Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AS dan Sekutunya Kecam Penerapan UU Keamanan China di Hong Kong

Kompas.com - 29/05/2020, 11:50 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Editor

KOMPAS.com - AS, Inggris, Australia dan Kanada mengecam Undang Undang Keamanan baru China di Hong Kong, negara yang mereka katakan telah "berkembang sebagai benteng kebebasan".

Dalam pernyataan bersama, negara-negara itu mengatakan komunitas internasional memiliki "kepentingan yang signifikan dan telah lama ada" terkait kemakmuran dan stabilitas Hong Kong.

Langkah China untuk memberlakukan Undang Undang baru selama pandemi global berisiko merusak kepercayaan pada pemerintah dan kerjasama internasional, kata negara-negara itu.

China menolak kritik asing.

UU yang disetujui oleh parlemen China pada Kamis, telah memicu gelombang baru protes anti-China di Hong Kong.

Pada Rabu, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan perkembangan yang terjadi di Hong Kong memperlihatkan negara itu tidak memiliki "otonomi" dari daratan China.

Inggris pada Kamis mengatakan hak visa untuk 300.000 pemegang paspor kewarganegaraan yang tinggal di luar negeri, yakni di Hong Kong, akan diperluas "menjadi kewarganegaraan Inggris" jika China tidak menangguhkan rencana UU keamanannya.

Baca juga: Es Krim Rasa Gas Air Mata di Hong Kong

Apa perkembangan terakhir?

Parlemen China telah menyetujui RUU Keamanan Nasional untuk Hong Kong yang akan menghukum siapapun yang menentang otoritas Beijing di wilayah tersebut.

AS dan negara sekutunya mengatakan dalam pernyataan bersama bahwa penerapan UU itu, yang dilakukan oleh Beijing secara langsung bukannya melalui lembaga-lembaga di Hong Kong, akan "membatasi kebebasan rakyat Hong Kong" dan "secara dramatis mengikis otonomi Hong Kong dan sistem yang membuatnya sangat makmur", kata pernyataan itu.

Hal itu disebut juga akan bertentangan dengan kewajiban internasional China yang dimuat dalam dalam deklarasi Sino-Inggris, yang mengatur pengembalian Hong Kong ke China, dan itu merusak prinsip "satu negara, dua sistem" dan "meningkatkan potensi persekusi di Hong Kong karena kejahatan politik ".

Negara sekutu juga mengatakan mereka "sangat prihatin" bahwa UU baru itu akan memperdalam perpecahan di Hong Kong, yang sebelumnya telah memicu gelombang protes dan bentrokan berulang-ulang karena ketegangan dengan daratan China.

"Membangun kembali kepercayaan seluruh masyarakat Hong Kong, dengan memungkinkan orang-orang Hong Kong menikmati hak dan kebebasan yang dijanjikan, dapat menjadi satu-satunya jalan keluar dari ketegangan dan keresahan yang telah terjadi di wilayah itu sejak tahun lalu," kata pernyataan itu.

AS dan sekutunya mendesak China untuk bekerja dengan pemerintah dan masyarakat Hong Kong dan untuk menemukan "kesepakatan yang dapat diterima bersama".

Sementara itu, Jepang mengatakan Hong Kong adalah "mitra yang sangat penting" dan demokrasi serta stabilitas di sana harus dijaga.

Baca juga: RUU Keamanan Nasional Hong Kong Tuai Kontroversi, Apa Sebabnya?

'Dikhawatirkan akhiri status unik Hong Kong'

UU itu menimbulkan kekhawatiran mendalam lantaran dapat mengakhiri status unik Hong Kong.

Di bawah UU keamanan nasional, China dapat menempatkan lembaga keamanannya di Hong Kong untuk pertama kalinya.

Langkah Beijing ini disambut gelombang protes anti-China di Hong Kong.

Bentrok kembali terjadi pada Rabu (27/05) saat Dewan Legislatif Hong Kong, atau Legco, membahas RUU kontroversial lainnya yang akan memidanakan upaya penghinaan terhadap lagu kebangsaan China.

