"Perusahaan-perusahaan negara tersebut serupa dengan VOC jaman modern."
Indonesia sepertinya tidak akan mengamini pernyataan pejabat-pejabat AS tersebut, lantaran itu dapat diartikan bahwa Indonesia akan mendukung apa pun langkah AS terhadap China selanjutnya.
"David Stilwell mengatakan bahwa tidak ada yang tidak mungkin dilakukan, AS juga akan mempertimbangkan sanksi."
"Jika Indonesia memang berpihak dengan AS dalam hal ini, akan ada risikonya. Indonesia akan dianggap setuju secara implisit dengan apa pun yang akan dilakukan AS terhadap China ke depannya," kata Natalie Sambhi, yang juga kandidat doktor di Pusat Studi Strategis dan Pertahanan di Australian National University (ANU).
Baca juga: AS Sebut China telah Melakukan Kegiatan Ilegal di Laut China Selatan
Retno juga mengatakan Indonesia berharap setiap negara menghargai hukum internasional yang tercantum dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) yang ditetapkan pada 1982.
"Indonesia khawatir dengan meningkatnya ketegangan di Laut China Selatan. Laut China Selatan yang stabil dan damai adalah harapan setiap negara. Kunci untuk membuat Laut China Selatan stabil dan damai adalah jika setiap negara menghormati hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982."
"Posisi Indonesia sudah jelas dan konsisten. Sekali lagi, menghargai hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982 adalah kunci dan itu harus ditegakkan oleh semua negara. Posisi Indonesia juga didukung oleh Mahkamah Arbitrase Internasional pada 2016."
Pernyataan Indonesia tersebut dipandang 'konsisten' dengan sikap Indonesia selama ini atas sengketa wilayah di Laut China Selatan, kata Natalie Sambhi, periset soal militer dan masalah keamanan Indonesia di Verve Research yang berbasis di Australia.
"Pernyataan (Menlu Retno Marsudi) konsisten dengan sikap Indonesia dalam beberapa tahun terakhir menyangkut klaim wilayah di Laut China Selatan."
"Indonesia bukan salah satu negara yang mengklaim wilayah, namun Indonesia sangat prihatin dengan masalah penegakkan hukum internasional di sana. Indonesia ingin stabilitas, dan stabilitas itu bukan saja hanya soal pengendalian diri dalam hal kekuatan, namun juga pemakaian kata-kata yang dramatis," kata Natalie.
Baca juga: 2 Kapal Induk AS Berlatih di Laut China Selatan Disaksikan Kapal China
Ketegangan di Laut China Selatan telah terjadi tahun ini antara China dengan Vietnam dan Malaysia, yang membuat Amerika Serikat mengirim kapal perangnya.
Menurut Alexander Neill, analis militer dan direktur sebuah konsultansi strategis di Singapura, dalam analisanya yang dimuat oleh BBC News, pada awal April sebuah kapal Penjaga Pantai China menabrak dan menenggelamkan kapal ikan Vietnam di dekat wilayah sengketa Kepulauan Paracel, yang sama-sama diklaim keduanya.
Selain itu, proyek eksplorasi minyak Malaysia di lepas pantai pulau Kalimantan terganggu oleh kapal survei lautan milik China bernama Haiyang Dizhi 8, yang didukung oleh Angkatan Laut dan Penjaga Pantai China.
Pada Desember 2019, kapal ikan China yang dikawal oleh penjaga pantai sempat memasuki perairan Natuna, yang disebut pemerintah masuk teritori Indonesia.
Peristiwa itu memunculkan ketegangan setelah pihak Badan Keamanan Laut mengusir kapal-kapal asing yang memasuki Natuna, dan Indonesia mengirim "protes keras" ke Beijing.
Baca juga: Selesai Latihan, 2 Kapal Induk AS Akan Menuju Laut China Selatan