WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengungkapkan kekhawatiran Indonesia terkait ketegangan di wilayah sengketa Laut China Selatan di tengah pernyataan Amerika Serikat (AS), bahwa aksi Beijing di kawasan itu "melanggar hukum".
AS juga menyebut langkah China menyerupai langkah VOC, organisasi dagang Belanda pada masa kolonial.
Retno mengatakan dalam konferensi pers pada Kamis (16/7/2020), bahwa Indonesia meminta semua pihak untuk tidak melakukan tindakan yang dapat memperburuk suasana di wilayah Laut China Selatan.
"Indonesia menegaskan pentingnya semua negara untuk berkontribusi dalam mempertahankan perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan dan menyerukan kepada semua negara untuk menahan diri dalam mengambil tindakan yang mungkin dapat meningkatkan ketegangan wilayah," kata Retno.
Baca juga: China: AS Rusak Stabilitas di Laut China Selatan
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo kembali mengatakan bahwa AS menolak klaim wilayah China di Laut China Selatan, dan bahwa aksi Beijing "melanggar hukum".
"Pada Senin (13/7/2020), untuk pertama kalinya kami menjelaskan kebijakan kami soal Laut China Selatan. Itu bukan bagian dari kekaisaran maritim China."
"Jika Beijing melanggar hukum internasional dan negara-negara bebas tidak melakukan apa-apa, sejarah menunjukkan bahwa Partai Komunis China akan mengambil lebih banyak teritori."
"Pernyataan kami memberi dukungan signifikan kepada pemimpin ASEAN yang telah mendeklarasikan bahwa sengketa di Laut China Selatan harus diselesaikan lewat hukum internasional," jelas Pompeo.
Baca juga: Korea Utara Dukung China, Salahkan Komentar AS atas Laut China Selatan
Kedua negara bersengketa soal Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang mencakup sejumlah pulau yang sebagian besar tidak berpenghuni, Kepulauan Paracel dan Spratly.
Selain Filipina, dalam pernyataan tertulisnya yang dirilis Senin (13/07), Mike Pompeo mengatakan, "Beijing gagal mengedepankan klaim yang koheren dan taat hukum di Laut China Selatan, oleh karenanya Amerika Serikat menolak setiap klaim China..."
"Di perairan yang mengelilingi Tepi Vanguard (lepas pantai Vietnam), Dangkalan Luconia (lepas pantai Malaysia), perairan di ZEE Brunei, dan Natuna Besar (lepas pantai Indonesia)."
David Stilwell, Asisten Sekretaris Negara untuk Biro Urusan Asia Timur dan Pasifik, dalam diskusi virtual yang digelar oleh Center for Strategic and International Studies (CSIS) pada Selasa (14/7/2020) mengatakan, perusahaan-perusahaan negara China yang mendukung 'intimidasi' militer di Laut China Selatan "adalah East India Company (VOC) modern."
Baca juga: Memanas, China Tuding AS Lakukan Provokasi di Laut China Selatan
"Sejumlah perusahaan pariwisata, telekomunikasi, perikanan dan perbankan yang dimiliki oleh pemerintah China berinvestasi di beberapa cara yang memungkinkan klaim dan perundungan ilegal Beijing."
"Armada kapal nelayan China di Laut China Selatan kerap beroperasi sebagai milisi maritim di bawah perintah militer China, melecehkan dan mengintimidasi yang lain sebagai alat koersi negara yang penuh kekerasan."