Ratusan orang ditahan dalam bentrok itu. Pengamanan masih ketat sampai Kamis seiring dengan dilanjutkannya debat RUU itu di Legco.

Larangan menantang Beijing

Parlemen China menyatakan mendukung UU keamanan itu, yang akan mengkriminalisasi upaya melemahkan otoritas Beijing di Hong Kong.

Resolusi itu, yang sekarang dialihkan pada kepemimpinan senior China, juga mengatakan bahwa "jika dibutuhkan, lembaga keamanan nasional yang relevan di bawah Pemerintahan Pusat Republik Rakyat China akan mendirikan cabang di Hong Kong."

Sebelumnya, badan seperti itu tidak ada di Hong Kong.

Rincian lengkap tentang tindakan apa yang akan dilarang berdasarkan undang-undang keamanan yang baru belum jelas. Undang-undang ini akan diberlakukan sebelum September.

Isi RUU tersebut belum diketahui, namun dinilai dapat berpotensi memidanakan hal-hal berikut:

pemisahan diri, atau berpisah dari China,

subversi, atau mengacaukan kekuasaan atau kekuatan pemerintah pusat,

terorisme, atau memakai kekerasan atau intimidasi kepada rakyat,

aktivitas pihak asing yang ikut campur di Hong Kong.

Para pakar mengatakan mereka khawatir itu bisa membuat orang dihukum karena mengkritik Bejing-seperti yang terjadi di daratan China.

Misalnya, Penerima Nobel Liu Xiaobo dipenjara selama 11 tahun karena tuduhan subversi setelah ia ikut menulis dokumen yang menyerukan reformasi politik.

Kementerian luar negeri China di Hong Kong mengatakan pihaknya "dengan tegas menentang dan membantah" pernyataan Pompeo bahwa Hong Kong telah kehilangan otonominya dan mendesak AS untuk "segera menghentikan campur tangan" dalam urusan dalam negeri China.

Beijing menggambarkan kritik AS terhadap rancangan undang-undang baru itu sebagai sesuatu yang "benar-benar angkuh, tidak masuk akal dan tidak tahu malu".

Namun, Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam membantah undang-undang itu akan membatasi hak-hak penduduk Hong Kong.

Pemerintah Hong Kong menegaskan bahwa UU tersebut dibutuhkan untuk melawan kekerasan dan "terorisme" yang terus meningkat, dan warga Hong Kong tidak perlu khawatir.

Baca juga: China Disebut Khianati Hong Kong Lewat UU Keamanan Nasional

Mengapa China melakukan ini?

Hong Kong diserahkan ke China dari Inggris pada 1997, namun dengan persetujuan yang unik, yakni sebuah konstitusi mini bernama Hukum Dasar atau Basic Law, serta sebuah prinsip bertajuk "satu negara, dua sistem."

Aturan tersebut melindungi beberapa kebebasan yang hanya dapat dinikmati warga Hong Kong seperti kebebasan berkumpul dan berpendapat, sistem pengadilan independen, dan beberapa hak demokrasi lainnya.

Di bawah kesepakatan itu, Hong Kong harus membuat UU keamanan nasionalnya sendiri, dan ini tertera dalam Pasal 23 dalam Basic Law.

Namun aturan itu tidak populer, sehingga pemerintah tidak pernah membuatnya. Pemerintah Hong Kong pernah mencobanya pada tahun 2003, namun mundur karena diprotes warga.

Tahun lalu, protes anti undang-undang ekstradisi menjadi rusuh dan berkembang menjadi gerakan anti-China dan pro-demokrasi yang lebih luas. China nampaknya mencegah kerusuhan tersebut berulang.

Baca juga: Hong Kong Kembali Dilanda Demonstrasi, Polisi Tembakkan Gas Air Mata

Menlu AS nyatakan Hong Kong 'tak lagi otonom dari China'

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo pada Rabu (27/5/2020) mengatakan kepada Kongres bahwa Hong Kong tidak lagi berhak atas perlakuan khusus berdasarkan hukum AS.

