daerah Laut China Selatan untuk menegaskan kebebasan akses ke perairan internasional, menimbulkan kekhawatiran akan bentrokan.

Seorang juru bicara kedutaan besar China di Washington DC, mengutuk tindakan AS itu sebagai "sangat tidak masuk akal", dan mendesak AS untuk membatalkannya.

"(Kepulauan Laut China Selatan) adalah bagian integral dari wilayah China, dan sepenuhnya dibenarkan bagi kami untuk membangun fasilitas dan mengerahkan peralatan pertahanan yang diperlukan di sana," kata juru bicara tersebut.

Baca juga: Terus Gerogoti Laut China Selatan, AS Sebut BUMN China Serupa VOC

"Pemerintah China memiliki tekad kuat untuk menjaga kedaulatan dan integritas teritorialnya," terangnya.

Seorang pejabat pertahanan AS, yang berbicara tanpa menyebut nama, mengatakan kepada Reuters, bahwa China meluncurkan 4 rudal balistik jarak menengah yang menghantam Laut China Selatan antara Pulau Hainan dan Kepulauan Paracel, pada Rabu.

Pejabat AS itu menambahkan bahwa penilaian sedang dilakukan untuk menentukan jenis rudal yang diluncurkan oleh China tersebut.

Surat kabar South China Morning Post yang berbasis di Hong Kong mengutip sumber yang dekat dengan militer China yang mengatakan bahwa China telah meluncurkan 2 rudal, termasuk "pembunuh kapal induk", ke Laut China Selatan pada Rabu pagi dalam sebuah peringatan kepada AS.

Baca juga: Australia Dukung AS, Tolak Klaim China atas Laut China Selatan

China mengeluh bahwa sebelumnya AS telah mengirim pesawat pengintai U-2 ke zona larangan terbang di atas latihan militer tembakan langsung China pada hari Selasa.

Pentagon mengatakan penerbangan U-2 yang dilakukan di wilayah Indo-Pasifik sesuai "dalam aturan dan regulasi internasional yang diterima yang mengatur penerbangan pesawat."

Pada Juli, Washington mengatakan pihaknya dapat memberikan sanksi kepada pejabat dan perusahaan China yang terlibat dalam pemaksaan di Laut China Selatan, setelah mengumumkan sikap yang lebih keras yang menolak klaim Beijing atas sumber daya lepas pantai di sana sebagai "sepenuhnya melanggar hukum".

China mengklaim hampir semua Laut China Selatan yang berpotensi kaya energi, tetapi Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam juga mengklaim bagian-bagian dari wilayah yang dilalui perdagangan sekitar 3 triliun dollar AS (Rp 44,09 kuadriliun) setiap tahun.

"Ini adalah pertama kalinya AS mengenakan segala jenis sanksi ekonomi terhadap entitas China atas perilaku di Laut China Selatan," kata Greg Poling, pakar Laut China Selatan di Pusat Kajian Strategis dan Internasional Washington.

Baca juga: China: AS Rusak Stabilitas di Laut China Selatan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Global
143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

Global
Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Global
Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Global
Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Global
PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

Global
Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Global
4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

Global
Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Global
Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com