Pernyataan ini dikeluarkan menyusul rencana Beijing memberlakukan UU keamanan baru yang kontroversial di Hong Kong.

RUU keamanan akan ditetapkan dalam pemungutan suara minggu ini dan dapat berlaku pada akhir Juni, Para kritikus mengatakan UU ini adalah upaya langsung untuk membatasi kebebasan Hong Kong. Pendapat kritikus ini dibantah oleh otoritas Hong Kong.

Pernyataan Menlu AS Mike Pompeo dapat memiliki implikasi besar bagi status perdagangan Hong Kong dan kemungkinan akan membuat marah Beijing yang selama ini menggunakan Hong Kong sebagai semacam perantara untuk transaksi global.

"Tidak ada orang yang berakal sehat, yang dapat menyatakan hari ini bahwa Hong Kong mempertahankan otonominya dari China, melihat fakta di lapangan," katanya dalam sebuah pernyataan.

UU keamanan "hanyalah hal terbaru dari serangkaian tindakan yang secara mendasar merusak otonomi dan kebebasan Hong Kong," kata Pompeo.

"Sekarang jelas bahwa China ingin membuat Hong Kong seperti dirinya (China)," tambahnya.

Polisi Hong Kong telah menangkap ratusan orang di tengah kerusuhan anti-China daratan yang berlangsung.

Baca juga: Protes UU Keamanan Nasional, Demonstran Hong Kong Minta Merdeka

Apa pentingnya pernyataan Pompeo?

Hingga kini, AS memberikan Hong Kong - pusat keuangan dan perdagangan global - status khusus di bawah hukum AS.

Ketentuan, yang sudah berlaku sejak Hong Kong menjadi koloni Inggris, memberinya syarat perdagangan yang menguntungkan.

Tetapi sejak tahun lalu status itu bergantung pada apakah Hong Kong bisa mempertahankan otonominya terhadap China, suatu hal yang terus diulang oleh Menlu AS Mike Pompeo.

Jika menlu AS tidak dapat memastikan itu, Kongres AS dapat mencabut status perdagangan khusus Hong Kong.

Ini berarti Hong Kong akan diperlakukan sama dengan daratan utama China terkait perdagangan dan kepentingan lainnya.

Baca juga: Menlu AS: Hong Kong Tak Lagi Otonom dari China

Apa dampak pencabutan status?

Ini dapat membahayakan miliaran dolar nilai perdagangan Hong Kong dan AS dan dapat menghalangi orang untuk berinvestasi di Hong Kong di masa depan.

Itu juga akan melukai daratan China, yang menggunakan Hong Kong sebagai semacam perantara untuk transaksi global.

Perusahaan daratan China dan perusahaan multinasional menggunakan wilayah Hong Kong sebagai basis internasional atau regional.

Tak lama setelah pernyataan Pompeo, aktivis pro-demokrasi terkemuka Joshua Wong meminta para pemimpin AS, Eropa dan Asia untuk mengikuti jejak Pompeo dan mempertimbangkan kembali status perdagangan khusus Hong Kong jika Beijing memberlakukan undang-undang keamanan.

"Begitu undang-undang itu diterapkan, Hong Kong akan berasimilasi dengan rezim otoriter China, baik dalam hal supremasi hukum dan perlindungan hak asasi manusia," kata Wong.

UU keamanan akan menciptakan "kerusakan besar pada ekspatriat dan investor di Hong Kong", katanya. Mempertahankan otonomi adalah "satu-satunya cara" untuk melindungi bisnis, tambahnya.

Sebanyak 200 politisi senior dari seluruh dunia telah mengeluarkan pernyataan bersama yang mengkritik rencana China.

Pada Selasa, Presiden Donald Trump mengatakan AS akan memberi tanggapan yang "sangat kuat" terhadap rancangan undang-undang itu sebelum akhir minggu ini.

Rencana China telah dikritik Menlu AS Mike Pompeo, yang menggambarkannya sebagai "lonceng kematian" untuk kebebasan Hong Kong.

Inggris, Australia dan Kanada juga telah menyatakan "keprihatinan mendalam" mereka.

Baca juga: Sah! Undang Undang Keamanan Baru untuk Hong Kong Diresmikan Parlemen China

'Opsi nuklir' AS di Hong Kong akan membuat marah Beijing

Zhaoyin Feng, BBC China, Washington

Pernyataan terbaru Pompeo merupakan peringatan bagi Beijing bahwa perlakuan istimewa terhadap wilayah administratif Hong Kong kini terancam.

Ini memiliki implikasi ekonomi yang sangat besar, tetapi implikasi geopolitiknya mungkin bahkan lebih besar.

Langkah ini kemungkinan akan membuat Beijing marah dan semakin membahayakan hubungan AS-China yang sudah rapuh, yang tampaknya memburuk akibat ketegangan di sektor perdagangan, pandemi dan persaingan teknologi.

Sebuah pertanyaan kunci yang harus ditanyakan adalah seberapa jauh status perdagangan khusus Hong Kong, yang jika dihapus, akan membantu warga Hongkong memperjuangkan otonomi dan kebebasan mereka.

Atau apakah ini akan menghukum orang-orang di Hong Kong, sementara menambahkan pengaruh strategis terbatas atas China?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Inggris Beri Ukraina Rudal Tua Canggih, Begini Dampaknya Jika Serang Rusia

Inggris Beri Ukraina Rudal Tua Canggih, Begini Dampaknya Jika Serang Rusia

Global
Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Internasional
Ikut Pendaftaran Wajib Militer, Ratu Kecantikan Transgender Thailand Kejutkan Tentara

Ikut Pendaftaran Wajib Militer, Ratu Kecantikan Transgender Thailand Kejutkan Tentara

Global
Presiden Ukraina Kecam Risiko Nuklir Rusia karena Mengancam Bencana Radiasi

Presiden Ukraina Kecam Risiko Nuklir Rusia karena Mengancam Bencana Radiasi

Global
Jelang Olimpiade 2024, Penjara di Paris Makin Penuh

Jelang Olimpiade 2024, Penjara di Paris Makin Penuh

Global
Polisi Diduga Pakai Peluru Karet Saat Amankan Protes Pro-Palestina Mahasiswa Georgia

Polisi Diduga Pakai Peluru Karet Saat Amankan Protes Pro-Palestina Mahasiswa Georgia

Global
Pemilu India: Pencoblosan Fase Kedua Digelar Hari Ini di Tengah Ancaman Gelombang Panas

Pemilu India: Pencoblosan Fase Kedua Digelar Hari Ini di Tengah Ancaman Gelombang Panas

Global
Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Global
Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Global
Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Internasional
Rangkuman Hari Ke-792 Serangan Rusia ke Ukraina: Jerman Didorong Beri Rudal Jarak Jauh ke Ukraina | NATO: Belum Terlambat untuk Kalahkan Rusia

Rangkuman Hari Ke-792 Serangan Rusia ke Ukraina: Jerman Didorong Beri Rudal Jarak Jauh ke Ukraina | NATO: Belum Terlambat untuk Kalahkan Rusia

Global
PBB: 282 Juta Orang di Dunia Kelaparan pada 2023, Terburuk Berada di Gaza

PBB: 282 Juta Orang di Dunia Kelaparan pada 2023, Terburuk Berada di Gaza

Global
Kata Alejandra Rodriguez Usai Menang Miss Universe Buenos Aires di Usia 60 Tahun

Kata Alejandra Rodriguez Usai Menang Miss Universe Buenos Aires di Usia 60 Tahun

Global
Misteri Kematian Abdulrahman di Penjara Israel dengan Luka Memar dan Rusuk Patah...

Misteri Kematian Abdulrahman di Penjara Israel dengan Luka Memar dan Rusuk Patah...

Global
Ikut Misi Freedom Flotilla, 6 WNI Akan Berlayar ke Gaza

Ikut Misi Freedom Flotilla, 6 WNI Akan Berlayar ke Gaza

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com